NUNUKAN, infoSTI – Pemerintah Daerah Nunukan, Kalimantan Utara, menaikkan insentif bagi para dokter spesialis yang bersedia menandatangani kontrak untuk melayani wilayah pedalaman, di perbatasan RI – Malaysia.
Kepala Dinas Kesehatan, Nunukan, Miskia, mengatakan, sulitnya mendapatkan dokter spesialis di daerah pelosok, membuat Pemda memutar otak, sampai Bupati Nunukan yang baru, Irwan Sabri, meminta ada peningkatan insentif bagi dokter spesialis yang bersedia meneken kontrak tahunan dengan Pemda Nunukan.
“Bupati Irwan Sabri sangat konsen dengan pelayanan dasar masyarakat khususnya bidang kesehatan. Saat kita melapor sulitnya mendapat dokter spesialis untuk mengisi RS Pratama di daerah terpencil, beliau minta dianggarkan di APBD 2025,” ujar Miskia, saat ditemui, Rabu (7/5/2025).
Kebutuhan dokter spesialis di Nunukan, sangat urgen.
Masyarakat pelosok pedalaman masih kesulitan mendapat pelayanan dokter spesialis.
Sehingga mereka harus mengeluarkan biaya tak sedikit untuk merujuk orang sakit, ke rumah sakit yang ada di daerah kota.
Di dataran tinggi Krayan, warga bahkan harus mencarter pesawat perintis, dengan biaya yang menguras kantong.
Di wilayah Lumbis, masyarakat lebih memilih membawa warga yang sakit ke Malaysia, atau ke Kabupaten Malinau. Jarak yang lebih dekat, menjadi pertimbangan.
Sebagai contoh, dari Kecamatan Lumbis Pansiangan menuju RSUD Nunukan, dibutuhkan biaya belasan juta, dan waktu panjang di perjalanan, melewati jalur air dan darat.
“Jadi kebijakan Pak Bupati, insentif dokter spesialis yang tadinya Rp 20 juta. Dinaikkan nilainya, melihat geografis dan kontur wilayah,” jelas Miskia.
“Untuk Nunukan, insentif dokter spesialis naik menjadi Rp 25 juta. Untuk Pulau Sebatik Rp 35 juta. Wilayah Kabudaya Rp 45 juta, dan dataran tinggi Krayan, Rp 55 juta,” urai Miskia.
Di Kabupaten Nunukan, hanya RSUD Nunukan yang memiliki pelayanan dokter lengkap.
Di Rumah Sakit Pratama Sebatik, Pemda Nunukan sudah menjalin kerjasama dengan Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, yang mengirimkan SDM dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
“RS Pratama Sebatik sudah ada dokter spesialis penyakit dalam dan obgin. Kita segera tambah penunjangnya, seperti dokter anastesi dan radiologi,” kata Miskia.
Sementara di RSP Sebuku, maupun RSP Krayan, baru terlayani seorang dokter umum, sehingga masing masing rumah sakit dibutuhkan 4 dokter spesialis sebagai pelayanan dasar.
Masing masing, dokter spesialis penyakit dalam, dokter spesialis anak, dokter spesialis obgin, spesialis bedah dan anastesi.
“Sebenarnya kita cukup dua dokter karena masih kita tingkatkan ke kelas D. Tapi kita mau kerjasama dengan BPJS, yang mensaratkan empat dokter sebagai pelayanan dasar,” katanya.
Miskia mengakui, mencari tenaga dokter, apalagi yang spesialis untuk penempatan di pelosok, adalah tantangan tersendiri.
Di pelosok, mereka tak bisa membuka jasa praktek layaknya di kota, sehingga harus fokus di RSP.
“Kami juga sudah dua kali membuka lowongan CPNS (Formasi dokter), tapi minim sekali peminat,” lanjutnya.
Saat ini, Dinas Kesehatan Nunukan, sedang menunggu keputusan Kemenkes RI dan kiriman dokter spesialis dari Unhas.
Jika kebutuhan dokter terpenuhi, pelayanan kesehatan masyarakat bisa terlayani, dan mereka tak perlu rujuk rujuk lagi.
“Kita berharap segera dapat dokter spesialis. Wilayah perbatasan negara merupakan kondisi khusus yang memang harus jadi perhatian bersama,” kata Miskia.