oleh

Pisah Kenang Kajari Nunukan Fatoni Hatam, Irwan Sabri Berharap Harmonisasi Pemkab dan Kejaksaan Terus Terjaga

NUNUKAN, infoSTI – Bupati Nunukan, Irwan Sabri, menghadiri acara Pisah Kenang Kepala Kejaksaan Negeri Nunukan, Fatoni Hatam, di Resto Hotel Lenflin, Rabu (22/10/2025) malam.

Ia mengatakan, meski belum lama berinteraksi secara langsung, namun dirinya mengakui bahwa Bapak Fatoni Hatam mampu menjalin sinergi dan kolaborasi yang sangat erat dengan Pemerintah Kabupaten Nunukan.

“Saya percaya, pengabdian dan kinerja yang baik selama ini akan mendapatkan ganjaran dari Allah Subhanahu Wataala. Selamat bertugas di tempat tugas yang baru, semoga kesuksesan dan kelancaran akan selalu menyertai perjalanan karir Bapak Fatoni Hatam dan keluarga,” ujar Irwan Sabri.

Sementara itu, Fatoni Hatam, menyampaikan ucapan terima kasih kepada pemerintah dan seluruh masyarakat di Kabupaten Nunukan atas kebersamaan dan dukungannya selama ini.

“Dinamika dan tantangan yang saya hadapi saat bertugas memang sangat terasa. Tapi berkat dukungan dan kolaborasi yang baik antara pemerintah dan kejaksaan, semua permasalahan-permasalahan yang ada dapat terselesaikan dengan baik,” kata Fatoni.

Selain diikuti oleh jajaran Kejaksaan Negeri Nunukan, Malam Pisah Kenang tersebut juga dihadiri oleh Jajaran Forkopimda, Kepala – Kepala OPD, pimpinan instansi vertikal, dan pimpinan BUMN, serta tokoh – tokoh masyarakat.

Sekilas tentang Fatoni Hatam.

Kedatangannya ke Nunukan menggantikan Kajari sebelumnya, Teguh Ananto, dijawab dengan menyelesaikan kasus dugaan penyelewengan anggaran Covid-19 di RSUD Nunukan.

Hasilnya, Dua terdakwa kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Nunukan, Kalimantan Utara, dr.Dulman dan Nurhasanah Alias Ana Binti Muhammad Idris, divonis masing masing 6 tahun penjara.

Fatoni Hatam, lahir di Tanah Abang, DKI Jakarta, pada 2 Februari 1970.

Budaya dan tradisi Betawi cukup melekat pada diri petugas Adyaksa yang cukup akrab dengan kasus-kasus kerusuhan SARA ini.

Ia mengawali karirnya sebagai jaksa fungsional di kota Serang, dan mendapat penugasan ke Kejari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, pada 8 Februari 2001.

‘’Sepuluh hari saya bertugas sebagai Kasubsi Pidsus disana, sepuluh hari kemudian, tepatnya 18 Februari 2001, pecah kerusuhan antara Madura dan Dayak di Sampit. Saya mengurusi beberapa sidang kasusnya,’’ ujar Fatoni, saat bincang dengan wartawan.

Ia menjalankan tugas sebagai Kasubdi Pidana Khusus di Kejari Pangkalan Bun hingga 2002.

Selanjutnya, Fatoni pindah ke Palangkaraya sebagai Kasi Pidsus hingga tahun 2007.

Kemudian bertugas di Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai Kasi Wilayah 1/Bagian Pidana Umum selama sekitar 1 tahun 7 bulan.

Pada 2008, ia kembali dipindah tugaskan ke Kejati DKI Jakarta, sebagai Kasi Penyidikan/Pidsus.

‘’Dan tahun 2010, saya pindah ke Kejagung di Gedung Bundar, sebagai Satgassus Tipikor. Saya bertugas 9 tahun di Satgassus, sampai awal 2019,’’ imbuhnya.

Pada Oktober 2019, Fatoni ditugaskan di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, sebagai koordinator pidsus. Sebuah tahapan jabatan sebelum menjadi Kajari.

‘’Baru tiga hari saya bertugas di Penajam, meletus lagi kerusuhan Paser pada 16 Oktober 2019. Saya kembali menangani beberapa sidang SARA. Bisa dikatakan saya akrab dengan kasus SARA. Tapi saya berharap tidak ada terjadi kasus SARA lagi,’’ kata dia.

Ia pun menjalani tugas sebagai Kajari pertama di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sebagai Kajari, Fatoni cukup terkesan dengan keindahan pemandangan Maumere. Aroma lautan dan kedamaian di Kota Tanah Sikka ini menimbulkan kesan mendalam.

Penugasan sebagai Kajari di Sikka, dikukuhkan dengan tongkat komando yang dibuat dari tulang paus, yang selalu ia bawa sebagai kenang kenangan.

Tren positif tersebut, berlanjut ketia ia mengemban tugas di Kabupaten Nunukan.

Sosok Fatoni, masih kokoh dengan image penegakan hukum yang adil tak pandang bulu.

‘’Kita boleh menuntut bersalah pelaku kejahatan, tapi jangan zalim. Itu yang saya tekankan. Jangan zalim, karena do’a orang terzalimi itu makbul. Kalau tidak berimbas ke kita, keturunan kita yang akan menerima dampaknya,’’ pesan Fatoni

Jangan Lewatkan: