oleh

Pelajaran dari Cerita Seorang Napi Teroris di Seminar ‘Menangkal Radikalisme Memperkokoh Persatuan di Perbatasan’

NUNUKAN, infoSTI – Pemkab Nunukan, Kalimantan Utara, menggelar seminar kebangsaan bertajuk ‘Menangkal Radikalisme, Memperkokoh Persatuan di Perbatasan’, yang diinisiasi Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Kamis (16/10/2025).

Acara yang dihelat di Aula Kantor Bupati Nunukan ini, menghadirkan Ustad Suryadi Mas’ud, seorang Napi Teroris yang insyaf dan kembali ke jalan yang benar.

Salah satu materi yang menarik dan menjadi pelajaran berharga, disampaikan Ustad Suryadi Mas’ud.

Membahas tema mengejar bayang bayang Negara Islam, ia menguraikan sejarah kelam perjalanannya ketika menjadi teroris.

Tahun 1983 saat ia duduk di bangku kelas 5 SD, keluarganya broken home dan ia mengalami KDRT oleh ayahnya. Mas’ud kecil kemudian mencari ketenangan di Mushola.

Ia direkrut RPII (Republik Persatuan Islam Indonesia), saat kelas 2 SMA, sekitar tahun 1988.

Sejak itu, ia mengikuti daurah/pelatihan tentang religi, politik, hingga ideology sampai tahun 1996.

Hasilnya, ia mulai mengkafirkan seluruh aparat di Indonesia, termasuk ayahnya yang merupakan anggota TNI, bahkan menyebut Indonesia sebagai Negara kafir.

‘’Saya menolak ikut upacara bendera dan pelajaran PMP/PPKN sejak kelas 2 SMA,’’ tutur Mas’ud.

Tahun 1990 – 1995, ia mengikuti pelatihan militer (I’dad Asykari) di Camp Al Fatih, Sulawesi Selatan.

Iapun dibaiat RPII sebelum dikirim ke Moro, Filipina Selatan, untuk melanjutkan pelatihan militer di Camp Pelatihan Abu Bakar milik Moro Islamic Liberation Front (MILF).

Dalam kurun waktu tersebut, ia juga mengikuti latihan militer di Camp milik Al Qaeda pimpinan Umar Al Faruq di Vietnam, hingga 1997.

Setelah ditempa dengan ilmu militer, Mas’ud dipercaya menjadi pelatih di Camp Al Fatih, Sulawesi Selatan.

Tahun 1998, ia menjadi utusan khusus RPII untuk Filipina Selatan. Utusan NII ring Banten untuk wilayah Filipina dan Malaysia (sebelum kerusuhan Ambon).

Tahun 1999 sampai 2021, ia bergabung dengan Laskar Kompak untuk konflik Ambon dan Poso sebagai  pemasok senjata dan bahan peledak.

Tahun 2016-2017, didapuk menjadi Duta ISIS wilayah Asia Tenggara.

Sosok Mas’ud, terlibat dalam kasus perampokan di salah satu usaha money changer Manado tahun 2002. Pengeboman Mall Ratu Indah Show Room Haji Kalla dan Gereja di Makassar.

Ia divonis 12 tahun penjara di Lapas Makassar dan sempat dipindahkan ke Porong Sidoarjo. Di dalam Lapas, ia justru melakukan radikalisasi.

Iapun kemudian bebas penjara tahun 2008. Baru setahun bebas, ia menerima ajakan bergabung dengan kelompok teroris Dulmatin di Pamulang.

Tahun 2010, Mas’ud kembali menerima tugas sebagai pemasok senjata untuk pelatihan militer kelompok teroris di Aceh dan Poso.

Ia ditangkap untuk kedua kalinya, saat berada di Pekayon, Bekas, pada 2010, dan divonis 6 tahun penjara di PN Jakarta Barat.

‘’Saya menjalani pidana di Lapas Klas I Cipinang, Jakarta Timur dan Lapas Pasir Putih Nusakambangan (NK),’’ kata Mas’ud.

Di dalam Lapas, ia terus melakukan radikalisasi, merekrut para Napi menjadi anggota.

Ia bahkan melakukan gerakan kampanye ISIS dan Jabhah Nusroh (Al Qaeda) di Lapas Nusa Kambangan.

Tahun 2015, saat bebas penjara, ia kembali ke Bekasi. Bertemu dengan teman Napiter pelaku Bom Kedubes Australia di Lapas Nusakambangan.

Lagi lagi ia diminta untuk membeli dan menyiapkan senjata/bahan peledak untuk pembentukan daerah basis Banten dan melakukan teror di Jakarta.

Mas’ud sempat mengirim anak dan istrinya ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS, namun dideportasi.

Kebebasan kali ini, ia manfaatkan untuk memperbaharui hubungan dengan MILF, MNLF, BIFF, Abu Sayyaf di Filipina.

Ia kembali berhubungan dengan pedagang senjata, membeli 60 pucuk senjata api, dan berbagai bahan peledak, diantaranya 40 kg TNT, 800 detonator 66, Detonating cord.

Membeli mobil dan perahu untuk tranportasi Indonesia- Filipina.

Dijelaskan Mas’ud, penyelundupan senjata, biasanya dilakukan melalui jalur tradisional, meliputi, Cotabalo – Zamboanga – Jolo – Samporna – Lahad Datu – Tawau – Sebatik – Nunukan.

Melalui Nunukan, para teroris meneruskan perjalanan ke Sulawesi dan Jawa.

‘’Di Nunukan banyak yang berkamuflase. Untuk itu diharapkan agar mewaspadai orang – orang dari Filipina yang saat ini masuk ke Indonesia melalui Nunukan yang berprofesi sebagai pedagang,’’ imbaunya.

Titik balik kehidupan Mas’ud bermula dari berbagai forum diskusi dan debat sesama Napiter.

Ia mulai menyadari sesat fikir yang selama ini ia jalani. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk ikrar setia terhadap NKRI.

Ia banyak membaca buku buku nasionalisme dan akhirnya membawa pemahaman bahwa Indonesia bukan Negara kafir sebagaimana yang ia yakini selama ini.

Nara Sumber seminar, Kasatgaswil Kaltara Densus 88 Anti Teror, AKBP Wanggi Wantozy Praduga Satria, menegaskan, dalam penerapan propaganda, masalah sugesti merupakan hal yang paling menonjol.

Dan nara sumber dari FKUB (Forum Kerukunan Ummat Beragama), Ustad Zahri Fadli mengatakan, radikalisme kerap memanfaatkan tafsir sempit, eksklusif, dan trans nasional.

‘’Indonesia yang berlandaskan Pancasila, membutuhkan narasi keagamaan yang inklusif, serta semangat kebangsaan yang kuat,’’ kata dia.

Bupati Nunukan Irwan Sabri melalui Plt Sekda, Jabbar mengatakan, seminar ini diharapkan bisa membangun daya cegah, daya tangkal, dan daya lawan terhadap ideologi radikalisme dan terorisme.

‘’Semoga melalui kegiatan ini, apa yang menjadi harapan kita bersama yakni terciptanya strategi nasional dalam mewujudkan Indonesia yang sehat mental, keluarga cerdas, dan tangguh dalam pencegahan radikalisme dan terorisme dapat kita wujudkan,’’ ujarnya.

Ia menegaskan, masyarakat perbatasan, khususnya anak-anak, remaja, dan perempuan, merupakan kelompok yang sangat rentan dipengaruhi serta disusupi oleh paham-paham tersebut.

Apabila tidak dibimbing dengan baik oleh orang tua, keluarga, dan sekolah, maka mereka mudah terpengaruh oleh paham radikalisme dan terorisme.

‘’Oleh karena itu, kita semua perlu berhati -hati. Upaya pencegahan penyebaran paham radikalisme dan terorisme harus dilakukan secara masif, terutama melalui peran ibu-ibu, keluarga, dan sekolah,’’ kata dia.

Jangan Lewatkan: