NUNUKAN, infoSTI – Pemberhentian 4 orang dokter di Nunukan, Kalimantan Utara, membuat Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meradang.
Apalagi, terdapat dua orang dokter spesialis yang tengah menyelesaikan pendidikannya, masuk dalam daftar pemecatan.
Keduanya adalah dr.Yuanti Yunus Konda yang merupakan spesialis akupuntur medis, dan dr.Fitriani, spesialis paru paru.
‘’Kami berharap kalau memang ada jalannya, proses kembali, dikembalikan (statusnya),’’ ujar Ketua IDI Nunukan, Soleh, Selasa (20/5/2025).
Soleh menegaskan, Kabupaten Nunukan masih sangat kekurangan dokter, sehingga kebijakan pemecatan para dokter merupakan sebuah tragedi serius.
Para dokter kerap berkeluh kesah akan sulitnya mendapatkan izin untuk melanjutkan sekolah dari Pemkab Nunukan.
Mereka tidak diberi ruang, sehingga kesempatan pendidikan mereka sering terlewatkan.
Apalagi ketika mereka sudah berusia 35 tahun yang menjadi batas usia dalam pendidikan dokter.
‘’Kita harus tahu bahwa sangat sulit untuk melanjutkan sekolah bagi kami para dokter. Setiap prodi, hanya butuh sedikit dan kita harus bersaing dengan para dokter di wilayah Jawa. Ini semakin menutup kesempatan kami di daerah,’’ kata Soleh.
Adapun kasus dokter di Nunukan yang melanjutkan pendidikan spesialis seperti dr. Yuanti Yunus Konda dan dr.Fitriani, seharusnya mendapatkan apresiasi dan kepercayaan.
Sayangnya, mereka dipecat di tengah jalan, padahal tidak ada satupun dokter spesialis yang tidak dibutuhkan.
‘’Saking sempitnya ruang untuk sekolah yang diberikan, sampai keluar bahasa para dokter, kalau seandainya kami boleh menggosok sepatunya, kami rela menggosok sepatunya. Itu bahasa mereka, yang menggambarkan sulitnya kesempatan untuk mendapat rekomendasi dan izin sekolah,’’ kata Soleh lagi.
Kondisi ini seakan timpang dengan adanya kasus dimana beberapa dokter yang dengan mudahnya mendapat izin dan rekomendasi belajar.
Dua sisi yang berlawanan, yang menjadi catatan dan perhatian khusus bagi pemerintah untuk menjadikan ini sebuah evaluasi.
Dari sisi kualitas dan kompetensi, kata Soleh, dr.Yuanti sangat tulus dan bekerja keras dalam pelayanan medis.
Ia menetap di Desa Mansalong yang merupakan salah satu pelosok Nunukan, bahkan sampai menikah dan memiliki anak di daerah penugasan.
‘’Dia hanya bersama anaknya yang kecil, sering dapat intimidasi pasien DBD, tugas siang malam mempertaruhkan keselamatan seorang diri karena suaminya di Papua. Tapi dia malah dipecat, ini cukup mengagetkan kami,’’ lanjutnya.
Begitu juga dengan dr.Fitriani yang lahir dan besar di Nunukan. Ia memiliki peran besar salam penanganan covid-19 di Nunukan sekitar tahun 2020 – 2021.
Ia menjadi satu satunya kapten penanganan covid-19 karena keilmuannya, di spesialis paru paru. Dan satu satunya dokter spesialis paru paru di Nunukan.
‘’Spesialis paru paru bahkan di Indonesia sangat sedikit. Ini aset yang harus kita jaga malah disia siakan. Bagaimana nanti kalau ada serangan wabah seperti kemarin. Kemana kita minta tolong,’’ imbuhnya.
Bagi dokter spesialis paru paru seperti dr.Fitriani, tidak akan sulit mencari pekerjaan.
Bahkan kabarnya, RS Jusuf SK Kota Tarakan, siap menampungnya. Sedangkan Nunukan yang seharusnya memiliki aset berharga, lepas begitu saja.
‘’Kalau memang Nunukan tak memberi ruang pasti akan diambil Jusuf SK Tarakan,’’ tegasnya.
Sedangkan dua dokter lain, dr. Andi Hariyanti, dr.Wahyu Rahmad Hariyadie, yang notabene dokter umum, pemkab Nunukan perlu menggali alasan mengapa mereka memilih mundur.
Bagi daerah yang sangat kekurangan dokter, menjaga aset adalah hal yang lumrah, bahkan sangat wajar dilakukan.
‘’Apalagi saat ini citra Nunukan di mata dokter cukup buruk dengan pemberitaan pemecatan dokter. Dokter spesialis berfikir ulang, takut masuk Nunukan,’’ kata Soleh.
Di Kabupaten Nunukan, terdapat 4 RS yang sangat membutuhkan tenaga dokter.
Masing masing RSUD Nunukan, RS Pratama di Sebuku, RS Pratama di Sebatik, dan RS Pratama di dataran tinggi Krayan.
Sementara itu, hanya ada 104 dokter di Nunukan, terdiri dari 24 dokter spesialis, sebagian dokter swasta dan dokter yang dikontrak sejumlah perusahaan.
‘’Jadi sangat ironi dengan kasus pemecatan dokter ini. Sekali lagi, kalau memang ada jalannya, tolonglah kembalikan dokter dokter itu untuk bertugas. Kita sangat butuh dokter,’’ kata Soleh.
Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Daerah Nunukan, Kalimantan Utara, memberhentikan 4 orang dokter dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
Mereka adalah, dr. Andi Hariyanti, dr.Wahyu Rahmad Hariyadie, dr. Yuanti Yunus Konda, dan dr. Fitriani.
‘’Mereka Tubel (Tugas Belajar), tapi tidak izin ke Pemerintah Daerah. Sejak itu mereka tidak masuk kerja, ada yang sejak 2021, ada yang sejak 2022,’’ ujar Kabid Mutasi, Promosi dan Evaluasi Kinerja ASN, pada BKPSDM Nunukan, Kelik Suharyanto, saat dikonfirmasi.