oleh

Jaksa dan Dua Terdakwa Korupsi Anggaran BLUD RSUD Nunukan Ajukan Banding Atas Vonis Hakim Tipikor

NUNUKAN, infoSTI – Dua terdakwa kasus korupsi dana penanggulangan Covid-19 yang bersumber dari anggaran Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) RSUD Nunukan, Kalimantan Utara, Eks Dirut RSUD Nunukan, dr.Dulman Lekong M.Kes., Sp.OG Bin Laupe Lekkong dan eks Bendahara RSUD Nunukan, Nurhasanah Alias Ana Binti Muhammad Idris (Alm), divonis masing masing 6 tahun penjara, dalam sidang putusan Pengadilan Tipikor, Samarinda, Kamis (13/3/2025).

Ketua Majelis Hakim, Lili Evelin, bersama Hakim Anggota, Suprapto dan Mahpudin, menyatakan kedua terdakwa bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana Korupsi Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 35 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.

Merespon putusan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Nunukan, Ricky Rangkuty menegaskan, pada dasarnya pihaknya tidak mempermasalahkan putusan tersebut, hanya saja ada perbedaan persepsi untuk hasil penghitungan jumlah kerugian Negara dalam kasus tersebut, sehingga pihaknya mengajukan banding.

‘’Kita ajukan banding untuk perbedaan pendapat dengan hakim mengenai besaran uang pengganti yang harus dibayar terdakwa dan atas perhitungan kerugian negara yang dihitung  BPKP,’’ ujarnya dikonfirmasi, Kamis (20/3/2025).

Ricky juga mengatakan, kedua Terdakwa, dr.Dulman Lekong M.Kes., Sp.OG Bin Laupe Lekkong dan Nurhasanah alias Ana Binti Muhammad Idris (Alm) juga mengambil langkah banding.

Hanya saja, memory banding mereka, berbeda konteks dengan pengajuan banding jaksa.

‘’Materi kami beda dengan kedua Terdakwa. Karena kami lebih pada jumlah kerugian Negara dan hasil penghitungan BPKP, sementara para terdakwa tentunya banding untuk pembelaan lamanya hukuman badan,’’ jelas Ricky.

Vonis lebih berat dari tuntutan

Untuk diketahui, vonis Hakim Tipikor Samarinda, lebih berat dari tuntutan jaksa.

Terdakwa dr.Dulman Lekong M.Kes., Sp.OG Bin Laupe Lekkong, dijatuhi hukuman 6 tahun penjara, dikurangi selama terdakwa menjalani masa penahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan. Dan dikenakan denda sebesar Rp 300 juta, subsidair kurungan selama 6 bulan.

Selain itu, terdakwa Dulman Lekong Bin Laupe Lekkong juga diharuskan membayar uang pengganti Rp. 430.930.085,25, subsidair 6 bulan penjara.

Terdakwa Nurhasanah alias Ana Binti Muhammad Idris (Alm), Majelis Hakim juga menjatuhkan vonis 6 tahun, dikurangi selama terdakwa menjalani masa penahanan, dengan perintah agar Terdakwa tetap ditahan.

Nurhasanah alias Ana Binti Muhammad Idris (Alm), dikenakan denda Rp 300 juta, subsidair kurungan selama 6 bulan, dan tidak dibebankan uang pengganti.

Sedangkan dalam tuntutan, dr. Dulman Lekong Bin Laupe Lekkong dituntut hukuman penjara 1 tahun 6 bulan, dikurangi masa penahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

JPU juga menuntut denda Rp 500 juta, subsidiair 3 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp 50 juta, subsidiair 9 bulan penjara.

Sementara itu, untuk Nurhasanah Alias Ana Binti Muhammad Idris (Alm), JPU menuntut hukuman lebih berat, yakni 3 tahun 6 bulan penjara, dikurangi masa penahanan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan.

Ia juga dibebankan denda Rp 500 juta, subsidair 3 bulan kurungan, serta uang pengganti sebesar Rp 1,42 miliar, subsidiair 1 tahun 9 bulan penjara.

JPU menjerat keduanya dengan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam tuntutan, JPU mengungkap bahwa dr. Dulman Lekong telah menitipkan uang sebesar Rp 950 juta ke rekening Kejaksaan Negeri Nunukan.

Sementara itu, Nurhasanah juga menitipkan uang sebesar Rp 100 juta ke rekening yang sama.

Dana tersebut disetorkan ke rekening milik negara sebagai bentuk pengembalian dan pemulihan sebagian kerugian negara.

Ricky kembali menegaskan, Kejari Nunukan tidak mempersoalkan vonis hakim yang lebih tinggi dari tuntutan JPU.

‘’JPU tetap menghargai putusan hakim, karena vonis penjara yang lebih tinggi tersebut, murni keputusan Hakim dalam menimbang keadilan dan besar kecilnya kasus,’’ tegasnya.

Kronologi kasus

Kasus ini bermula dari penyelidikan yang menemukan bahwa dr. Dulman Lekong, selaku Direktur RSUD, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bersama Nurhasanah selaku Bendahara, telah melakukan praktik yang melanggar hukum.

Keduanya melakukan duplikasi realisasi belanja atas 73 transaksi yang tidak dibayarkan dan tidak melakukan pembayaran atas 20 transaksi belanja yang telah dicairkan.

Dana BLUD RSUD Nunukan Tahun Anggaran 2021/2022 tersebut, digunakan untuk panjar atau pinjaman pribadi, serta pengeluaran atas kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Selain itu, mereka juga tidak melakukan pencatatan dan pembukuan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Hasil audit menunjukkan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 2,52 miliar pada pengelolaan dana BLUD RSUD Kabupaten Nunukan Tahun Anggaran 2021.