NUNUKAN, infoSTI – Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKP) Nunukan, Kalimantan Utara, sudah mengantisipasi sebaran virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika, dengan mengeluarkan larangan perburuan babi hutan/celeng.
Dokter Hewan pada DKP Nunukan, drh.Rendy, menjelaskan, pihaknya telah mendeteksi adanya ASF sejak 2021 lalu.
‘’Tahun 2021 lalu, ada kasus ASF yang kita deteksi muncul di Serawak, berlanjut ke Sabah, Malaysia. Karena hilir sungai Malaysia salah satunya ada di Nunukan, potensi transmisi virus cukup tinggi. Sampai kemudian kita deteksi terjadi di Krayan, berasal dari babi hutan/celeng,’’ ujar Rendy, ditemui, Senin (23/12/2024).
Sejak itu, DKP Nunukan sudah intens melakukan kunjungan ke banyak lokasi peternakan lokal di Nunukan, khususnya di wilayah pedalaman.
DKP juga sudah bersurat ke sejumlah Camat di wilayah Krayan, Lumbis, dan pedalaman lain, agar melarang warganya melakukan perburuan celeng.
Sejak itu, DKP tidak pernah mendengar adanya virus ASF yang masuk.
Namun pada periode Mei – Juli 2024, DKP menerima laporan indikasi masuknya ASF, dimana ada 100 ekor babi di Kecamatan Lumbis, mati di periode tersebut.
‘’Kita masih menunggu hasil lab. Tapi keyakinan kami, melihat gejalanya, itu ASF,’’ kata Rendy.
Rendy menjelaskan, sifat penularan virus ASF layaknya gelombang pasang lautan.
Ketika banyak lalu lintas daging, penularan semakin massif. Sebaliknya, ketika lalu lintas hewan sepi, virus tersebut tertinggal di alam, menunggu agen/vector pembawa.
‘’Contohnya adalah pemburu celeng. Ketika dia membawa pulang hasil buruan ke pemukiman, potensi virus ASF sampai peternakan cukup tinggi. Beda ketika celengnya dia konsumsi di hutan, tidak dibawa pulang,’’ urainya.
Kendati demikian, lanjutnya, potensi penularan ASF masih bisa terjadi, melalui lalat, caplak, swill fiiding (sisa makanan).
‘’Harus diingat, ASF ini tahan panas. Misal ada masyarakat menggelar pesta, menyajikan daging babi, lalu tidak habis. Karena sayang dia buang begitu saja, dia berikan sisa makanan tersebut ke ternak babinya. Ini menyebabkan kemungkinan muncul kasus ASF bisa saja terjadi,’’ kata Rendy.
Rendy menegaskan, sampai hari ini, belum ditemukan anti virus untuk ASF.
DKP Nunukan, terus melakukan edukasi dan pemahaman terhadap gejala, cara pencegahan, hingga penanganan pasca ternak babi terjangkit ASF.
DKP juga melakukan sterilisasi peternakan dengan desinfeksi dan injeksi babi.
‘’Memahamkan masyarakat itu butuh waktu lama. Apalagi ASF ini termasuk virus brutal, satu aja terjangkit, semua babi di kandang bisa mati besoknya. Dan obatnya belum ada. Makanya kita tekankan edukasi dan pengawasan,’’ kata dia.
Menjelang Natal 2024, DKP Nunukan juga sudah melakukan pengawasan intens.
Jauh jauh hari, kata Rendy, DKP Nunukan juga memprioritaskan tugas pemeriksaan PMK untuk ternak babi, melihat potensi ASF yang dikhawatirkan meluas.
Hanya saja, DKP Nunukan masih kesulitan melakukan pendataan berapa banyak babi yang ada di Nunukan.
Keterbatasan SDM dan geografis Nunukan yang jauh, dan medan yang sulit ditempuh, menjadi alasan, mengapa pendataan jumlah ternak babi, belum maksimal.
‘’Kita menunggu ada investor membangun RPH B. Selama ini, masyarakat menyembelih babi saat ada hajatan, dan disembelih di rumah masing masing. Kalau wilayahnya sulit terjangkau, hal tersebut tentu tidak masuk data kami,’’ jelasnya.
Kendati demikian, ketersediaan babi ternak lokal, dikatakan Rendy, masih mencukupi kebutuhan konsumsi warga Nunukan.
Sejauh ini, belum ditemukan adanya pengiriman bibit babi, maupun pemasukan daging babi yang resmi dari luar daerah.
‘’Yang harus diwaspadai adalah penjualan yang dilakukan pedagang luar Nunukan yang menggunakan mobil. Kalau di daerah kota, kita bisa langsung mendeteksi apakah dagingnya sehat, atau terindikasi ASF. Masalahnya, penjualan itu biasa terjadi di wilayah pedalaman Nunukan,’’ kata dia.
Beruntung, masyarakat pedalaman sudah banyak tahu setelah diberikan edukasi dan dibagikan selebaran yang menjelaskan masalah ASF.
Masyarakat, khususnya peternak, akan curiga ketika ada daging babi dijual murah, dan sebagai peternak, mereka tidak mau menjadi sasaran tudingan peternak lain, ketika babinya sakit.
‘’Kita bersyukur, masyakat teredukasi dan lebih berhati hati. Mereka sudah bisa menangani kematian babi akibat ASF, dengan menguburnya dalam dalam, memisahkan babi yang belum terjangkit, mengosongkan kandang bekas babi mati, dan membersihkan diri sebelum mendekati ternak babi lainnya,’’ kata Rendy.