NUNUKAN, infoSTI – Perguruan Pencak Silat Pagar Nusa di Perbatasan RI – Malaysia, Nunukan, Kaltara, menggelar aksi damai bertajuk Santri Bela Kiai, memprotes tayangan program Expose Uncensored di stasiun televisi Trans7, yang dianggap melecehkan dunia pesantren, Minggu (19/10/2025).
Ketua Pagar Nusa Nunukan, Muhammad Aris mengatakan, tayangan Expose Uncensored edisi 13 Oktober 2025, menggunakan narasi provokatif dan merendahkan Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri.
“Keberkahan ilmu hanya akan turun kepada murid yang memuliakan gurunya dan menjaga kehormatan para gurunya. Pesan ini bukan sekadar dawuh K.H. Hasyim Asy’ari dalam kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim. Tapi ini adalah fondasi keberadaan kita sebagai santri,” ujar Aris.
“Tanpa ta’dzim kepada kiai, hilanglah keberkahan ilmu. Tanpa penjagaan terhadap pesantren, runtuhlah benteng peradaban bangsa,” tegasnya.
Aris membantah keras narasi sesat yang menuduh pesantren sebagai penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat.
Menurutnya, narasi tersebut, tidak hanya keliru secara fakta. Tapi juga mengingkari sejarah.
Pesantren justru menjadi pusat lahirnya ulama, pejuang kemerdekaan, pendidik bangsa, dan penjaga akhlak umat.
“Jika hari ini Islam dikenal sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia dan diterima sebagai kekuatan peradaban yang damai dan moderat, maka pesantren adalah pilar utamanya,” katanya lantang.
Aris mengakui, aksi kali ini merupakan sebuah kemarahan para santri Nahdhatul Ulama.
Namun, kemarahan yang terjadi, lahir dari cinta terhadap kyai. Sebuah kemarahan yang dikendalikan oleh adab, untuk mempertahankan kehormatan bangsa.
Kemarahan untuk menunjukkan kesiapsiagaan santri dalam menjaga kiai dan pesantren, penjaga akhlak bangsa dan benteng terakhir peradaban Islam Nusantara.
“Saya ingin katakan, Hari Santri bukan sekadar seremoni tahunan. Ia adalah peneguhan ruh Resolusi Jihad yang dikobarkan para kiai pada 22 Oktober 1945,” tuturnya.
“Saat itu, para kiai tidak hanya mengeluarkan fatwa, tetapi memimpin langsung barisan jihad demi mempertahankan agama dan kemerdekaan bangsa,” kata dia.
“Jika dahulu para santri mengangkat bambu runcing melawan penjajah, maka hari ini, Pagar Nusa mengangkat kesiapsiagaan moral dan spiritual untuk menghadapi penjajahan baru, penjajahan terhadap martabat kiai, terhadap pesantren, dan terhadap identitas Islam Ahlussunnah wal Jamaah di bumi Nusantara,” teriaknya.
Gerakan bela kyai, katanya, hanya akan berhenti ketika seluruh serangan terhadap identitas kiai dan pesantren lenya.
Kehormatan kiai dan pesantren kembali tegak sebagaimana mestinya.
“Inilah garis perjuangan kita, garis yang tidak bisa ditawar dan tidak akan pernah kita mundurkan,” sambungnya.
Kapolres Nunukan, AKBP Bonifasius Rumbewas, memberikan apresiasi atas gerakan Pagar Nusa.
Aksi damai, menunjukkan kelas Pagar Nusa sebagai cendekia. Sebagai warga negara yang taat hukum, dan sebagai warga negara yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat.
Polres Nunukan, sebagai teman, sahabat, dan rekan, senantiasa memberikan ruang dan kesempatan kepada siapapun untuk menyampaikan aspirasi.
“Kepada seluruh pengurus Pagar Nusa, kami mengucapkan terima kasih atas pelaksanaan kegiatan hari ini yang berjalan dengan penuh khidmat, kekeluargaan, dan kedewasaan. Kami yakin dan percaya, kegiatan ini akan menjadi buah yang manis serta contoh yang baik bagi masyarakat, juga bagi kelompok-kelompok lain di seluruh wilayah Kabupaten Nunukan,” kata Boni.
Untuk diketahui, Pagar Nusa merupakan Badan Otonom (Banom) Nahdlatul Ulama (NU) yang berfokus pada bela diri dan penguatan nilai-nilai kebangsaan serta keagamaan di kalangan santri dan kader NU.
Di Kabupaten Nunukan, jumlah anggota Pagar Nusa tercatat sekitar 800 orang yang tersebar di berbagai kecamatan dan pesantren.