NUNUKAN, infoSTI – Sebuah kisah pilu yang dialami langsung Wakil Bupati Nunukan, Kalimantan Utara, Hermanus, menjadi spirit Pemkab Nunukan, dalam memperjuangkan pelayanan kesehatan yang mudah bagi warga pedalaman di perbatasan RI – Malaysia.
Salah satu fokus perhatian, adalah Rumah Sakit Pratama, di Kecamatan Sebuku.
Sebagaimana dituturkan Hermanus, pada 27 Maret 2025 lalu, ia merasa terenyuh dan gemetar ketika hendak pulang ke kediamannya di Sembakung, justru bertemu dengan sebuah speed boat yang merapat di Pelabuhan Liem Hie Djung, Nunukan.
Didalamnya, terlihat seorang ibu yang lemah karena baru melahirkan.
Dalam kondisi berbaring, dan pandangan kosong, ibu tersebut memeluk erat bayinya yang diselimuti kain.
‘’Ternyata anak si ibu tersebut meninggal. Dia melahirkan di speed boat,’’ ujar Hermanus menceritakan kisah pilu tersebut, Sabtu (19/4/2025).
Melihat kondisi tersebut, ia langsung membantu mengangkat si ibu dan jenazah bayinya dari speed boat.
Ia berpesan agar keduanya mendapat perlakuan khusus, termasuk mengurus pemakaman si jabang bayi.
Hermanus menceritakan, ibu tersebut melakukan perjalanan dari Desa Pembeliangan Kecamatan Sebuku, menuju RSUD Nunukan.
Jauhnya jarak yang ditempuh, membuat si ibu yang sudah lemah tersebut tak mampu bertahan.
Si anak, akhirnya lahir di tengah perjalanan, namun ditakdirkan tak pernah bisa melihat wajah ibundanya.
‘’Semoga dimasa yang akan datang tidak terjadi lagi peristiwa seperti ini di Kabupaten Nunukan,’’ kata Hermanus.
Tak lama berselang, Hermanus kemudian melakukan peninjauan RSUD Pratama Sebuku.
Untuk diketahui, RS Pratama Sebuku, melayani kesehatan masyarakat 8 Kecamatan.
Masing masing, Kecamatan Sebuku, Tulin Onsoi, Sembakung, Sembakung Atulai, Lumbis, Lumbis Ogong, Lumbis Hulu, dan Lumbis Pansiangan.
Sayangnya, sarana prasarana kesehatan di RS Pratama Sebuku, tidak memadai.
RS Pratama mengalami kekurangan tenaga kesehatan, seperti nihilnya dokter spesialis anak, dokter kandungan, bedah, penyakit dalam, serta anestesi dan radiologi.
Kendala inilah yang membuat warga pedalaman Nunukan, harus dirujuk ke RSUD Nunukan, dengan biaya tak murah, dan waktu perjalanan tidak sebentar.
‘’Kita segera memproses dokumen perizinan dan persyaratan peningkatan status rumah sakit Pratama Sebuku menjadi rumah sakit kelas D,’’ ujarnya.
Kebijakan tersebut, kata Hermanus, diperlukan intervensi APBD Nunukan untuk merumuskan anggaran gaji kontrak dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis bedah, dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, dan dokter spesialis anestesi.
Juga untuk kebutuhan penganggaran lain yang berkaitan dengan dukungan peningkatan status rumah sakit Pratama Sebuku.
“Jika status RS Pratama Sebuku dinaikkan menjadi rumah sakit kelas D, maka pelayanan kesehatan dasar seperti spesialis penyakit dalam, bedah, kandungan, anak, hingga anestesi, bisa tersedia langsung di daerah. Ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas dan pemerataan pelayanan kesehatan di wilayah 3T,” kata Hermanus.
Ia juga meminta dukungan seluruh lapisan masyarakat Nunukan, agar upaya meningkatkan status RS Pratama Sebuku, segera terealisasi.
‘’Masyarakat perbatasan harus mengejar ketertinggalan dalam mengakses kesehatan yang layak dan memadai,’’ tegas Hermanus.