oleh

Sebanyak 477 Karyawan PT KHL Nunukan Dipecat Karena Mogok Kerja dan Diusir dari Barak Perusahaan

NUNUKAN, infoSTI – Serikat Pekerja Nasional (SPN) perusahaan kelapa sawit PT Karang Juang Hijau Lestari (KHL) di Nunukan, Kalimantan Utara, mendatangi DPRD Nunukan, Senin (27/5/2025).

Mereka mengadukan pemecatan/PHK terhadap 477 dari 700 karyawan yang mogok kerja demi menuntut haknya, dan tindakan represif perusahaan yang mengusir serta memaksa para buruh mengosongkan barak perusahaan.

Dalam hering/RDP (Rapat Dengar Pendapat) yang dipimpin Ketua Komisi 3 DPRD Nunukan, Rian Antoni, dan dihadiri perwakilan PT KHL tersebut, juru bicara SPN, Kornelis, sekaligus menjabarkan 19 tuntutan karyawan. Masing masing,

  1. Perusahaan menolak perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
  2. Karyawan menolak penerapan satuan waktu dan satuan hasil.
  3. Karyawan sakit tapi tetap diberikan pekerjaan.
  4. Pemotongan gaji untuk bayar alat kerja.
  5. Penggunaan hak dan upah atas semua komponen cuti dan hak istirahat sesuai Pasal 93 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
  6. Pekerjaan tambahan tanpa perhitungan upah bagi pemanen.
  7. Tidak adanya pemenuhan penyediaan air bersih oleh perusahaan.
  8. Pelayanan kesehatan di klinik yang tidak memadai.
  9. Sosialisasi perhitungan hasil/upah.
  10. Menolak denda mangkir yang tidak sesuai ketentuan Undang-Undang.
  11. Keabsahan slip gaji. Slip gaji hanya berbentuk daftar upah secara global.
  12. Sejumlah fasilitas perumahan yang tidak layak huni di KHL 2,3 dan 5.
  13. Transparansi terkait volume kerja/BJR dan/basis.
  14. Menolak denda panen.
  15. Variasi basis bagi pemuat TBS.
  16. Perlindungan dan layanan akibat kecelakaan kerja.
  17. Menolak mutasi terhadap Pengurus dan Anggota Serikat Pekerja Nasional karena bertentangan dengan ketentuan Pasal,28 Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh sebagai tindakan intimidasi.
  18. Status karyawan Borongan/Kontrak.
  19. Fasilitas pendidikan kurang memadai dan kesediaan guru yang tidak kompeten.

‘’Menindaklanjuti gagalnya upaya perundingan Bipartit sebagaimana ketentuan Pasal 3 Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, kita lakukan mogok kerja sebulan penuh, terhitung 5 Mei sampai 5 Juni 2025,’’ ujar Kornelis.

Namun saat aksi berjalan, PT KHL justru memecat 477 karyawan dan mengusir mereka dari Barak Perusahaan.

Para buruh mendapat intimidasi dari aparat keamanan, padahal, kata Kornelis, mogok kerja dijamin oleh Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan, khususnya dalam Pasal 137 hingga 147.

‘’Perusahaan juga melakukan mutasi ketua SPN PT KHL ke perusahaan lain yang bukan satu grup, yang tentunya hal tersebut, menyalahi aturan,’’ imbuhnya.

Sejumlah masalah yang diuraikan Kornelis, diharap menjadi bahan evaluasi bagi perusahaan, apalagi PT KHL sudah mengantongi sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Kornelis kembali menegaskan bahwa mogok kerja adalah upaya SPN dalam rangka mendesak perusahaan melakukan perbaikan kondisi kerja dan upaya perbaikan terhadap semua tuntutan yang telah disampaikan kepada perusahaan, namun belum dipenuhi hingga saat ini.

‘’Sayangnya, perusahaan malah memperalat oknum anggota TNI/Polri dalam upaya pengusiran paksa karyawan dari barak perusahaan,’’ kata dia.

Jawaban PT KHL

Perwakilan PT KHL, Wicky, membantah semua tudingan SPN.

Selama ini, perusahaan selalu memiliki slogan karyawan senang perusahaan sejahtera, dimana aturan yang dibuat, tentunya untuk kesejahteraan para karyawannya.

‘’Yang perlu dicatat, risalah hasil perundingan Bipartit kami berkesimpulan melanjutkan masalah tuntutan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) atau lanjut ke Tripartit. Tidak ada perundingan gagal, seperti yang dikatakan SPN,’’ jawab Wicky.

Selain itu, sejak perusahaan menerima surat pemberitahuan mogok kerja 700 karyawan pada 19 April 2025 lalu, managemen sudah melakukan imbauan agar tidak melakukan aksi tersebut.

Namun, anjuran tersebut tidak diindahkan, meski imbauan dimaksud selalu diumumkan oleh petugas lapangan dan pada setiap apel.

Wicky juga menjawab sejumlah tuntutan SPN. Alasan PT KHL menolak PKB, karena perusahaan masih menerapkan system PP (Peraturan Perusahaan) sampai Desember 2026.

Perusahaan juga masih menerapkan kombinasi satuan waktu dan satuan hasil, dengan penerapan system jam kerja dengan memberikan basis target.

‘’Ketika target tercapai, para pekerja mendapat premi, dengan hasil kerja tergantung pribadi masing masing, yang besaran preminya juga bervariasi. Ada yang standar UMR, ada yang lebih, bahkan ada yang sampai dua digit,’’ jelasnya.

‘’Perusahaan juga memberikan insentif kehadiran. Dimana pekerja yang rajin akan mendapat reward dari perusahaan,’’ imbuhnya.

Adapun terhadap keluhan lain seperti barak yang tak layak huni, perusahaan mempersilahkan DPRD melihat langsung ke lokasi, dan menilai sendiri kelayakan barak.

‘’Untuk air bersih, sudah enam bulan kami berusaha mencari sumber air tapi mengalami kebuntuan. Artinya, kami tidak diam dengan tuntutan mereka,’’ imbuhnya.

Perusahaan juga tidak pernah melarang cuti, dengan catatan, izin diberikan tertulis sebagai dasar managemen memberikan izin.

‘’Dan untuk pengusiran karyawan dari barak, kita tidak mengusir. Kita mengimbau mereka mengosongkan barak, untuk ditempati karyawan baru pengganti mereka yang sudah tidak lagi bekerja,’’ kata Wicky.

Tanggapan DPRD Nunukan

Pimpinan rapat, Rian Antoni yang merupakan Ketua Komisi 3 DPRD Nunukan menegaskan, pihaknya sudah menugaskan 3 anggota DPRD untuk mengumpulkan keterangan langsung di PT KHL.

‘’RDP ini adalah langkah awal untuk menyelesaian keributan yang terjadi. Setelah teman teman DPRD kita yang bertugas melihat fakta di lapangan kembali, kita akan punya gambaran untuk melakukan tindakan,’’ kata Rian.

Anggota DPRD Nunukan, Gat Khaleb menilai, PT KHL adalah perusahaan nakal, karena hampir setiap periode bergantinya Bupati, selalu terjadi hering.

Ia menilai, kericuhan yang terjadi, timbul dari ketakutan perusahaan terhadap terbentuknya SPN.

‘’Padahal pekerja memiliki hak untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh. Ini dijamin oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,’’ kata dia.

Anggapan ini, diperkuat dengan kebijakan mutasi perusahaan terhadap ketua SPN PT KHL ke perusahaan lain, yang seakan menjadi usaha melumpuhkan serikat.

‘’Jadi saran saya hanya dua. Kembalikan hak karyawan dan biarkan mereka kembali bekerja. Untuk Pemda, evaluasi HGU perusahaan, sebagaimana perintah Presiden baru baru ini,’’ tegasnya.

Saran Gat Khaleb dikuatkan Ketua Komisi 1 DPRD Nunukan, Andi Mulyono.

Ia meminta PT KHL tidak melihat aturan dengan kaca mata kuda.

Melainkan ada sesuatu yang mengharuskan diskresi, dan mengedepankan aspek kemanusiaan.

Perusahaan juga tidak boleh melakukan pembungkaman suara buruh, karena itu menjadi hak mereka berserikat.

‘’Kalau anda hanya keukeuh mengatakan apa yang dilakukan adalah aturan, ada konsekuensi hukum juga ketika aturan tersebut menimbulkan gejolak masyarakat,’’ kata Andi.

‘’Apakah semua yang di PHK sudah diinvestigasi kesalahan mereka. Jangan hanya ikut ikutan lalu main pecat. Tolong bisa direkrut kembali,’’ kata dia.

Untuk diketahui, video pengusiran para buruh PT KHL dari Barak Perusahaan sempat ramai di Medsos, dan menjadi salah satu masalah yang dibawa SPN ke DPRD Nunukan.