oleh

Keprihatinan DPRD Nunukan : Guru Madrasah di Perbatasan RI – Malaysia Sengaja Dimarginalkan Pemerintah

NUNUKAN, infoSTI – Anggota DPRD Nunukan, Mansur Rincing, menyatakan keprihatinannya terhadap nasib guru guru madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama.

‘’Sampai hari ini, para guru madrasah, khususnya di wilayah perbatasan RI – Malaysia hanya sebatas mengabdi dengan Basmalah dan ikhlas lillahi ta’ala. Mereka tidak ada jalan menjadi ASN. Betapa mirisnya nasib mereka,’’ ujarnya, Selasa (1/7/2025).

Keprihatinan tersebut, berdasar hasil kunjungan lapangan/monitoring untuk penerimaan murid baru di SPMB 2025.

Namun, bukan pelaksanaan pendaftaran yang menjadi perhatian Mansur sebagai wakil rakyat, tapi mengenai masa depan guru guru madrasah yang seharusnya memiliki hak yang sama dengan guru sekolah negeri.

‘’Pemerintah sampai hari ini memarginalkan sekolah madrasah. Itu sebuah dosa yang seharusnya disadari dan segera diperbaiki,’’ imbuhnya.

Ia memberi contoh sejumlah guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Tsanawiyah (MTS) di Pulau Sebatik yang mengabdi belasan tahun bahkan puluhan tahun.

Diantara mereka ada yang sejak 2003 mengabdi, tanpa memiliki kesempatan dalam memperbaiki karir mereka.

Sejak dimulainya program Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), kesempatan menjadi ASN atau PPPK sangat tipis, karena yang diprioritaskan hanya sekolah negeri, sementara yang swasta hampir selalu tersingkir.

Faktanya, lanjut Mansur, para guru di bawah naungan Kementerian Pendidikan memiliki akses yang lebih mudah untuk mendapatkan Dapodik, yang menjadi salah satu syarat dalam pengangkatan PPPK.

Dengan sistem yang memudahkan tersebut, guru-guru di sekolah negeri lebih mudah untuk diangkat menjadi PPPK, bahkan mereka yang baru mengajar dalam waktu singkat.

Sementara itu, guru-guru di madrasah/swasta harus berjuang lebih keras untuk sekadar mempertahankan posisi mereka di sekolah, apalagi berharap menjadi bagian dari program PPPK.

‘’Secara kompetensi, pengalaman mengajar, mereka sama dengan sekolah negeri. Pemerintah yang mematahkan semangat mereka, kualitas pendidikan madrasah turun. Itu kenapa saya katakan pemerintah memarginalkan sekolah swasta,’’ tegasnya.

Fenomena ini menjadi ancaman serius bagi lembaga pendidikan swasta. Jika tidak ada kebijakan yang berpihak, bukan tidak mungkin madrasah akan kesulitan menemukan pendidik.

Permasalahan ini berdampak serius bagi masa depan pendidikan generasi bangsa.

Padahal madrasah bisa dikatakan sebagai gerbang terakhir untuk membentuk karakter dan pendidikan moral di tengah kemerosotan akhlak akibat pergaulan anak yang kian mengkhawatirkan.

Madrasah bakal kehilangan daya tariknya sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga pendidikan karakter dan agama yang mendalam.

‘’Seharusnya Kementerian Agama punya regulasi untuk memudahkan mereka diangkat juga sebagai ASN. Bagaimana madrasah ini bisa bersaing dengan sekolah negeri. Ini yang terjadi kebijakan timpang,’’ lanjutnya.

‘’Mungkin bisa dibuat kebijakan pemerintah membagi guru guru ASN ke sekolah swasta atau cara efektif lain agar madrasah tetap memegang peran dalam membina generasi robbany,’’ tegas Mansur.