NUNUKAN, infoSTI – Polres Nunukan, Kalimantan Utara, menggelar Buka Puasa bersama insan pers, sebagai salah satu perintah Mabes Polri untuk mempererat sinergytas, Kamis (13/3/2025).
Acara yang digelar berbarengan dengan Mapolres dan Mapolda se-Indonesia ini, dilakukan serentak secara daring, melalui zoom meeting.
Video menampilkan suasana para Polisi di Jakarta yang membagikan takjil kepada ratusan masyarakat di jalan raya.
Terlihat Wakapolri Komjen Pol Ahmad Dofiri, memimpin kegiatan tersebut.
Acara bukber Polri bersama media ini juga mengundang ustad kondang, Das’at Latif.
Dalam tausiyah yang disampaikan, ulama asal Pinrang, Sulawesi Selatan ini, membahas pentingnya tabayyun, atau cek dan ricek kabar yang didengar, demi memastikan akurasi dan kebenaran info tersebut.
Ia mencontohkan sebuah kejadian di zaman Nabi Besar Muhammad, ketika salah seorang sahabat Nabi bernama Abu Hurairah di pasar, mengabarkan bahwa ada jaminan masuk surga, bagi orang yang mengucapkan kalimat Syahadat.
“Info itu didengar Umar Bin Khotob. Untuk memastikan info tersebut, ia menemui Nabi Muhammad dan menanyakan langsung kebenaran berita tersebut,” ujarnya dalam Tausiyah.
Saat itu, Umar berpendapat bahwa kabar tersebut, akan berbahaya dan menimbulkan multi tafsir.
Orang yang mendengar akan beranggapan meski dia mencuri, membunuh tetap dijamin masuk surga, sehingga kabar demikian, tidak boleh disebarkan di sembarang tempat.
“Kalau dalam dunia jurnalistik, aksi Umar namanya cek and ricek, bahasa agamanya tabayyun. Dan ini teori dasar bagi para wartawan,” kata beliau.
Antisipasi adanya multi tafsir dalam sebuah ungkapan, juga menjadi pelajaran berharga, dengan memperhatikan teori “Likulli maqam maqal, wa likulli maqal maqam,”.
“Tiap-tiap tempat ada kata-katanya yang tepat, dan pada setiap kata, ada tempatnya yang tepat,” lanjut Ustad Das’at.
Ungkapan tersebut mengandung makna dalam, dimana sebuah berita harus ditulis dengan sebenar benarnya, dengan memperhatikan dampak dari isi berita tersebut.
Demikian juga, sebuah amalan atau perbuatan, khususnya puasa Ramadhan, harus membuat pelakunya berubah.
Karena berpuasa, lanjut Ustad Da’at, ada dua jenis.
Pertama puasa ular, yang meskipun dia menahan lapar dan haus demi bisa berganti kulit, setelah melalui proses menyakitkan tersebut, dia tetap seekor ular.
“Kalau orang tidak berubah setelah puasa, maka dia menjalankan puasa ular,” tegasnya.
Sementara jenis puasa kedua, adalah puasa seekor ulat.
Ulat akan memakan semua daun, dan berpuasa saat bertransformasi menjadi kepompong.
“Setelah kepompong terbuka, keluar makhluk indah bernama kupu kupu. Dia tidak makan sembarangan, hanya saripati bunga, tanpa merusak kelopak, bahkan menabur benih bunga kemana mana,” urainya.
Filosofi tersebut, bisa diartikan boleh saja melakukan penambangan, asalkan tidak merusak alam.
Boleh saja memanfaatkan laut tapi tidak harus dipagar yang menyulitkan nelayan mencari nafkah.
“Begitu juga sebuah pemberitaan, harus berdampak positif. Dampak positif itu yang membangun, layaknya transformasi kupu kupu. Tidak sembarang memakan makanan dalam arti, tidak boleh menulis sebuah berita tanpa cek dan ricek,” kata Das’at Latif.
Sementara itu, Waka Polres Nunukan, Kompol Marhadiansyah Tofiqs Setiaji, menegaskan, menjaga kemitraan dengan para wartawan, adalah sebuah komitmen korps Bhayangkara, untuk Polri yang Presisi (Prediktif, responsibilitas, dan transparansi, berkeadilan).
“Dan kita selalu butuh wartawan untuk menyebarkan ke masyarakat, bagaimana polisi melakukan penegakan hukum objektif, transparan, akuntabel dan berkeadilan,” kata Marhadiansyah.