oleh

Kisah Maria Sommi Olla, Mama Tua Eks TKI Malaysia yang Menekuni Tenun Tangan Demi Melestarikan Kain NTT

NUNUKAN, infoSTI – Tangan tua Maria Sommi Olla (65) terlihat cekatan saat menenun kain khas NTT.

Wanita bersahaja asal Desa Adobala, Adonara, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini, sedang duduk di sebuah alat tenun manual, dan menceritakan kisah hidupnya, saat wartawan mengunjungi rumahnya, di Jalan Kampung Timur, RT 13, Nunukan Barat, Jumat (25/4/2025).

“Beginilah pekerjaan Mama sehari hari. Sempat ikut mabettang (mengikat bibiy rumput laut) tapi tidak kuat. Jadi fokus buat tenun saja,” tuturnya.

Di rumah sederhana Mama Tua Olla, begitu warga sekitar mengenalnya, terlihat sejumlah kain tenun NTT yang terlihat mewah dan elegan.

Kain dengan sejumlah corak bunga dan sejumlah garis berbeda warna, menunjukkan betapa indahnya hasil tenunan wanita eks TKI Malaysia ini.

Yang paling mencolok, adalah sebuah sarung tenun warna merah marun dengan garis garis emas yang indah,  beragam warna yang ikonik.

‘’Sarung ini kain warisan turun temurun keluarga. Ditenun sejak sebelum nenek saya lahir. Jadi sudah empat generasi, dan jadi pusaka keluarga kami,’’ kata Mama Tua Olla sambil menata benang di alat tenun.

Keramahan dan cerita yang meluncur dari bibir Mama Tua Olla, langsung mencairkan keadaan.

Dengan penuh canda dan logat kental Indonesia Timur, cerita masa kecilnya, membuka kenangan saat ia belajar menenun.

Kemarahan yang jadi semangat menenun

Olla kecil, tumbuh sebagai remaja tomboy dan kerap dimarahi ibunya karena gayanya yang nyentrik, dan lingkup gaulnya yang kabanyakan para laki laki.

Suatu saat, ia memakai sarung tenun ibunya untuk bermain bersama teman teman laki lakinya.

‘’Baru saya jalan beberapa langkah keluar rumah, saya punya mama sudah panggil, larang saya pakai dia punya sarung. Mau dipakainya ibadah ke gereja. Nanti robek karena saya bermain dengan teman laki laki dan bukan main seperti anak perempuan pada umumnya,’’ tuturnya.

Olla remaja yang kesal dan malu karena ditegur di depan teman temannya, langsung masuk rumah, melepas sarung yang ia pakai, lalu ia lempar sembarangan.

Iapun datang ke mamanya, dan meminta mamanya mengajarinya menenun.

‘’Terkejut saya punya mama, tidak percaya dia saya mau belajar menenun. Jadi sebenarnya keluarga kami memang menenun turun temurun, tapi saya bisa menenun karena marah, sebab tidak boleh pakai sarung tenun saya punya mama,’’ kenangnya.

Sejak bisa menenun dan punya sarung hasil karya sendiri, tumbuh kecintaannya Olla terhadap kain tenun.

Meski ia lama tak menenun sejak pergi ke Malaysia menjadi TKI pada 2017 silam, keahliannya menenun tidak hilang.

‘’Sampai sekarang, Mama punya kebisaan menenun, terus Mama jaga. Anak Mama juga bisa menenun,’’ tambahnya.

Benang tenun dipesan dari NTT

Mama Tua Olla mengatakan, di Nunukan tidak ada yang menjual benang tenun.

Ia selalu memesan benang tenun langsung dari Adonara, NTT, dengan harga tidak murah karena harus membayar ongkos kirim.

Benang tenun pesanan, akan dikirim menggunakan kapal laut menuju Nunukan.

‘’Tapi ini adalah usaha Mama, biar untung sedikit, asal bisa dipakai makan keluarga, cukup sudah,’’ katanya.

Biasanya, ia akan memesan satu dua bendel dengan harga Rp 1 juta.
Ia akan memesan lebih banyak, ketika ada pesanan lebih dari dua kain tenun.

‘’Zaman sekarang menenun pakai tangan begini jarang yang bisa. Tapi selama Mama masih sehat, Mama kuat, Mama akan terus menenun kain,’’ tekadnya.

Tak bisa memasarkan online karena tak punya Hp

Hasil tenun karya Mama Tua Olla, cukup terkenal di kalangan warga NTT di Nunukan.

Selain menjadi hobi, kecintaanya terhadap kain tenun, menjadi semangatnya.

Biasanya, ia mampu menyelesaikan satu kain tenun dalam seminggu, dan dijual dengan harga Rp 250.000 sampai Rp 300.000 untuk kain selendang.

Sementara untuk kain sarung, dibanderol dengan harga Rp 800.000.

‘’Puji Tuhan, ada saja yang pesan kain ke Mama. Cara jual juga tidak harus bayar lunas, kebanyakan dibayar cicil. Tapi tidak masalah, karena kita tahu mayoritas warga di sekitar mama tinggal bekerja mengikat bibit rumput laut,’’ kata Mama Tua Olla.

Sebenarnya, Mama Tua Olla ingin memasarkan hasil tenunnya melalui online, sehingga menambah pemasukan keluarganya.

‘’Mama tiada Hp. Ada Hp yang biasa saja, sudah rusak itu barang. Jadi kita hanya menjual dari mulut ke mulut saja,’’ katanya lagi.

Di keluarga Mama Olla, hasil penjualan kain tenun, menjadi satu satunya pendapatan.

Suami Mama Olla, memiliki gangguan kesehatan karena usianya yang senja.

Mama Tua OIla mengaku ingin usahanya bisa dilirik pemerintah, dan bisa memiliki pangsa pasar.

‘’Kain Mama biasa banyak dipesan saat ada acara adat NTT, ada kunjungan tamu, dan hari besar keagamaan. Mama masih kuat menyelesaikan satu minggu satu kain,’’ katanya semangat.