NUNUKAN, infoSTI – Sebuah kejadian intoleran, sempat menjadi tragedi yang nyaris mengoyak perdamaian di Bumi Tunon Taka, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, pada rangkaian peringatan HUT 26 Nunukan.
Sebuah komentar di media social yang ditulis seorang IRT Nunukan, memantik emosi masyarakat, karena mengaitkan agama tertentu dengan aroma ketiak.
Sejumlah masyarakat terus memenuhi Mapolsek Nunukan, Sabtu (11/10/2025), mereka ingin melihat langsung sosok yang menuliskan komentar provokatif tersebut, dan menuntut permintaan maaf secara terbuka.
Gerak cepat aparat keamanan, menjadi kunci untuk menyelesaikan peristiwa yang sempat memanas tersebut.
Rangkaian HUT 26 Nunukan, akhirnya berlangsung damai, meriah dan memberikan kesan mendalam.
Tepat pada hari jadi Kabupaten Nunukan, Minggu (12/10/2025), sebuah tarian kolaboratif, ditampilkan pada Rapat Paripurna HUT 26 Nunukan, di Gedung DPRD Nunukan.
Tarian Suku Lundayeh, Tari Jaranan, Tari Jepen hingga Tari Piring Ayam Den Lapeh, menjadi persembahan bagi masyarakat.
‘’Kita di Kabupaten Nunukan ini multi etnies. Hidup banyak suku dan semua berdampingan. Kita berharap persatuan dan kesatuan dalam Bhineka Tunggal Ika, terus terjaga, dan mari kita jaga bersama,’’ ujar Bupati Nunukan, Irwan Sabri, memberi pesan damai di HUT 26 Nunukan, Senin (13/10/2025).
Pesan damai tersebut, tersirat jelas dari sejumlah tarian yang ditampilkan para penari.
Mulai dari Tari Lundayeh, Tarian suku Dayak Lundayeh yang biasanya dipentaskan dalam acara adat, penyambutan tamu kehormatan, dan festival budaya, melambangkan kebersamaan, keceriaan, dan persatuan dan gotong royong.
Tari Jaranan, menceritakan sebuah kepercayaan tolak bala atau mengatasi musibah dan memiliki pesan dalam untuk melestarikan warisan leluhur.
Tari Jepen, tarian tradisional suku Tidung tersebut, melambangkan kegembiraan dan kebersamaan melalui gerakan kaki yang dinamis mengikuti irama musik tradisional
Sedangkan Tari Piring ‘Ayam Den Lapeh’, sebuah tarian tradisional Minangkabau yang menampilkan atraksi menggunakan piring.
Para penari mengayunkan piring di tangan mengikuti gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa satu pun piring terlepas dari tangan, yang dikesankan agar menjaga tradisi dan persatuan dengan erat.
‘’Sekali lagi kita semua satu. Kita jaga erat persatuan dan kesatuan. Apapun suku kita, kita adalah Indonesia,’’ tegasnya.
Irwan Sabri, juga mengajak masyarakat sama sama berdoa atas musibah yang terjadi di Kabupaten Nunukan.
Tak hanya untuk arah Nunukan ke depan, tapi juga untuk mengenang jasa dan perjuangan para tokoh pendiri dan pelopor berdirinya Kabupaten Nunukan.
Ia menegaskan, peringatan HUT 26 Nunukan merupakan momentum yang istimewa untuk melakukan evaluasi dan refleksi diri atas perjalanan Kabupaten Nunukan.
Dimulai dari hanya 5 kecamatan pada saat awal berdirinya di tahun 1999, jumlah kecamatan di Kabupaten Nunukan saat ini sudah menjadi 21 kecamatan.
Pertambahan jumlah kecamatan ini menjadi bukti bahwa Kabupaten Nunukan memiliki dinamika dan akselerasi pembangunan yang sangat cepat.
Pada tahun 1999, jumlah penduduk Kabupaten Nunukan baru sekitar 107.000 jiwa, namun pada tahun 2024 berdasarkan sensus dari BPS, jumlah penduduk kurang lebih 227.460 jiwa, atau naik hampir 120.000 jiwa dalam kurun waktu 25 lima tahun.
Pertambahan jumlah penduduk, sebagian besar merupakan pendatang dari daerah lain. Ini memberikan gambaran bahwa Kabupaten Nunukan merupakan daerah yang sangat potensial dan menjanjikan untuk mencari penghidupan.
‘’Sebagai daerah yang terbuka, kita tidak pernah membeda bedakan. Siapapun dia, apapun agama dan sukunya, apapun latar belakangnya silahkan datang dan mencari kehidupan di Kabupaten Nunukan sepanjang kita memiliki semangat yang sama untuk hidup dengan rukun, damai, dan saling menghormati satu sama lain,’’ kata dia.
Irwan menambahkan, sejak berdiri, Kabupaten Nunukan identik sebagai salah satu daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Nunukan dianggap sebagai daerah yang masih terisolir, miskin, dan terbelakang.
Namun stigma tersebut, justru menjadi pemacu untuk bekerja lebih keras dalam mengejar keterbelakangan tersebut.
Hasilnya, Nunukan tidak lagi disebut sebagai daerah 3T dengan konotasi negatif, namun lebih dikenal sebagai daerah perbatasan yang potensial, bermartabat, dan memberikan harapan.
‘’Atas nama pribadi dan pemerintah, saya mengucapkan Dirgahayu Kabupaten Nunukan, Semoga Kabupaten Nunukan terus tumbuh menjadi daerah yang maju, inovatif, sejahtera, adil dan mandiri,’’ kata Irwan Sabri.