Tanjung Selor, infoSTI – Gubernur Kaltara, Dr. H. Zainal A. Paliwang, SH., M.Hum, memimpin upacara peringatan Hari Santri Nasional (HSN), di Kantor Kemenag Provinsi Kaltara di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Rabu (22/10/2025).
Zainal menekankan bahwa santri masa kini tidak boleh hanya menguasai kitab kuning, tetapi harus menguasai teknologi, sains, dan bahasa dunia.
Sebagaimana isi sambutan Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA yang ia bacakan, Zainal menyerukan kepada seluruh santri agar menjadi generasi yang berilmu, berakhlak, dan berdaya.
“Dunia digital juga harus menjadi ladang dakwah baru bagi para santri,” ujarnya.
Peringatan HSN 2025 yang genap satu dekade sejak ditetapkan tahun 2015, ini mengusung tema sentral ‘Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia’.
Tema ini, menurut sambutan Menag, mencerminkan tekad dan peran ganda santri sebagai penjaga kemerdekaan sekaligus penggerak kemajuan peradaban.
Zainal juga mengingatkan bukti sejarah yang mencatat bahwa penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri berakar pada ‘Resolusi Jihad’ yang dicetuskan KH. Hasyim Asy’ari pada 1945.
Sekilas tentang HSN
Resolusi Jihad oleh KH Hasyim Asy’ari menjadi alasan PBNU mengusulkan 22 Oktober sebagai Hari Santri.
Pada tanggal tersebut, KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa monumental yang kemudian dikenal sebagai Resolusi Jihad.
Resolusi ini membakar semangat perlawanan anak bangsa yang berpuncak pada peristiwa heroik 10 November.
Sejarah mencatat bahwa pada 21 Oktober 1945, ulama-ulama dari Jawa dan Madura berkumpul di Bubutan, Surabaya, untuk bermusyawarah.
Rapat ini merupakan respons yang progresif dan cepat para ulama Nahdlatul Ulama (NU) atas adanya upaya kembalinya Belanda yang membonceng Sekutu ke Tanah Air.
Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari tidak hanya menggerakkan para santri dan ulama pondok pesantren, tetapi juga setiap Muslim dari penjuru Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari bangsa penjajah.
Resolusi Jihad menjadi bukti bahwa perlawanan para ulama dan santri terhadap bangsa penjajah tidak pernah berhenti.
Itulah kenapa Hari Santri jatuh setiap 22 Oktober, karena memiliki makna sejarah penting, yakni bukti perjuangan kaum santri untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia.