NUNUKAN, infoSTI – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Nunukan, Kalimantan Utara, menekan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Komisi Informasi (KI) Kaltara, untuk komitmen dalam transparansi dan keterbukaan informasi publik, Selasa (12/11/2024).
‘’Dengan penandatanganan MoU dengan KI, Bawaslu Nunukan berharap mendapat saran, masukan, kritik membangun untuk mendukung kinerja pengawasan dan penanganan perkara dugaan pelanggaran pemilu,’’ ujar Ketua Bawaslu Nunukan, Mochammad Yusran.
Yusran berharap, KI bisa menjadi konsultan, sekaligus partner dalam mendukung kinerja Bawaslu Nunukan.
Bawaslu, butuh sebuah sarana dan pengawas dalam penanganan dugaan pelanggaran pemilu, mulai tahapan temuan, laporan, hingga proses penanganan perkara, sampai putusan.
Bawaslu, juga butuh wartawan untuk menyebarluaskan informasi ke khalayak, juga sebagai kontrol.
Dengan harapan, masyarakat menjadikan isu yang sedang ditangani Bawaslu, sebuah peristiwa yang butuh perhatian khusus.
‘’Dengan demikian, mata masyarakat tertuju ke Bawaslu. Sehingga Bawaslu menjadi obyek yang terawasi, takut untuk selingkuh dengan pihak terlapor. Sebaliknya, pihak berperkara, tidak berani main mata dengan Bawaslu, karena masyarakat mengarahkan mata mereka pada kasus yang ditangani Bawaslu,’’ urai Yusran.
Yusran menambahkan, kendati Bawaslu Nunukan sudah mendapat predikat informatif dari Bawaslu RI, segala kemungkinan tetap memungkinkan terjadi.
Adanya tekanan pihak berperkara yang memiliki power dan orang kuat secara financial, memiliki ancaman dalam mempengaruhi hasil penyidikan perkara.
Dengan demikian, Bawaslu ingin menutup celah atau kemungkinan tersebut serapat mungkin, dengan komitmen melakukan keterbukaan informasi publik.
‘’Dengan MoU ini, Bawaslu juga berharap KPU Nunukan melakukan hal serupa. Demi menghindari konflik internal dan perdebatan, yang berujung pada terjadinya gugatan pasca pemilihan dan tuntutan hukum yang seharusnya tidak perlu,’’ harap Yusran
Wakil Ketua Komisi Informasi Kaltara, Niko Ruru, menegaskan, keterbukaan informasi publik menjadi sebuah kewajiban, agar masyarakat faham bahwa mereka memiliki andil besar dalam suksesi Pemilu.
Transparansi dan woro woro yang dilakukan Bawaslu terkait pengawasan, entah itu melalui pengumuman di medsos dan pemberitaan wartawan, menjadi sarana edukatif untuk memahamkan masyarakat apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.
‘’Dengan keterbukaan informasi publik, masyarakat tercerahkan. Mereka lebih mengenal bagaimana proses pemilu berjalan, tahapannya sampai mana, dan seperti apa sosok Paslon yang akan dipilih di Pilkada nanti,’’ kata Niko.
Niko menambahkan, memang ada sedikit kerancuan dalam persoalan keterbukaan informasi bagi profil Paslon Kada.
Keterbukaan informasi publik menyangkut tanggal lahir, riwayat pendidikan, sampai intelektualitas Paslon, masuk dalam salah satu kategori informasi yang dikecualikan.
‘’KI ingin mendorong Paslon membuka profil mereka ke masyarakat. Tujuannya agar mereka lebih mengenal siapa calon Bupatinya. Karena dalam aturan, ketika yang bersangkutan membuka sendiri data dirinya, maka informasi tersebut, sudah bukan lagi termasuk informasi yang dikecualikan,’’ jelas Niko.
Pada prinsipnya, masyarakat harus tahu, apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya.
Pemerintah, bahkan wajib memberikan informasi tersebut secara transparan.
Apa saja hak masyarakat dalam pengalokasian APBD sebesar 20 persen di bidang pendidikan.
Seperti apa hak mereka dalam jatah 10 persen anggaran di sektor kesehatan.
Jika mereka tahu hak mereka di bidang pendidikan, seharusnya tidak ada anak putus sekolah karena mereka berhak menerima beasiswa.
Begitu juga di bidang kesehatan, tidak seharusnya masyarakat kesulitan berobat.
‘’Pabettang juga memiliki hak asuransi yang bersumber dari DBH ekspor CPO, yang disalurkan melalui BPJS ketenaga kerjaan. Bahkan tender proyek sekalipun, seharusnya dibuka transparan dengan melibatkan masyarakat. Apakah itu diketahui masyarakat. KI akan mendorong transparansi itu semua,’’ urainya.
Untuk diketahui, di Kaltara, hanya Bawaslu yang setiap tahunnya menyampaikan informasi pelayanan publik ke KI.
Bahkan Pemerintah sebagai PPID utama saja, belum pernah melaporkan hal tersebut, padahal laporan informasi pelayanan publik, merupakan kewajiban.