NUNUKAN, infoSTI – Hakim Hakim PN Nunukan, Kalimantan Utara, sepakat untuk tidak bersidang pada 7 sampai 11 Oktober 2024.
Hal tersebut, merupakan bentuk solidaritas dan dukungan terhadap Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia, sebagai bentuk protes para hakim atas sikap pemerintah yang belum memprioritaskan kesejahteraan hakim.
Humas PN Nunukan, Andreas Samuel Sihite mengatakan, Anggota Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) PN Nunukan, selagi menunggu petunjuk resmi dari IKAHI Pusat dan Pimpinan MA, telah mengeluarkan kesepakatan dan sikap untuk mendukung upaya Gerakan dari Solidaritas Hakim Seluruh Indonesia untuk keadilan dan kesejahteraan Hakim yang menyuarakan aspirasi aspirasinya.
‘’Kita sudah melakukan rapat, dan sepakat untuk meniadakan sidang, atau berhenti bersidang selama 5 hari, mulai 7 sampai 11 Oktober 2024, sesuai agenda gerakan cuti bersama Hakim se-Indonesia,’’ ujarnya, dikonfirmasi, Kamis (3/10/2024).
Andreas menjabarkan, bentuk dukungan Hakim Hakim Anggota IKAHI PN Nunukan, diantaranya, menunda persidangan pada tanggal gerakan tersebut berlangsung.
Kecuali, sidang yang menarik perhatian publik. Persidangan yang mendesak dan masa tahanan sudah tidak bisa diperpanjang lagi.
Persidangan sudah terjadwal sebelumnya, dan persidangan yang dibatasi waktu, seperti pra peradilan, gugatan sederhana dan lain lain.
‘’Aksi ini juga sebagai dukungan moril kepada Gerakan Solidaritas Hakim Indonesia, agar berlangsung dengan tertib, aman, dan bermartabat, serta semoga segera ditindaklanjuti oleh pemerintah,’’ lanjut Andreas.
Kendati demikian, untuk layanan PTSP dan administrasi PN Nunukan, tetap berjalan seperti biasa.
‘’Mengenai bentuk dukungan lain, akan dipertimbangkan seiring berjalannya waktu dengan melihat perkembangan yang terjadi,’’ kata Andreas.
Untuk diketahui, ribuan hakim di pengadilan seluruh Indonesia disebut akan “mogok” dengan melakukan cuti bersama mulai 7 hingga 11 Oktober 2024 atau selama lima hari.
Para Hakim memprotes besaran gaji dan tunjangan jabatan hakim yang saat ini berlaku, masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012.
Dimana seharusnya, PP dimaksud harus disesuaikan. Terlebih, Indonesia terus mengalami inflasi setiap tahun.
Gambaran besaran gaji hakim saat ini, sama dengan pegawai negeri sipil (PNS) biasa. Padahal, tanggung jawab dan beban mereka lebih besar.
Selain gaji pokok, tunjangan jabatan hakim juga tidak berubah dan disesuaikan selama 12 tahun terakhir.
Akibatnya, nilai tunjangan yang saat ini diterima hakim tidak relevan dengan kondisi ekonomi dan kebutuhan hidup.
Di sisi lain, para hakim menilai PP Nomor 94 tahun 2012, tidak lagi memiliki landasan hukum yang kuat karena Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Putusan Nomor 23 P/HUM/2018 yang memerintahkan agar gaji hakim ditinjau ulang.
Para hakim juga mempersoalkan tunjangan kinerja yang hilang sejak 2012. Mereka tidak lagi menerima remunerasi.
Sampai hari ini, para hakim hanya mengandalkan tunjangan jabatan yang stagnan sejak 12 tahun lalu.