NUNUKAN, infoSTI – Aksi penangkapan kapal pemasok ikan laut untuk wilayah pedalaman Nunukan, Kalimantan Utara, oleh Direskrimsus Polda Kaltara pada pertengahan Agustus 2025, berimbas pada kelangkaan ikan laut.
Ikan yang digemari masyarakat seperti jenis Ikan Layang, Ketombong, Rumah Rumah, yang dijual dengan harga terjangkau masyarakat di pelosok, sulit didapat di pasar.
Masalah ini, kembali dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan, Selasa (2/9/2025).
‘’Banyak masyarakat bertanya ke kami masalah kelangkaan ikan di daerah pedalaman Nunukan, seperti di Sebakis, Sebuku dan sekitarnya. Ini imbas dari penangkapan kapal pemasok ikan,’’ ujar perwakilan Kodim 0911 Nunukan, Kapten Joan Agus, pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi 2 DPRD Nunukan, Andi Fajrul Syam.
Pasca penangkapan yang dilakukan pertengahan Agustus 2025 lalu, pengusaha jasa angkutan kapal ikan lain, takut beraktifitas dan menjadi kendala dalam distribusi ikan laut.
Pada prinsipnya, ada kebijakan bersama di semua instansi dan aparat keamanan di Nunukan untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan pokok bagi warga pedalaman dan terisolir di perbatasan RI – Malaysia.
Kebijakan tersebut disepakati sebagai lokal wisdom/kearifan lokal.
Sayangnya, kesepakatan dalam bingkai kearifan lokal, tidak berlaku ketika aparat dari satuan atas, melakukan operasi di Nunukan.
‘’Dan ini sangat disayangkan sekali. Karena kami yang di daerah bisa dikatakan menutup mata setelah memastikan yang dimuat adalah ikan untuk kebutuhan masyarakat Nunukan, bukan barang terlarang,’’ sesalnya.
Kodim 0911 Nunukan, lanjut Joan, tentu melakukan pengawasan ketat dan pemeriksaan mendetail terhadap semua barang dari luar Nunukan.
Kalaupun ada indikasi barang tersebut dibawa keluar Nunukan, sudah pasti ada tindakan tegas atas masalah tersebut.
‘’Tapi selama itu ada di wilayah Nunukan, kita permudah, karena kita tahu bagaimana kondisi wilayah kita. Mungkin di daerah kota ikan laut banyak sekali, tapi tidak di pedalaman. Kondisi hari ini memang terjadi kelangkaan ikan laut disana,’’ tegasnya.
Joan juga menyesalkan adanya penahanan kapal kayu pemuat ikan yang membuat para pemasok ikan tak mau mengirim ikan ke pedalaman, selama belum ada kejelasan status hukum dari salah satu kapal yang diamankan Polda Kaltara pada Agustus 2025 lalu.
Banyaknya aduan masyarakat yang mengeluhkan kelangkaan ikan laut, tentu tak bisa dipandang sebelah mata.
Sebagai prajurit TNI, ia harus menyuarakan keresahan tersebut dan mencoba sebisa mungkin mencari solusi pemecahan masalah dimaksud.
‘’Kami TNI ada Sumpah Prajurit, ada Sapta Marga, dan 8 Wajib TNI. Amanahnya adalah mengatasi kesulitan rakyat. Mari sama sama kita fikirkan masalah ini,’’ kata Joan.
Perwakilan LANAL Nunukan, Lettu Manurung, menegaskan, kearifan lokal untuk daerah perbatasan Negara, memang menjadi salah satu kendala dalam penegakan hukum yang saklek.
Beruntungnya, TNI AL memiliki kebijakan komando yang fleksibel dalam tindak kejahatan di laut, yang diarahkan untuk diselesaikan di wilayah operasi pangkalan AL terdekat.
‘’Jadi karena proses hukumnya di LANAL Nunukan, tentu kita mempertimbangkan kearifan lokal,’’ kata dia.
Yang perlu dicatat, kata Manurung, Forkopimda seharusnya menentukan rute laluan kapal hingga koordinat tujuan.
Hal tersebut, untuk mengantisipasi penyalahgunaan kebijakan kearifan lokal.
‘’Jangan sampai disalahgunakan. Pas kita periksa barangnya menunjukkan rekomendasi lokal wisdom, tapi ternyata dilansir ke kapal lain dibawa keluar Nunukan,’’ kata Manurung.
Kanit Tipidter Polres Nunukan, Ipda Bilal Brata, juga mengamini penjelasan Kodim 0911 Nunukan dan LANAL Nunukan terkait lokal wisdom.
Hanya saja, berbeda dengan TNI dalam penindakan di lapangan, Polisi yang berasal dari satuan diatas Polres, jarang berkoordinasi terhadap penindakan kasus di wilayah hukum mereka.
‘’Kalau ditanya apakah Polres tahu penangkapan kapal ikan kemarin, jawabannya kami tahu. Tapi yang perlu diketahui, ketika penindakan dilakukan oleh satuan atas, seluruh prosesnya tidak bisa sama sekali kita campuri,’’ jelasnya.
Percepat perizinan
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara, Rukhi Sayahdin menjelaskan, implementasi impor ikan di Kabupaten Nunukan belum terlaksana karena masih maraknya penjualan ikan secara tradisional.
Sampai hari ini, masyarakat Nunukan lebih memilih belanja ikan di Tawau karena lebih dekat dan bisa melintasi jalur jalur illegal.
Biasanya, mereka mendatangkan ikan jenis Pelagis sebanyak 5 ton perhari. Di sisi lain, jika mengharap pengiriman ikan dari Sulawesi, ikan baru sampai Nunukan setelah 42 jam.
‘’Kenapa ikan ikan dengan harga ekonomis tersebut selalu diambil di Malaysia, kita tidak punya SDM yang mampu mengoperasikan alat tangkap ikan Pelagis, Purse Sein. Jadi solusinya hanya impor,’’ kata Rukhi.
Selain itu, SKPT di Sebatik juga tidal bisa memfasilitasi impor ikan jenis Pelagis, karena bukan merupakan komoditi ekspor impor.
Belum lagi PLBN Sebatik yang belum diketahui kapan akan beroperasi.
‘’Cara sederhanya, jalankan regulasi impor. Penuhi kelengkapan berkasnya, dan kapal kapal ikan kita terhindar dari penangkapan aparat,’’ tegasnya.
Asisten 2 Pemkab Nunukan, Asmar mengatakan, Pemda sudah meminta OPD pengampu untuk membantu legalisasi kapal kapal pemasok ikan.
Ia mengakui, kearifan lokal adalah sebuah kebijakan sementara yang pada prinsipnya membuat pimpinan tersandera.
‘’Kearifan lokal itu sebuah kebijakan karena menimbang dan menjaga ketersediaan kebutuhan masyarakat. Dan mau tak mau, kita harus akui itu illegal,’’ kata dia.
Kearifan lokal, lanjutnya, adalah bagian dari komitmen sementara, yang pada akhirnya tak mampu menjadi jawaban ketika dibenturkan dengan aturan perundangan.
‘’Lokal wisdom hanya berlaku di lingkup Kabupaten Nunukan. Mungkin perlu kita memberikan batas waktu untuk mengurus izin, karena memang legalitas itu yang membuat kita terhindar dari penangkapan aparat,’’ jelasnya.
Suara DPRD Nunukan
Statemen Pemda inipun menuai kritik dari Anggota DPRD, Donal, ia mempertanyakan kinerja pemerintah dan menilai kasus penangkapan kapal pemasok ikan adalah kelalaian Pemda Nunukan.
‘’Itu mereka bertahun tahun beroperasi mengirim ikan, dan ditangkap terus rebut. Saya tidak salahkan aparat karena itu tugas mereka. Saya salahkan Kepala Dinas yang katakan melakukan pembiaran terhadap tindak illegal yang terjadi,’’ katanya.
Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, meminta agar DKP Kaltara memberikan bimbingan pendirian koperasi nelayan demi lancarnya distribusi ikan ke pedalaman.
Dan yang lebih penting, ia meminta agar Polda Kaltara lebih bijak dalam melakukan penindakan di wilayah perbatasan Negara.
‘’Selama barang masih di area Kabupaten Nunukan, kita sepakat tak masalah. Tapi kalau lewat satu senti saja dari perbatasan Nunukan, silahkan tangkap,’’ katanya.
‘’Dan kita semua di DPRD Nunukan memohon agar Polda Kaltara, mengembalikan dulu kapal yang diamankan kemarin demi kebutuhan masyarakat. Kita upayakan legalitas yang diperlukan agar tidak ada lagi kasus serupa,’’ pintanya.
Kronologis kasus
Sebelumnya, Asosiasi Pemasok Ikan Nunukan (ASPIN) mengadu ke DPRD Nunukan, Kalimantan Utara.
Mereka mengeluhkan aparat keamanan yang dianggap menjadikan mereka target penangkapan.
Selama ini, pasokan ikan yang dikonsumsi masyarakat perbatasan RI–Malaysia berasal dari Malaysia. Penangkapan kapal pemasok dinilai berpotensi memicu kelangkaan ikan untuk daerah pedalaman.
“Kapal kami, KM Manafman 02 sudah dua kali ditangkap aparat. Yang terakhir pada Kamis 14 Agustus 2025 di Perairan Sei Ular. Kapal memiliki kelengkapan berkas,” ujar juru bicara ASPIN, Qori dan Kasman, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan, Jumat (22/9/2025).
“Hanya saja ikan yang dimuat tidak memiliki sertifikat kesehatan ikan karena dari Tawau tidak pernah mengeluarkan sertifikat itu,” sambungnya.
KM Manafman 02 mengangkut 61 boks ikan beragam jenis asal Tawau, Malaysia.
Sebanyak 36 boks dibongkar di Pasar Jamaker, sedangkan 25 boks diperuntukkan bagi wilayah pedalaman, seperti Seimanggaris, Kanduangan, Sebakis, hingga Sebuku.
“Dan kapal kami ditangkap di Sei Ular, perairan Nunukan oleh Direskrimsus Polda Kaltara. Mobil yang bertugas jemput ikan juga diamankan,” urai Qori.