oleh

Kasus Pemecatan Buruh PT SIL SIP, DPRD Nunukan : Pilihannya Hanya Mempekerjakan Kembali Atau Kami Buat Pansus

NUNUKAN, infoSTI – Sejumlah buruh perusahaan kelapa sawit yang bekerja di PT Sebakis Inti Lestari (SIL)/PT Sebakis Inti Plantation (SIP), mendatangi kantor DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, Selasa (7/1/2025).

Mereka mengadukan adanya dugaan kriminalisasi terhadap Ketua PK F Hukatan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) PT SIL/SIP, Max Bana, demi membungkam para buruh yang melakukan aksi demonstrasi menuntut upah layak, sejak 21 Oktober 2024 lalu.

‘’Saya yakin, pemecatan saya dari perusahaan dan dari guru SD Pelita 1 Sebuku, adalah skenario untuk menghentikan aksi kami yang dimulai 21 Oktober 2024 lalu,’’ ujar Max saat Rapat Dengar pendapat (RDP), yang dipimpin Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan, Saddam Husein.

Max melanjutkan, tindakan Management SIL/SIP, dianggap semena mena.

Apalagi, sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nunukan, menyetujui akan mengeluarkan anjuran yang dimana akan diserahkan kepada kedua belah pihak yakni serikat buruh PK F Hukatan KSBSI dan manajemen PT. SIL/SIP.

Untuk diketahui, sejak 21 Oktober 2024, para buruh yang tergabung dalam PK F Hukatan KSBSI, memulai aksi mogok kerja dengan 5 poin tuntutan.

Masing masing :

  1. Pembayaran Upah pensiun harus sesuai aturan pemerintah
  2. Pembayaran upah pengunduran diri harus sesuai aturan pemerintah
  3. Merevisi kembali struktur skala upah
  4. Perbaikan perumahan, air bersih dan sanitasi
  5. BJR (beberapa bulan yakni bulan Juli, agustus dan September 2024 karyawan pemanen selalu mendapat upah di bawah UMK Kabupaten Nunukan).

Aksi ini, tidak berjalan mulus. Banyak intimidasi dan skenario pihak perusahaan yang semuanya bermuara pada penyetopan aksi, sampai upaya pembungkaman bagi Max Bana yang merupakan ketua KSBSI.

‘’Kepala Desa Pembeliangan bahkan mengatakan akan membubarkan serikat buruh karena demo terus. Katanya serikat buruh kami illegal, demo tidak izin Kades dan lainnya,’’ kata Max lagi.

Dalam pertemuan yang digagas Kades, GM PT SIL/SIP bahkan diminta memecat Max Bana, agar tidak ada lagi demo.

Intimidasi terus berlanjut, perusahaan mengerahkan puluhan security untuk menggali permasalahan yang pernah dibuat Max Bana sebagai guru di SD Pelita 1 Sebuku.

Kasus Max Bana yang pernah menertibkan murid muridnya saat minum tuak dan mabuk di sekolah pada 2023 lalu, kembali mencuat.

Pihak perusahaan sebisa mungkin kembali mengumpulkan pengakuan para orang tua murid, membuat dokumentasi video, dan menjadikannya sebagai bahan untuk kriminalisasi Max Bana.

‘’Padahal itu kejadian setahun lalu. Akhirnya, manajemen mulai berkumpul dan memanggil beberapa orang tua dijadikan pelapor. Karena beberapa pengakuan dari orang tua tersebut tidak tahu apa isi surat itu. Mendengar berita ini, saya sebagai guru dan sekaligus ketua serikat buruh, merasa sangat terintimidasi oleh manajemen PT. SIL/SIP,’’ kata Max.

Selanjutnya pada Sabtu (9/11/2024), Max kembali didatangi sejumlah petinggi perusahaan bersama para security, untuk menyerahkan surat PHK.

Sebuah sikap yang janggal karena seharusnya surat PHK diserahkan di kantor perusahaan, bukan di sekolah, dalam kondisi sedang mengajar.

Max kembali menegaskan, sikap KSBSI yang keukeuh mogok kerja, merupakan perjuangan untuk banyak orang, bukan untuk pengurus serikat atau, dirinya pribadi ketua serikat.

‘’Tidak lama kemudian, komandan sekuriti bersama kurang lebih 30 orang sekuriti mendatangi rumah saya untuk memberikan uang pengunduran diri. Sayapun kaget kok begitu cara mereka, kok begitu kejamnya mereka, padahal hal seperti ini, ada mekanismenya. Dipanggil ke kantor, bukan serahkan di rumah apa lagi membawa sekuriti yang begitu banyak,’’ tuturnya.

Max diperlihatkan surat berita acara, dan kwitansi untuk tanda tangan, pengunduran diri.

Namun lagi lagi, ia dengan tegas menolak, dan meminta mereka membawa pulang uang yang dibawa untuknya.

‘’Silahkan bawa uang ini, bagi saja ke manajemen, saya masih bisa mencari uang. Bapak-bapak tidak punya etika, dan tidak mengikuti mekanisme dengan baik. Di mana-hati nurani bapak-bapak,’’ kata Max.

‘’Saya pergi dari rumah dan mengendarai motor. Rupanya di setiap persimpangan jalan banyak sekuriti yang berkumpul. Mungkin manajemen PT. SIL/SIP, beranggapan bahwa saya adalah Bandar Narkoba, atau teroris atau Bandar Judi online. Sehingga rumah saya harus di kepung oleh sekuriti,’’ sesalnya.

Intimidasi berlangsung terus menerus. Pada Minggu (10/11/2024), sejumlah manajemen perusahaan sempat mendatangi rumah Max, meminta Max segera hengkang dan mengeluarkan semua barangnya.

Tapi karena rumah Max dijaga banyak anggota KSBSI, niatan perusahaan tersebut, urung dilakukan.

Puncaknya, Max menerima pesan WA dari admin sekolah, yang memberitahukan bahwa sistem finger print miliknya sudah dinon aktifkan atas intervensi perusahaan.

Kendati demikian, Max tetap bersyukur, karena semakin hari, semakin banyak teman pengurus serikat maupun anggota serikat di PT. SIL/SIP memberi dukungan.

‘’Besar harapan kami agar manajemen PT. SIL/SIP tergerak hatinya untuk menemui kami dan dapat menyelesaikan masalah PHK sepihak, dan kembalikan saya sebagai guru untuk bekerja,’’ tutup Max.

Tanggapan Managemen PT SIL SIP

Asisten Kepala (Askep) PT SIL SIP, Sutaryo, membantah PHK perusahaan tidak sesuai prosedur.

PHK yang dikeluarkan PT SIL SIP, bahkan berdasar pada aksi pemukulan Maximus Bana, kepada para pelajar sekolah swasta yang didirikan perusahaan.

‘’Penganiayaan terhadap anak anak merupakan kejahatan dan tidak ada pembenaran. Saudara Max Bana, melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak, dan kami pihak perusahaan berupaya melindungi mereka dari tindak kekerasan seperti yang dilakukan saudara Max Bana,’’ jelas Sutaryo.

Dalam surat PHK, dicantumkan sejumlah pasal pidana tentang penganiayaan anak, yang dianggap memperkuat keputusan PT SIL SIP dalam memecat Max Bana.

‘’Kami melakukan wawancara kepada orang tua murid murid yang menjadi korban pemukulan Max Bana. Mereka membenarkan kekerasan itu. Pernyataan mereka terlampir dalam berkas PHK dan disaksikan Kepala Sekolah, dan ditandatangani pihak keluarga korban,’’ urainya.

Perusahaan juga telah mencoba membayar hak Max Bana, namun ditolak begitu saja.

Lebih dari itu, Max Bana, menggerakkan serikat buruh untuk mogok kerja, sehingga berakibat terhentinya produksi, aktifitas panen, hingga berimbas pada kerugian perusahaan.

Bahkan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Kaltara, menyatakan, aksi mogok kerja para buruh adalah tindakan illegal.

‘’Tuduhan kami tidak memberikan upah maupun tempat tinggal layak, tidak berdasar. Meski kami tidak bisa memberikan fasilitas wah, tapi kalau rumah, tidak jelek jelek amatlah,’’ tegas Sutaryo.

DPRD beri waktu penyelesaian 2 hari

Hering atau Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar hari ini, merupakan hering kedua, setelah sebelumnya rapat tidak dihadiri pihak perusahaan PT SIL SIP.

Para Anggota DRPD Nunukan yang hadir, sepakat agar PT SIL SIP, mempekerjakan kembali Maximus Bana.

Yawong Salaju mengatakan, DPRD Melihat ada kejanggalan dan indikasi perusahaan melakukan rekayasa kasus, untuk memuluskan langkah pemecatan Max Bana.

‘’Kalau perusahaan tidak mau dikatakan mengkriminalisasi Max Bana yang notabene seorang Ketua Serikat Buruh, beri dasar yang kuat. Pernahkah yang bersangkutan diberikan SP 1, SP 2 dan seterusnya,’’ kata dia.

‘’Kalau memang dikatakan terlibat pidana, mana buktinya. Sedangkan Disnaker Nunukan sudah mengeluarkan rekomendasi untuk mempekerjakan kembali Max Bana, kenapa tidak dipatuhi perusahaan,’’ kata dia.

Anggota DPRD lain, Andre Pratama, memberikan banyak catatan atas kasus ini.

Ia mempertanyakan, jika PT SIL SIP begitu yakin Max Bana melakukan tindak pidana, apakah proses hukumnya sudah inkracht.

Sehingga Max dipecat begitu saja, padahal kasus dugaan pemukulan muridnya, telah diselesaikan dengan kesepakatan damai pada 2023 lalu di Pos Polisi setempat.

‘’Jangan perusahaan bertindak seolah anda pengadilan. Tersangkapun belum tentu terpidana. Ini negara hukum. PT SIL SIP bukan pengadilan, bukan kepolisian, jangan beberkan pasal KUHP dalam pemecatan. Itu arogan, sementara tidak pernah ada SP 1 dan seterusnya,’’ kata Andre.

Andre juga mempertanyakan rumah rumah karyawan yang tak layak, yang kondisinya tak lebih baik dari kamp perang.

Rumah tinggal rusak di semua bagian, satu rumah berdesakan dengan diisi 3 KK dan lainnya.

Andre memperlihatkan sejumlah foto foto mess karyawan PT SIL SIP, yang sangat memprihatinkan.

‘’Kalian tempatkan karyawan di sebuah bangunan layaknya kamp NAZI. Pekerja yang menghasilkan miliaran rupiah bagi kalian, layakkah mendapat perlakuan demikian,’’ kata Andre.

Melihat langsung kondisi rumah tinggal karyawan dan perlakukan PT SIL SIP, dugaan kriminalisasi terhadap Max Bana, kian menguat.

‘’Bahkan rekomendasi Pemerintah saja tidak diindahkan, apa yang tidak bisa kalian lakukan. DPRD dapat laporan dari Bagian Ekonomi Pemkab Nunukan, PT SIL SIP tidak pernah membayarkan CSR, padahak sudah beroperasi 25 tahun. Dan sampai hari ini, perusahaan tidak memiliki plasma,’’ bebernya.

‘’Saya mengajak teman teman DPRD yang 30 orang ini, mari kita ke PT SIL SIP, kita saksikan langsung keadaan ini, Miris kita dengarnya. Bagaimana mereka bisa memanusiakan manusia, sementara perusahaan ternyata tidak menghormati Pemda Nunukan,’’ sesalnya.

Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan, Sadam Husein yang memimpin rapat, memberi deadline waktu 2 hari untuk PT SIL SIP, memberikan jawaban.

Apakah akan melaksanakan rekomendasi Dinas Tenaga Kerja dan pendapat para wakil rakyat, atau keukeuh memecat Max Bana.

‘’Kalau setelah dua hari tidak ada jawaban, apakah perusahaan mempekerjakan kembali Max Bana atau memecat dia. Kita akan lanjut ke pembentukan Pansus. Kita kupas tuntas semua masalah PT SIL SIP,’’ kata Sadam.

Bagaimanapun, lanjutnya, Kabupaten Nunukan, adalah milik warga Nunukan.

Sikap perusahaan yang hanya mengeruk kekayaaan Nunukan tanpa mau mematuhi aturan tentu harus dipertanggung jawabkan, baik secara moral dan secara hukum.

Berkaca pada kasus Max Bana, tidak menutup kemungkinan, PT SIL SIP sedang memainkan aksi memotong kepala ular, dengan memecat kepala buruh perusahaan, agar demonstrasi tidak terus terjadi.

‘’Jadi waktu perusahaan dua hari. Kalau tidak ada jawaban, kami segera bentuk Pansus, dan kita lakukan penyelidikan mendalam. Tentunya tidak sebatas kasus ini,’’ tutup Sadam.