oleh

Kearifan Lokal Masih Menjadi Kebijakan Untuk Impor Ikan Tradisional dari Malaysia ke Nunukan Hingga 2027

NUNUKAN, infoSTI –  Penangkapan kapal pemasok ikan oleh Direskrimsus Polda Kaltara di Perairan Sei Ular, Nunukan, Kalimantan Utara, disebut sebagai pemicu kelangkaan ikan untuk wilayah pedalaman Nunukan, seperti Sebakis, Seimanggaris, dan Sebuku.

Persoalan ini sudah dua kali dibahas dalam Forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan, dan menjadi perhatian para pemangku kebijakan di perbatasan RI – Malaysia ini.

Masalah ini bermula saat kapal KM Manafman 02 ditangkap oleh Direskrimsus Polda Kaltara pada 14 Agustus 2025 di perairan Sei Ular.

Kapal tersebut mengangkut 61 boks ikan dari Tawau, Malaysia, untuk didistribusikan ke pasar Nunukan dan wilayah pedalaman.

Penangkapan dilakukan karena ikan yang dimuat tidak memiliki sertifikat kesehatan, yang menurut pemasok memang tidak pernah dikeluarkan oleh pihak Tawau.

Bupati Nunukan, Irwan Sabri bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah, TNI, Polri dan Instansi vertikal di Nunukan, meminta ada perhatian khusus atas kearifan lokal di batas negara.

‘’Kita berharap masalah ini bisa terselesaikan. Kalau di tingkat Kabupaten Nunukan, kita sudah sepakati dengan kearifan lokal. Yang saya bingung, kearifan lokal untuk perbatasan Negara ini seolah belum menjadi pertimbangan dalam penindakan aparat di luar Nunukan,’’ ujar Irwan Sabri, saat meninjau kesiapan gudang untuk cold storage dalam upaya melegalisasi impor ikan di Pasar Jamaker, Rabu (3/9/2025).

Penangkapan armada kapal pemasok ikan untuk pedalaman, memang menjadi urusan yang dilematis juga simalakama.

Meski Forkopimda di Kabupaten Nunukan menyepakati adanya kearifan lokal demi lancarnya distribusi ikan ke pedalaman, status kearifan lokal yang notabene illegal, menjadi ganjalan besar ketika dihadapkan pada perundang undangan.

‘’Kita inventarisasi malasah dulu, apa yang perlu disiapkan untuk regulasi impor ikan dari Malaysia. Kita siapkan dua gudang di Pasar Jamaker untuk cold storage,’’ jelasnya.

‘’Adapun untuk operasional kapal, mulai pengambilannya di Tawau, Malaysia, sampai pengirimannya ke Pasar Jamaker atau ke wilayah pedalaman, sementara kearifan lokal lagi sambil menunggu legalisasi impor ikan selesai,’’ katanya lagi.

Pengurusan panjang impor ikan

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara, Rukhi Sayahdin, menjelaskan, untuk mendapatkan izin impor ikan, Pemda Nunukan harus mengajukan permohonan ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), khususnya melalui Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM).

Sejumlah dokumen seperti sertifikat kesehatan dari negara asal, invoice, packing list, serta rekomendasi dari KKP harus disiapkan detail, dan prosesnya melibatkan verifikasi dan pemeriksaan produk ikan oleh BKIPM untuk memastikan keamanan dan mutunya sebelum izin impor diterbitkan. 

‘’Dan itu butuh waktu tidak sebentar. Mungkin kalau sekarang kita ajukan izin, 2027 baru bisa berjalan,’’ jelasnya.

Selain dokumen, Pemda Nunukan juga harus memastikan ketersediaan gudang dan cold storage.

‘’Aturan ini sudah disosialisasikan sejak 2023. Nunukan pernah mendapat kuota 50 ton, tapi itu tidak terlaksana karena persaratan yang belum dipenuhi,’’ katanya lagi.

Polda Kaltara diminta lepaskan kapal ikan yang ditangkap

Kearifan lokal yang selama ini menjadi kesepakatan bersama di Kabupaten Nunukan memang hanya sebatas kesepakatan tak tertulis yang menjadi simalakama bagi pelaku usaha pemasok ikan di Nunukan.

Perwakilan Kodim 0911 Nunukan, Kapten Joan Agus berharap local wisdom atau kearifan lokal yang berjalan di wilayah perbatasan digaungkan sampai terdengar di Nasional.

‘’Kita memiliki keterbatasan dan pertimbangan khusus atas kondisi Nunukan. Itu dasar kearifan lokal yang kita semua sepakati. Tapi kearifan lokal tidak berfungsi ketika tidak difahami oleh aparat diluar Nunukan, sampai terjadi penangkapan dan berimbas kelangkaan ikan,’’ kata Joan.

Dengan adanya kesepakatan kembali untuk memaklumi impor ikan dengan lokal wisdom, seharusnya ini dibarengi dengan permohonan agar Polda Kaltara bisa melepas armada ikan kemarin.

Hal tersebut, menimbang kelangkaan ikan di pedalaman, karena pelaku usaha takut menjadi sasaran penangkapan jika tetap memasok ikan untuk pedalaman.

‘’Mari bermohon agar kapal yang ditahan bisa dilepas. Kita berharap Polda memberi kebijakan karena perahu itu hanya ojek, bukan pemilik ikan,’’ harap Joan.

‘’Kalau problemnya di ikan, silahkan ikannya yang diproses. Kita butuh armada untuk lancarnya distribusi ikan ke pelosok,’’ tegasnya.

Perwakilan LANAL Nunukan, Lettu Manurung juga mengamini usulan Kodim 0911 Nunukan.

Selama legalisasi impor ikan berproses, skema sementara masih menggunakan kearifan lokal.

‘’Tapi perlu dilaporkan ke kami, kapal apa saja yang beroperasi. Kami tetap bertugas mengawasi dan memeriksa semua barang yang masuk ke batas laut kita. Jangan sampai kearifan lokal dimanfaatkan oknum demi keuntungan pribadi,’’ kata Manurung.

Warning untuk DKP Kaltara

Anggota DPRD Nunukan, Sadam Husein mempertanyakan kinerja DKP Kaltara yang seakan tidak pernah terdengar ketika terjadi penangkapan armada kapal pemasok ikan oleh aparat.

Kebijakan kearifan lokal yang disepakati Forkopimda dan instansi vertical di Nunukan, menjadi mubazir karena seolah tidak terdengar di Provinsi.

‘Selama penangkapan terjadi, tidak ada peran provinsi. Saya menganggap provinsi tidak mementingkan kearifan lokal, tidak melihat ini sebagai sesuatu yang perlu dilindungi,’’ kata Sadam.

Sadam meminta DKP aktif mensosialisasikan permasalahan Nunukan ke semua instansi yang ada.

Hal ini penting karena meski ada kesepakatan seluruh Forkopimda dan instansi di Nunukan untuk kearifan lokal, jika DKP Kaltara tidak menggaungkan hal ini hingga pusat, maka kejadian penangkapan armada pemasok ikan, sulit dicegah.

Ia kembali menegaskan, bahkan sebelum negara berdiri, kearifan lokal sudah ada. Hubungan ekonomi tradisional telah berjalan.

‘’Pemerintah Provinsi sebagai kepanjangan tangan negara harus menyampaikan ini, berikan kebijakan khusus, bawa konten daerah, tunjukkan kesana,’’ katanya.

‘’Masalah di perbatasan juga berkaitan dengan kepentingan Negara. Sampaikan persoalan ini supaya kita tidak terus terjebak persoalan sama. Kita jadikan Forkopimda daerah tameng, sementara yang diatas tidak melihat ini urgen,’’ protesnya.