NUNUKAN, infoSTI – Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara para mahasiswa Nunukan, Kalimantan Utara, yang mengatasnamakan Aliansi Peduli Nunukan, berubah menjadi ajakan untuk menyuarakan kondisi Krayan.
Dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPRD Nunukan, Andi Mulyono ini, para mahasiswa, ingin mendengar langsung kemana alokasi anggaran pendidikan yang dialokasikan 20 persen dari APBD tersebut.
Bagaimana mekanisme pemberian CSR untuk sector pendidikan, dan kepada siapa saja selama ini program beasiswa diberikan.
Karena faktanya, para mahasiswa dari pelosok, tidak mendapat beasiswa, mereka harus mencari kostan, dan berakibat pada sepinya minat anak anak Nunukan untuk kuliah di Politeknik Negeri Nunukan.
‘’Sejauh mana pengalokasian anggaran pendidikan yang 20 persen itu bagi teman teman kami, saudara saudara kami dari Kabudaya,’’ ujar salah satu mahasiswa Denis, Kamis (27/2/2025).
‘’CSR ke sector mana saja, transparansi itu perlu kita bedah, kalau bisa sampai ada kepastian pembangunan asrama bagi kawan kawan kami dari pedalaman, khususnya dari wilayah domisili di sekitar perusahaan,’’ ujar mahasiswa lain, Indra Wahyudi.
Para mahasiswa, bahkan menyorot puluhan unit perumahan yang dibangun untuk kediaman para anggota DPRD, namun sampai hari ini belum pernah ditempati.
Mahasiswa meminta izin, agar gedung gedung tersebut, bisa dimanfaatkan sebagai hunian atau kostan mahasiswa dari Kabudaya untuk sementara.
Minimal untuk menunjukkan andil dan kontribusi Pemda dalam peningkatan SDM, dan perhatian kepada generasi muda Nunukan.
Sampai hari ini, Nunukan masih memiliki potret buram pendidikan yang sama.
Masih banyak sekolah belum ada bangunan, menumpang di gedung sekolah lain.
Sebagai contoh, SDN 006 yang ada di Desa Ubol, Kecamatan Lumbis Ogong.
‘’Gedung sekolah terbangun dari donasi warga, padahal sekolah itu menampung anak anak dari empat desa disana. Bagaimana kita mengharap peningkatan mutu pendidikan, sementara kondisi seperti SD 006 bisa jadi ada juga di tempat lain,’’ kata Jefri Lamadike.
Sudah seharusnya Kabupaten Nunukan berbenah diri.
Di usia 26 tahun Kabupaten, Nunukan bukanlah di usia muda.
Dan DPRD Nunukan sudah memperjuangkan anggaran pendidikan mencapai 22,2 persen, atau sekitar Rp 477 miliar.
‘’Maka apa salah kami menuntut transparansi. Mengapa IPM kita terus mundur. Bagaimana mungkin Disdik menutup mata atas kondisi begini,’’ kata Firman.
Selain menyuarakan kualitas pendidikan, mahasiswa juga menyorot parkir liar, PJU yang mati, sampai nihilnya lapangan kerja bagi alumni kampus kampus lokal.
Di tengah rapat berlangsung, protes mahasiswa dipotong oleh anggota DPRD Nunukan, Rian Antony.
Rian mengaku cemburu dengan apa yang disuarakan mahasiswa.
Mahasiswa menuntut perbaikan kualitas pendidikan, ketersediaan guru, dan perbaikan infrastruktur.
‘’Tapi dari sekian banyaknya mahasiswa, hanya satu saja yang menyebut Krayan. Apakah Krayan bukan Kabupaten Nunukan. Kalian mengatasnamakan Aliansi Peduli Nunukan, mengklaim melakukan observasi dan riset, tapi tidak ada yang bersuara atas kondisi Krayan saat ini,’’ kata Rian.
‘’Terus terang, ketika kalian berteriak memperjuangkan wilayah Lumbis, Kabudaya dan sekitarnya, kami cemburu. Mengapa Krayan yang terancam kelaparan tidak pernah disebut. Kami juga bagian dari Kabupaten Nunukan,’’ lanjutnya.
Dengan intonasi tinggi, Rian menegaskan, ia tidak marah dengan mahasiswa, tidak mendiskreditkan kinerja OPD Pemkab Nunukan.
Hanya saja, sangat miris, ketika warga Krayan yang hari ini melakukan demonstrasi memperjuangkan jalan layak dan listrik, tapi tidak menjadi salah satu tuntutan mahasiswa.
‘’Tahukan kalian bahwa Krayan hari ini terancam kelaparan. Saat kalian bicara sarana prasarana pendidikan, tahukah kalian anak anak Krayan bersekolah telanjang kaki karena harus melewati lumpur,’’ katanya.
‘’Kalian bicara kurang guru, tahukan kalian sekolah di Krayan sangat tidak layak, tidak pernah ada pengawasan. Bahkan saya menawarkan diri jadi guru paruh waktu karena guru yang apa adanya,’’ imbuhnya.
Jika di kecamatan lain di Nunukan, anak anak sekolah berangkat pukul 07.00 wita dan pulang pukul 12.00 wita, anak anak Krayan berangkat dengan kalimat selamat pagi, dan pulang juga dengan kalimat selamat pagi.
Hancurnya akses di Krayan, membuat anak anak sulit berangkat maupun pulang sekolah.
‘’Kalau di wilayah kota, genting bocor langsung diperbaiki, di Krayan sekolah hampir ambruk belum diperhatikan. Betapa gambaran ini terlihat demikian jomplang,’’ kata Rian.
Rian menegaskan, ia bangga dengan mahasiswa Nunukan yang kritis.
Ia juga mendukung aksi aksi mahasiswa yang terus bersuara untuk perubahan.
Tapi setidaknya, ketika mengatasnamakan Aliansi Peduli Nunukan, jangan parsial, jangan pernah meninggalkan Krayan dengan kondisi terkininya.
Krayan saat ini menjadi wilayah tak ubahnya penjara.
Warga Krayan terisolasi karena jalanan penuh lumpur, jembatan putus, dan barang barang yang selama ini didatangkan dari Malaysia terhenti, yang berpotensi menjadikan warga Krayan krisis pangan.
Di Krayan, khususnya daerah Wa’Yagung, orang sakit mau berobat masih ditandu orang sekampung, naik turun bukit belasan jam karena akses nihil.
‘’Silahkan bicara penertiban parkir liar, silahkan membahas PJU yang mati, dan silahkan bicara asrama mahasiswa. Tapi tolong, Krayan sampai hari ini belum ada listrik 24 jam, landasan pacu yang sudah membuat pesawat kecelakaan tiga kali di Long Layu, butuh aspal,’’ lanjutnya.
‘’Dan di Krayan, ada sekolah SMP yang sudah dibangun 2019 sampai saat ini disegel tak bisa digunakan. Jadi ketika kalian bersuara tentang Nunukan, jangan pernah lupakan Krayan. Karena kami sama sama warga Nunukan, kami tinggal di pelosok, menjadi penjaga perbatasan Negara ini,’’ kata Rian.
Pembahasan tentang dunia pendidikan Nunukan belum ada jawaban, karena Kadisdik Nunukan, Akhmad, belum bisa hadir karena ada agenda yang tak bisa ditinggalkan.