NUNUKAN, infoSTI – Para pemilik kapal penyeberangan internasional, Nunukan, Kalimantan Utara, menuju Tawau, Malaysia, mendatangi DPRD Nunukan, menyuarakan protes pembayaran sanksi Rp 1,6 miliar yang ditagih oleh Imigrasi Nunukan, Selasa (17/6/2025).
Perwakilan pengusaha/pemilik kapal reguler Nunukan – Tawau, Andi Darwin mengatakan, denda yang ditagihkan ke pemilik kapal sangat aneh, apalagi ada perbedaan undang undang di Indonesia dan Malaysia, terkait masa berlaku paspor.
‘’Di Malaysia, passport yang masa berlakunya tersisa tiga bulan masih boleh keluar masuk Negara. Sementara di Indonesia, masa berlaku tinggal enam bulan sudah tidak boleh. Jadi kenapa kami penyedia jasa, yang hanya mengangkut dengan kapal harus dikenakan denda,’’ ujarnya, dalam rapat dengar pendapat di DPRD Nunukan yang dipimpin Ketua Komisi 1, Andi Mulyono.
Para pemilik kapal penyeberangan Nunukan – Tawau, dikirimi surat teguran dengan Nomor : WIM.18.IMI.4.KU.04.03 – 042.
Surat tersebut, berisi ultimatum agar para pemilik/pengusaha 7 unit kapal penyeberangan Nunukan – Tawau, membayar sanksi denda mereka, dengan hitungan 1 penumpang Rp 50 juta.
Surat teguran, yang ditandatangani Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Adrian Soetrisno, pada 2 Juni 2025 ini merincikan denda yang harus dibayar :
- KM Labuan Ekspress dengan 7 penumpang, sebesar Rp 350 juta.
- KM Purnama Ekspres dengan 7 penumpang, sebesar Rp 350 juta.
- KM Mid East Ekspres dengan 8 penumpang, sebesar Rp 400 juta.
- KM Bahagia No 8 dengan 3 penumpang, sebesar Rp 150 juta.
- KM Nunukan Ekspress dengan 1 penumpang sebesar Rp 50 juta.
- KM Malindo Ekspress dengan 7 penumpang, sebesar Rp 350 juta.
- KM Kaltara Ekspress dengan 1 penumpang, sebesar Rp 50 juta.
‘’Jadi denda yang harus kami bayarkan itu sebesar Rp 1.650.000.000,’’ urai Andi Darwin.
Pengenaan denda, semua akibat ada penumpang asing dengan paspor yang masa berlakunya tersisa 6 bulan, terdiri dari 31 WN Malaysia, dan 2 WN Filipina.
Darwin mengatakan, para penumpang asing yang naik kapal, sudah melalui pemeriksaan Imigrasi Malaysia, dan keberangkatan kapal juga disahkan oleh otoritas pejabat pelabuhan setempat.
‘’Lalu salah kami dimana. Ini beda aturan masa berlaku paspor. Malaysia meski kurang tiga bulan masa berlaku paspor masih disahkan, sementara di Indonesia kalau tinggal enam bulan sudah tidak boleh. Terus kami pemilik kapal yang menanggung denda. Kan tidak masuk akal,’’ tegasnya.
Para pemilik kapal juga tidak memiliki kewenangan memeriksa paspor penumpang.
Apalagi, mereka naik kapal setelah dilakukan pemeriksaan oleh Imigrasi.
‘’Kami pernah minta agar Imigrasi menerbitkan rekomendasi agar pemilik kapal bisa memeriksa paspor penumpang. Jawabannya tidak bisa seperti itu. Terus kami tahu darimana penumpang paspornya hampir habis masa berlaku. Tahu tahu kami ditagih Rp 1,6 miliar. Apa ini logis,’’ kata dia.
Kapal kapal regular rute Nunukan – Tawau, kata Andi Darwin, sudah sangat murah hati dengan tidak pernah menaikkan harga tiket meski BBM sering naik.
Sejak 20 tahun ia mengurusi kapal penyeberangan Nunukan – Tawau, persoalan pemilik kapal didenda karena paspor penumpang bermasalah, baru terjadi.
‘’Kalau sampai billing masih ditagihkan ke kami, kami siap setop beroperasi. Kita lihat kalau Nunukan tidak ada kapal berangkat ke Malaysia seperti apa,’’ kata Andi Darwin.
Jawaban Imigrasi Nunukan
Kepala Kantor Imigrasi Nunukan, Adrian Soetrisno mengatakan, pihaknya menjalankan instruksi dari Dirjen Imigrasi untuk menagih denda pelanggaran keimigrasian tersebut.
‘’Jadi ada surat BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang dikirim ke Dirjen Imigrasi, menegur adanya tunggakan denda pembayaran di pelabuhan Nunukan. Teguran itu sampai ke kami dalam bentuk perintah penagihan, dan itu yang kami lakukan,’’ ujarnya.
Peraturan tentang masa berlaku (validity) paspor RI tercantum dalam Bagian Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Menurut Pasal 8 ayat (1), disebutkan bahwa ‘Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku.
Lalu, di bagian penjelasan UU Keimigrasian untuk Pasal 8 Ayat (1), tertulis bahwa ‘Yang dimaksud dengan “dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku” adalah dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dan masih berlaku sekurang-kurangnya selama 6 (enam) bulan sebelum masa berlakunya berakhir’.
‘’Tercantum pula konsekuensi denda untuk pelanggaran, sebesar Rp 50 juta,’’ kata Adrian.
Ia menegaskan, masalah denda ini, merupakan hasil pemeriksaaan BPK secara nasional.
Ada sekitar 20 Pelabuhan dan Bandara dengan kasus yang sama.
‘’Jadi Imigrasi melakukan pemeriksaan atas dasar manifest data yang kita scan. Data itu terbaca BPK, dan muncullah surat teguran ke Dirjen Imigrasi dan muaranya ke kami Imigrasi Nunukan,’’ urainya.
Bantahan pengusaha kapal
Penjelasan Adrian dibantah salah satu pengusaha kapal, Nur Rahmat. Ia mengingatkan agar Adrian melanjutkan membaca pasal 18 ayat 1 huruf c, dimana penanggung jawab alat angkut yang datang dari luar Indonesia, diwajibkan untuk membawa keluar warga asing yang datang tak memenuhi persyaratan.
‘’Terus kenapa itu tidak dilakukan, malah kami para pengusaha kapal yang dikenakan sanksi denda. Kan bisa disuruh pulangkan kembali ke negaranya. Kapal yang angkut yang menanggung itu. Kalau Imigrasi saklek menerapkan aturan di Nunukan, habis semua itu yang di pelabuhan,’’ katanya kecewa.
Rekomendari DPRD Nunukan
Sejumlah anggota DPRD Nunukan ikut mengkritisi kinerja Imigrasi Nunukan.
Adanya benturan aturan mengenai validity paspor seharusnya menjadi bahan evaluasi dalam melaporkan ke pusat.
‘’Sangat mungki ini (sanksi denda Rp 1,6 miliar), salah alamat. Keluar masuk orang asing wewenang siapa. Kan Imigrasi, tanda masuk diberikan Imigrasi, karena pemilik kapal tidak punya otoritas memverifikasi penumpang,’’ kata Anggota DPRD Nunukan, Gat Khaleb.
Kalau boleh jujur, kata Gat, Kabupaten Nunukan tidak bisa dilihat secara hitam ataupun putih. Dan hampir semua barang yang masuk Nunukan illegal.
‘’Artinya, jangan samakan perbatasan Negara dengan wilayah lain. Disini kita berjuang mendapat barang kebutuhan dari sebelah untuk hidup,’’ kata Gat.
Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama juga mengamini logika berfikir masyarakat.
Dari awal kedatangan ke pelabuhan sampai masuk kapal penumpang, semua calon penumpang menjalani pemeriksaan Imigrasi.
Sementara pemilik kapal, hanya sebatas mencocokkan nama dalam tiket untuk memastikan sesuai dengan manifest.
Catatannya adalah, kata Andre, seharusnya Imigrasi menindaklanjuti teguran BPK dengan hak jawab.
‘’Jelaskan kronologisnya, ada beda aturan validity antara Malaysia dan Indonesia. Kalau secara nalar ini kan tidak masuk akal. Saya sarankan jangan dibayar, biar BPK turun lapangan, lihat langsung kondisi sebenarnya di Nunukan,’’ kata Andre.
Sadam Husein mengatakan, ada yang salah dari situasi ini. Melihat kronologisnya, seakan Negara ini bangkrut sehingga mencari celah bagaimana memeras rakyatnya.
‘’Masalah penumpang paspornya kadaluarsa itu paling besar tanggung jawabnya Imigrasi. Imigrasi juga harus dikenakan denda kalau seperti itu aturannya,’’ kata dia.
Ia mencontohkan sebuah perlakuan Malaysia, ketika dirinya mendapat blacklist. Ia dipulangkan kembali ke Indonesia dengan kapal lain.
‘’Terus kenapa di Indonesia main denda yang jumlahnya tidak kecil. Sepertinya ini butuh pembahasan cukup panjang,’’ katanya.
Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan, Andi Mulyono menegaskan, kasus ini ibarat sebuah perumpamaan dimana penjual pisau diperkarakan akibat pisaunya digunakan untuk sebuah kejahatan.
‘’Kita perbatasan Negara, ada kasus yang tak kunjung selesai masalah batas territorial di Sebatik. Kita berdebat masalah sanksi validity paspor yang aturannya juga beda. Ini butuh evaluasi dan tindak lanjut,’’ katanya.
‘’DPRD Nunukan merekomendasikan agar Imigrasi membuat laporan hasil pertemuan hari ini ke Dirjen. DPRD juga meminta agar para pengusaha kapal tidak membayar denda. Selanjutnya kita akan rame rame ke Dirjen membahas soal ini,’’ tutupnya.