oleh

12 Tahun Tak Kunjung Terima Lahan Garapan, Transmigran di Nunukan Merasa Dibuang dan Diasingkan Pemerintah

NUNUKAN, infoSTI – 230 KK transmigran di Satuan Pemukiman (SP) 5 Sebakis, Nunukan, Kalimantan Utara, masih terus menuntut keadilan pemerintah.

Sudah 12 tahun mereka mengikuti program transmigrasi dengan asa memperbaiki nasib. Yang terjadi, justru mereka diabaikan dan ditelantarkan di tengah pulau di perbatasan RI – Malaysia.

Tidak ada lahan garapan yang diterima sejak mereka datang. Bahkan harapan yang sempat muncul untuk pulang kampung sebagai orang sukses, kini pupus tak berbekas.

Jangankan berfikir pulang kampung, berfikir untuk menu makan besok saja, mereka harus memeras keringat lebih banyak dan rela mengerjakan apapun, demi bisa memberi makan keluarganya.

Ungkapan dan harapan warga transmigran Nunukan, diunggah ulang oleh Yudha Adjie. Salah satu warga Nunukan yang prihatin atas nasib para transmigran.

‘’Ini video lama, sekitar tahun 2023. Saya unggah ulang dengan harapan bisa mengetuk hati para pemangku kebijakan. Sehingga transmigran SP 5 Sebakis, mendapatkan hak yang dijanjikan, tak perlu terus meratapi nasib akibat janji palsu pemerintah,’’ kata Yudha, dihubungi Senin (2/6/2025).

Dalam video youtube berjudul ‘’Transmigran Gagal korban PHP SP5 Nunukan, Kalimantan Utara’’, seorang transmigran dengan mengenakan kaos singlet putih dan topi hitam, menumpahkan kekesalannya sejak datang ke Nunukan.

‘’Kami ini sebenarnya warga Negara Indonesia atau bukan. Kalau Warga Negara Indonesia, ya jangan dibuang seperti ini, kami seperti diasingkan di sebuah pulau disini,’’ ujarnya emosional.

Transmigran tersebut mengingatkan bahwa transmigrasi yang diikuti oleh 230 KK dari Pulau Jawa, merupakan program resmi pemerintah.

Dengan demikian, seharusnya pemerintah bertanggung jawab penuh atas gagalnya program transmigrasi tersebut.

‘’Dengarkan para pemerintah nih. Baik pemerintah daerah ataupun pusat. 230 KK dikirim dari Jawa kesini (Nunukan). Ini bukan transmigrasi lokal ini, transmigrasi Negara ini, janji janji pemerintah akan memberikan sepenuhnya kebutuhan kami, logistic, mana? sampai sekarang belum ada,’’ tanyanya.

Selain itu, lahan yang mereka tinggali juga belum jelas kepemilikannya.

‘’Apalagi lahan usaha, lahan plasma, mana? Tolonglah pemerintah tanggapi keluh kesah kami. Kami juga warga Negara Indonesia. Kami butuh keadilan,’’ katanya.

Respon Pemkab Nunukan

Sejauh ini, Pemerintah Daerah terus melakukan lobi ke Kemenakertrans, memaparkan kondisi di lapangan, dan meminta tanggapan. Dan semua masih nihil.

Di tingkat daerah, Pemda Nunukan sudah juga melobi perusahaan perkebunan Kelapa Sawit PT SIP (Sebuku Inti Plantation), untuk merelakan 50 hektar lahan mereka bagi transmigran.

‘’Jawaban PT SIP, lahan yang kami minta adalah lahan yang sudah terdaftar dalam izin lokasi, dan izin usaha perkebunan (IUP) PT SIP. Dimana PT SIP selama ini berkegiatan berdasarkan legalitas tersebut,’’ ujar Kepala Disnakertrans Nunukan, Masniadi, saat dikonfirmasi atas beredarnya video keluhan transmigran dimaksud.

Masniadi mengakui persoalan transmigran Nunukan merupakan masalah yang alot, sementara penyelesaiannya bukan di tingkat Pemerintah Daerah, tapi langsung Kementerian.

Meski pemaparan masalah sudah diajukan berkali kali di Jakarta, sampai hari ini, Pemda Nunukan belum mampu memberikan jawaban atau solusi atas masalah yang bisa disebut tragedi kemanusiaan tersebut.

Dari 230 KK yang datang ke Nunukan sebagai transmigran, beberapa sudah ada yang meninggal tanpa pernah merasakan menggarap lahan layaknya transmigran pada umumnya.

Mereka kerap menahan lapar, bekerja serabutan, demi mengusahakan dapurnya tetap ngebul.

‘’Terus terang saja, kalau kami ditanya bagaimana solusi para transmigran, kami menjawabnya terus mengusahakan. Ini masalah birokrasi dan keputusan akhirnya pada Kementerian,’’ kata Masniadi.

‘’Untuk nasib mereka, memang ini menjadi sebuah peristiwa janggal ya. Mereka dikirim sebagai transmigran resmi, tapi mereka tidak punya lahan garapan dan itu sampai hari ini,’’ imbuhnya.

Adapun terkait pemulangan atau kompensasi atas nasib para transmigran, Pemda Nunukan juga sama sekali tidak memiliki kewenangan apapun.

‘’Jadi sekali lagi, kami juga mengharapkan masukan Kementerian, bagaimana nasib para transmigran,’’ kata dia.

Kronologis kasus

Untuk diketahui, penempatan 230 KK transmigran di Nunukan, berdasarkan kerja sama antara Pemkab Nunukan, Kaltara dengan Pemkab Klaten, Jawa Tengah.

Surat dengan Nomor 2 Tahun 2013 tentang penyelesaian program transmigrasi di lokasi unit pemukiman Transmigrasi Seimanggaris SP 5 Nunukan Barat yang ditandatangani Bupati Nunukan Drs. H Basri dan Bupati Klaten, Sunarna SE M.Hum tersebut menyatakan bahwa para transmigran menerima jatah lahan pekarangan seluas 0,25 hektar yang siap olah dan diterima saat penempatan.

Menerima lahan usaha 1 seluas 0,75 hektar dan LU II seluas 2 hektar. Dengan ketentuan paling lambat 2 tahun pasca penempatan, hak LU I dan LU II sudah diterima dan digarap para transmigran.

Akan tetapi, sudah 12 tahun program transmigrasi berjalan, lahan tersebut belum ada, sehingga dituntut oleh transmigran.

Disnakertrans Nunukan kesulitan menyelesaikan masalah ini. Karena fakta di lapangan, lahan di sana, dikuasai masyarakat.