oleh

Eks Dirut RSUD Nunukan Ditetapkan Tersangka Dugaan Korupsi Dana Covid-19, Langsung Ditahan di Lapas

NUNUKAN, STI – Eks Dirut RSUD Nunukan, Kalimantan Utara, dr. DL, ditetapkan sebagai Tersangka dugaan tindak pidana korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD, Tahun Anggaran 2021, Rabu (18/9/2024).

Kasi Pidsus Kejari Nunukan, Ricky Rangkuti, menjelaskan, status tersangka DL, dikuatkan dengan Surat Penetapan Tersangka Nomor : Print- 79 /O.4.16/Fd.1/09/2024 Tanggal 18 September 2024.

banner 336x280

‘’DL menjadi tersangka dengan perannya sebagai mantan pejabat Direktur, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BLUD RSUD Nunukan Tahun Anggaran 2021,’’ ujarnya dalam pers rilis, di Kejari Nunukan.

DL yang menggunakan rompi orange, langsung digiring menuju Lapas Nunukan, untuk menjalani penahanan pertama selama 20 hari ke depan, sampai 7 Oktober 2024.

Ricky menegaskan, penahanan DL, dilakukan atas pertimbangan subjektif Tim Penyidik, untuk mencegah tersangka melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti, dan/atau mengulangi tindak pidana.

Adapun modus operandi yang digunakan Tersangka DL, adalah melakukan perbuatan yang melampaui kewenangannya.

DL, menggunakan anggaran kas BLUD RSUD Nunukan Tahun Anggaran 2021 untuk kepentingan pribadinya, dan telah menguntungkan diri sendiri dan orang lain, yang menyebabkan kewajiban pembayaran atas pengadaan barang/jasa kepada pihak penyedia, tidak terbayarkan dan terutang.

Selain itu, DL berusaha menutupi dan mengelabui laporan keuangan dengan cara duplikasi transaksi atas 79 item transaksi, dan menyisakan 20 transaksi tidak terbayarkan kepada pihak penyedia, yang seluruhnya diluar kewajiban BLUD RSUD Nunukan.

‘’Jaksa menemukan sejumlah bukti timbulnya kerugian keuangan daerah, sebesar Rp 2.526.145.572, akibat perbuatan DL,’’ jelas Ricky.

Beda nominal kerugian Negara

Sebelumnya diberitakan, eks Bendahara RSUD Nunukan, NH menjadi tersangka, melalui Surat Penetapan Tersangka, Nomor: Print- 54 /O.4.16/Fd.1/07/2024 tanggal 23 Juli 2024.

Jaksa menemukan adanya kejanggalan dalam pengelolaan BLUD RSUD yang dianggarkan untuk penanganan covid-19, juga belanja obat, akibat penyalahgunaan wewenang dalam alokasi anggaran BLUD RSUD Nunukan dengan kerugian negara sekitar Rp 3,3 miliar.

Lalu mengapa nominal kerugian Negara menjadi berbeda?

Ricky menjelaskan, tersangka NH berhasil membuktikan ada laporan keuangan Rp 1,5 miliar yang bisa dibuktikan sehingga kerugian Negara otomatis berkurang menjadi Rp 2,5 miliar.

‘’Nilai kerugian pada awalnya Rp 3,3 miliar. Tapi ada pembayaran yang sudah bisa dibuktikan Rp 1,6 miliar. Jadi, total kerugian Negara atas kasus ini, sekitar Rp 2,5 miliar,’’ urai Ricky.
‘’Tersangka NH juga sudah mengakui, perbuatannya dilakukan atas perintah dan kebijakan DL yang merupakan Dirut RSUD Nunukan,’’ kata Ricky lagi.

Penyitaan aset Tersangka

Sejauh ini, Jaksa juga telah melakukan penyitaan aset atas tersangka NH, berupa 5 tanah bersertifikat, termasuk keberadaan bangunan diatas tanah yang ada di sejumlah lokasi tersebut.

Sementara untuk tersangka DL, Jaksa masih melakukan penelusuran, dan segera melakukan penyitaan.

‘’Sampai saat ini, Jaksa telah melakukan pemeriksaan terhadap 49 saksi, menyita 786 item barang bukti, dan menyita 5 alat bukti surat, yang seluruhnya kelak akan dipergunakan dalam pembuktian di tahap persidangan,’’ kata Ricky.

Jeratan Pasal

Kedua tersangka, baik NH maupun DL, dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan, setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Pasal 3 menyebutkan, setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar.