NUNUKAN, infoSTI – Warga dataran tinggi Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara, memiliki kisah menyedihkan menjelang perayaan Natal 2024.
Ratusan mereka, berebut tiket pesawat, bahkan rela menempuh jalur darat, dengan resiko berhari hari melewati jalan rusak dan menunggu arus sungai surut, sehingga harus bermalam berhari hari di tengah hutan.
‘’Mau bagaimana lagi, kita di Krayan ini jalur satu satunya melalui udara. Kalau lewat daratpun, jalannya ekstreme dan kalau hujan, sejumlah sungai banjir, sehingga tidak mungkin kita seberangi,’’ ujar Camat Krayan Selatan, Oktafianus, dihubungi, Senin (23/12/2024).
Untuk diketahui, sekitar 235 warga dataran tinggi Krayan, datang Kabupaten Kota Nunukan untuk mengikuti ujian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dijadwalkan diikuti warga Krayan, sejak 11 Desember 2024 lalu.
Mereka kesulitan berangkat ke Nunukan, karena jadwal pesawat, hanya dua kali seminggu, dengan jumlah penumpang 6 orang dalam sekali penerbangan.
Para peserta PPPK inipun berusaha dengan berbagai cara. Ada yang nekat menerobos jalur darat menembus Kabupaten Malinau, dan mencoba memesan tikert pesawat ke Nunukan.
Ada yang menuju Kota Tarakan, dan akhirnya menyambung perjalanan menggunakan speed boat ke Nunukan.
‘’Perjuangan mereka tidak mudah dan pastinya tidak murah. Bagaimana awalnya mereka berangkat ke Nunukan, begitu juga mereka pulang kembali ke Krayan, demi bisa merayakan Natal,’’ ujar Oktafianus lagi.
Memohon ekstra flight dan bantuan TNI
Kondisi para peserta PPPK yang kesulitan menjangkau Ibu Kota Kabupaten Nunukan, sudah dirapatkan pihak Kecamatan dan Pemda Nunukan.
Hasilnya, Pemda meneruskan surat 5 Camat di Krayan, untuk diteruskan ke maskapai Smart Air, Susi Air dan TNI, untuk membantu mengatasi persoalan tersebut.
‘’Puji Tuhan, kita ada dibantu TNI AD dengan pesawat Nomad, dan juga ada AURI bantu pesawat. Ada juga penambahan penerbangan dari sejumlah maskapai perintis,’’ kata Oktafianus.
Kendati demikian, tetap saja, bantuan tersebut, tidak tersosialisasikan dengan baik.
Banyak warga Krayan yang tetap memilih cara awal mereka berangkat. Ada yang kembali pulang lewat Kota Tarakan, lewat Kabupaten Malinau, juga melalui darat.
‘’Saya kira dua hari menjelang Natal ini mereka sudah sampai semua di Krayan. Entah yang melalui darat, semogalah sudah sampai semua,’’ kata dia.
Bermalam di tengah hutan
Perjalanan darat, kata Oktafianus, memiliki cerita lebih panjang dan mengharukan ketimbang mereka yang menggunakan pesawat.
Melalui darat, banyak motor warga Krayan yang rusak, dan terpaksa ditinggal di Kabupaten Malinau.
Mereka melanjutkan perjanalan dengan menyewa mobiil double garden. Itupun tetap menjadi perjalanan yang sama sekali tak mudah.
Apalagi saat ini musim hujan, jalanan menjelma lumpur dan membuat kendaraan sulit lewat, dan potensi kerusakan mesin sangat besar akibat lumpur.
‘’Kadang mereka ikatkan rantai di ban mobil supaya bisa jalan. Mereka dongkrak mobil pakai balok kayu kalau tertanam di lumpur. Belum lagi kalau mau menyeberangi sungai,’’ tutur Oktafianus.
Para warga, terpaksa bermalam di hutan, menunggu air sungai normal.
Biasanya, kata Oktafianus, keadaan tersebut terjadi ketika hendak melewati Sungai Long Semamu.
‘’Beberapa warga Krayan juga ada yang menunggu sampai empat hari, dengan bermalam di tengah hutan. Mau bagaimana kalau sungai banjir,’’ imbuhnya.
Ingin bebas dari keterisoliran
Oktafianus dan warga Krayan, terus berharap kondisi mereka menjadi perhatian khusus pemerintah pusat.
Masalah infrastruktur Krayan, butuh perbaikan dan sudah seringkali memakan korban.
Sebagai contoh, jalan utama dari Krayan Selatan, menuju Bandara di Long Bawan, Krayan Induk.
Saat hujan, jalanan seolah menjadi ladang ranjau yang menyulitkan kendaraan lewat.
‘’Kita punya banyak cerita saat merujuk orang sakit ke Tarakan. Ada orang hamil yang melahirkan di tengah jalan. Ada juga yang meninggal di jalanan itu. Jadi, ini memang harus menjadi perhatian khusus,’’ tegasnya.
Belum selesai masalah jalanan utama yang kerap memakan ‘tumbal’, biaya carter pesawat perintis juga tidak murah.
Biasanya, warga membayar Rp 20 juta untuk menerbangkan warganya yang sakit untuk dirujuk ke Tarakan.
‘’Sudahlah menuju bandaranya sulit, kita harus fikir biaya carter pesawat, belum biaya berobat. Ini kompleks. Kami semua berharap ini menjadi perhatian pusat, dan Krayan terbebas dari keterisoliran,’’ harap Oktafianus.