TANJUNG SELOR, infoSTI – Ketua Umum National Paralympic Committee of Indonesia (NPCI), Senny Marbun, meraih penghargaan Bintang Jasa Nararya, dari Presiden RI, Prabowo Subianto.
Penghargaan sekaligus pengakuan Negara atas sebuah dedikasi dan kerja kerasnya dalam membina olahraga prestasi berbasis Paralimpiade tersebut, diberikan Minggu (31/8/2025) di Kusuma Sahid Prince Hotel, Solo, Jawa Tengah.
Ratusan karangan bunga dari 35 provinsi berjejer, memenuhi setiap sudut ruang hingga pintu masuk.
Seolah-olah, setiap kelopak bunga itu adalah potongan cerita, potongan perjuangan, dan rasa terima kasih yang mendalam. Semua tertuju pada satu nama, Senny Marbun.
Sosok yang tak pernah lelah berjuang membesarkan organisasi NPCI, sejak masih bernama Badan Pembina Olahraga Cacat (BPOC).
Apresiasi dari para atlet difabel
Namun, penghormatan yang lebih membekas justru datang dari para atlet yang ia lahirkan, ia besarkan, dan selalu ia dampingi.
Diantaranya ada Muhammad Fadli Immammudin, mantan pembalap Moto2 yang kini menjadi atlet para balap sepeda, yang berdiri di panggung kehormatan sebagai ketua panitia.
Suaranya bergetar ketika menceritakan ide di balik acara ini.
“Kami ikut bangga karena Pak Senny adalah orang yang paling berjasa untuk NPC Indonesia. Beliau sudah mendedikasikan dirinya hingga akhirnya mendapatkan penghargaan Bintang Jasa Nararya dari Presiden,” ujarnya.
Bagi Fadli, NPC Indonesia bukan sekadar organisasi. Dari sinilah ia menemukan harapan pasca kecelakaan di ajang Asia Road Racing Championship 2015, yang membuatnya kehilangan kaki kiri.
“Prestasi tidak bisa datang dari satu aspek latihan saja, namun juga dukungan dari pemerintah agar para atlet bisa mengikuti kejuaraan tingkat regional maupun dunia. Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit,” tambahnya.
Ada juga nama atlet difabel lain yang tak kalah mentereng, Ni Nengah Widiasih. Peraih medali perak Paralimpiade Tokyo 2020.
Perjalanan hidupnya, adalah bukti bagaimana sebuah organisasi bisa mengubah nasib seseorang.
Perempuan yang biasa dipanggil Widi ini, mengenang masa remajanya di Solo, saat masih duduk di bangku SMP dan berlatih dengan fasilitas serba terbatas. Gedung tua, peralatan seadanya, dan seorang pelatih bernama Senny Marbun.
”Seiring berjalannya waktu, dengan torehan prestasi yang kami raih, pemerintah mulai memperhatikan NPC Indonesia. Pemerintah menyetarakan prestasi kami dengan yang non-difabel. Perubahan ini bagian dari perjuangan Pak Senny yang terus menyuarakan hak-hak kami,” kata Widi, dengan mata yang berbinar.
Pengorbanan dan Visi Sang Ketua Umum
Di tengah kerumunan yang penuh haru, hadir pula Ketua dan Sekretaris National Paralympic Committee of Indonesia (NPCI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara).
Kehadiran mereka merupakan wujud nyata dukungan dan apresiasi dari seluruh penjuru negeri terhadap dedikasi seorang pemimpin.
Mereka menyaksikan langsung bagaimana sosok yang menjadi inspirasi ini, menerima penghormatan yang pantas.
Dan malam itu, giliran Senny sendiri yang harus menelan haru.
“Saya itu pantang menangis,” katanya pelan. “Tapi, aduh, bangga juga, artinya para atlet tidak lupa dengan perjuangan-perjuangan yang telah saya lakukan,’’ katanya serak dengan air mata di pelupuknya.
Perjuangan yang ia maksud bukan sekadar retorika. Ia masih ingat betul tahun-tahun awal kepemimpinannya pada 2003, ketika NPC Indonesia masih harus bertahan hidup.
Pernah, demi menutup kebutuhan organisasi, ia menggadaikan rumahnya sendiri.
“Itu bagian dari jalan,” kenangnya.
Kini, jalan itu telah berubah. Dari organisasi yang termarginalkan, NPC Indonesia menjelma menjadi kekuatan olahraga difabel Asia Tenggara.
Senny terharu ketika menyaksikan Pekan Paralimpiade Daerah (Peparda) Jawa Tengah baru-baru ini.
Ia melihat anak-anak difabel berlari, tertawa, dan bersenang-senang tanpa rasa takut.
“Dulu keadaan saya tidak seperti itu. Selalu termarginalkan. Sekarang saya bersyukur kepada Tuhan ketika melihat itu,” ucapnya.
Bagi Senny, malam apresiasi itu bukan sekadar pesta. Melainkan kilasan sejarah panjang, dari keterpinggiran menuju pengakuan.
Dari gedung tua, menuju fasilitas modern. Dari pengorbanan pribadi, menuju penghargaan negara.
Kini, obor itu harus tetap menyala. Senny percaya, prestasi NPC Indonesia tidak boleh berhenti di sini.
Indonesia yang sudah tiga kali berturut-turut menjadi juara ASEAN Para Games, kini membidik podium di Thailand 2025.
Lebih jauh lagi, mata mereka tertuju pada Paralimpiade Los Angeles 2028, dengan kepercayaan diri yang tumbuh dari perjuangan panjang.
Di Solo, malam itu, semua orang tahu, air mata Senny bukan air mata kelemahan.
Itu adalah air mata sebuah bangsa yang belajar untuk menghormati para pejuang yang berbeda cara berlari, tapi sama-sama berlari demi sang Merah Putih.