oleh

Pintu Air Untuk Irigasi Persawahan Kampung Enrekang Sebatik Tak Layak, Menyumbat Laju Air dan Banjiri Pemukiman Warga

NUNUKAN, infoSTI – Bentuk pintu air untuk kebutuhan irigasi persawahan di Kampung Enrekang, Pulau Sebatik, Nunukan, Kaltara, dinilai nyeleneh dan tak wajar.

Pintu air karya CV Makulawu yang menelan APBD Nunukan 2024 senilai Rp 1,6 miliar tersebut, didesain lain dari pada yang lain, dengan cara membuka pintu air diputar dari atas, dan harus naik tangga.

‘’Baru saya lihat model konstruksi pintu air model begini. Ini menyulitkan orang membukanya karena harus naik dulu ke atas, diputar handle dari atas,’’ ujar Anggota DRPD Nunukan, Andre Pratama, saat monitoring proyek fisik APBD Nunukan 2024, Selasa (15/4/2025).

Andre mengatakan, kontraktor pelaksana kegiatan, seharusnya mengacu pada sistem irigasi di daerah yang sukses dalam pertanian.

Ia mencontohkan, karena sebagian besar Sembako di Nunukan dipasok dari Sulawesi Selatan, system irigasi persawahan di wilayah Sidrap, Bone, Soppeng, seharusnya bisa menjadi rujukan.

Di daerah tersebut, dan hampir seluruh mekanisme pintu irigasi yang diketahui Andre, pintu air dibuka dengan menggunakan besi bulat semacam setir yang diputar di posisi bawah.

‘’Besi bulat macam setir itu pakai gear boks kiri kanan. Jadi tinggal diputar, pintu air terbuka. Sementara di Kampung Enrekang, atau Desa Binalawan, kita harus naik dulu pakai tangga, diputar dari atas itu barang, baru terbuka pintu airnya,’’ kata Andre merasa lucu dan miris.

Kejanggalan tersebut, menjadi kian parah karena ternyata, plat bagian bawah pintu air karya CV Makulawu tersebut bengkok, yang ditengarai menjadi alasan mengapa pintu air tak bisa dibuka.

Akibatnya, saat hujan turun, pintu air justru menjadi penyumbat aliran air, sehingga air meluap dan membanjiri warga RT 11 Desa Binalawan.

Gabah para warga terendam banjir, debit air yang seharusnya bisa diatur kuantitasnya saat musim tanam dan panen padi, justru menjadi musibah para petani di Sebatik.

Selain rusaknya pintu irigasi, lanjutnya, posisi mercu (luncuran air), harus diturunkan lagi sekitar 30 cm.

‘’Kontraktornya Usman Makulawu juga tidak kooperatif. Berapa kali Pak Desa telfon jawabannya tidak enak,’’ sesal Andre.

Andre menegaskan, Kampung Enrekang, merupakan salah satu daerah penghasil padi terbesar di Pulau Sebatik.

Terdapat areal persawahan dengan luas sekitar 132 hektar, yang menghasilkan sekitar 4 ton gabah sekali panen.

‘’Program irigasinya sangat vital dan sangat tepat sasaran. Hanya pintu airnya bermasalah. Sarana prasarana yang seharusnya mendukung ketahanan pangan di Pulau Sebatik, malah mendatangkan bencana banjir bagi warga sekitar,’’ katanya lagi.

Andre berharap, kondisi tersebut menjadi perhatian Dinas PUPR Nunukan.

‘’Saya konfirmasi PU katanya masa pemeliharaan sudah habis. Kalau menurut saya, proyek dengan nilai segitu seharusnya masa pemeliharaannya enam bulan. Kita baru masuk bulan empat. Yang jelas, PUPR Nunukan harus cari solusi atas proyek yang menjadi musibah warga petani di Sebatik,’’ tegasnya.