NUNUKAN, infoSTI – Gedung Fasilitas Kesehatan/Faskes di Pelosok Lebion, Desa Tepian, Kecamatan Sembakung, Nunukan, Kalimantan Utara, tak berfungsi sejak dibangun dengan anggaran desa sekitar 2017.
Nihilnya Tenaga Kesehatan (Nakes) membuat bangunan yang diharap bisa melayani kesehatan warga pedalaman ini, hanya menjadi bangunan kosong dan terbiar hampir 9 tahun lamanya.
‘’Kalau ada yang sakit dan butuh perawatan, fasilitas kesehatan yang terdekat itu di Pustu Desa Tepian. Kita harus naik perahu, dan menempuh jarak lumayan jauh,’’ ujar Kades Tepian, Nurdiansyah, dihubungi, Jumat (18/4/2025).
Nurdiansyah mengatakan, Di Desa Tepian, ada dua Pustu (Puskesmas Pembantu), masing masing, Pustu Lebion dan Pustu Tepian.
Namun hanya ada Nakes Honorer yang melayani Pustu Tepian, dengan fasilitas seadanya.
“Mayoritas warga yang dilarikan ke Pustu Tepian, akan dirujuk ke Kabupaten Tana Tidung (KTT) atau ke Kota Tarakan,” kata dia.
Nurdiansyah menuturkan, perjalanan menuju Tarakan atau KTT, lebih dekat dan murah ketimbang menuju Kota Nunukan.
Untuk menuju Nunukan, biasanya perjalanan ditempuh dengan speed boat 40 PK.
Jumlah BBM yang dibutuhkan sekitar 80 liter dengan harga perliter Rp 15.0000, atau biaya Rp 1,2 juta.
Sementara menuju ke Tanah Merah di KTT, butuh BBM 15 liter atau Rp 225.000. Dan ke Tarakan, butuh 60 liter BBM atau Rp 900.000.
‘’Posisi kami lebih dekat ke KTT atau Tarakan dibandingkan ke Nunukan Kota,’’ kata Nurdiansyah.
Nurdiansyah juga seringkali mengeluhkan permasalahan nihilnya Nakes di Lebion ke Pemerintah Daerah.
“Sudah sering kita keluhkan ke Camat, kita sampaikan ke DPRD, ke Pemda, tapi masih belum ada tanggapan. Kita dulu bangun Pustu Lebion itu pakai anggaran desa,” katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Nunukan, Miskia, mengatakan, bangunan yang dianggap Pustu oleh masyarakat, sebenarnya adalah Posyandu.
Sehingga, tidak ada penempatan Nakes tetap di bangunan tersebut.
“Tapi layaknya Posyandu, petugas Nakes kami melakukan pemantauan dan tugas kesana sebulan sekali. Jadi yang tercatat sebagai Pustu itu di Desa Tepian, memang cukup jauh jaraknya, di Lebion itu semacam Posyandu saja,” ujar Miskia.
Miskia mengakui, keluhan kekurangan Nakes banyak terjadi di wilayah pedalaman.
Hal tersebut menjadi simalakama, karena Pemerintah Pusat tidak mengizinkan adanya pemanfaatan tenaga honorer.
Kendati demikian, persoalan Lebion, akan menjadi catatan khusus.
“Kita menunggu SK PPPK yang keluar tahun ini, kita akan lihat apakah memungkinkan (secara regulasi) ditugaskan di Lebion. Terus terang pelarangan untuk mempekerjakan tenaga honor sangat terasa dampaknya, khususnya kita di wilayah perbatasan,” kata Miskia.