oleh

Hari Valentine dan Surat Cinta Untuk Indonesia dari Pelosok Negeri

NUNUKAN, infoSTI – Siswa siswi di ujung negeri, di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, yang merupakan perbatasan RI – Malaysia, diminta menuliskan surat cinta di hari Valentine, 14 Februari 2025.

Namun bukan surat cinta dengan nada menye menye yang mereka tuliskan, melainkan sebuah pesan nasionalisme, dan cinta tanah air.

Pesan cinta pertama, dikirim dari SMAN 1 Seimanggaris. Sebuah wilayah dengan hamparan perkebunan kelapa sawit yang belum memiliki gedung sekolah sendiri.

Sekolah yang baru berdiri Agustus 2024 ini, baru memiliki 53 siswa/siswi, dan ada 14 guru yang semua berstatus honorer, kecuali Kepala Sekolah.

Anak anak perbatasan ini, sementara mengikuti pelajaran dari bangunan kayu yang tidak jauh dari Gedung SD, di Jalan Trans Kalimantan, Desa Sekaduyan Taka, Seimanggaris.

‘’Kepala Desa sudah menghibahkan lahan seluas 1,5 hektar untuk SMA. Tapi tentu pembangunan tidak sebentar, dan anak anak sementara menumpang di gedung sementara dekat SD,’’ ujar salah satu Guru SMAN 1 Seimanggaris, Abdul Rahman, dihubungi, Jumat (14/2/2025).

Dari bangunan kayu di wilayah perkebunan kelapa sawit, sebuah surat cinta sarat nasionalisme di hari perayaan Valentine, dibacakan penulisnya, Fitri Ramadhani

Dari SMA Negeri 1 Sei Menggaris di Perbatasan paling Utara Indonesia, Hari ini tepat 14 Februari 2025 merupakan hari kasih sayang. Ada yang dengan pasangan, ada yang dengan teman, dan ada yang dengan keluarga.

Namun, aku menulis sepucuk surat cinta untuk negara Indonesia tercinta.

Ada yang ingin aku sampaikan kepadaMu Indonesia, tentang sebuah sekolah di Tapal Batas yang umurnya kini baru seumur jagung.

Di Sekolah Tapal Batas ini terdapat orang-orang cerdas dan luar biasa serta menjunjung tinggi nasionalismenya.

Ditengah-tengah keterbatasan bangunan sebagai tempat berlindung, buku sebagai  pendukung pembelajaran, dan tenaga pendidik sebagai wadah untuk menampung segala aspirasi.

Serta meja dan kursi sebagai topangan, yang layaknya harus mereka gunakan selayak mungkin.

Namun, tak surut rasa semangat dan keinginan untuk terus belajar seperti sekolah-sekolah pada umumnya.

Beberapa langkah dari sekolah, batas negara paling utarapun terlihat.

Namun tinggal disudut Negara, bukan penghalang untuk tetap mencintai dan menjunjung tinggi cinta kasih terhadap negara ini.

Keterbatasan itu kami ganti dengan keunikan, keragaman, kesatuan, kedamaian dan keharmonisan yang tercipta dari kebersamaan serumpun masyarakat perbatasan.

Untuk Negaraku, dari para peserta didik diperbatasan, teruslah bangkit dan berjuang untuk memperkenalkan Indonesia pada dunia.

Tidak hanya budaya dan kekayaannya, tetapi juga dengan Nasionalisme sebagai bentuk Cinta pada Negara. Kanduangan, 14 Februari 2025.’

Sebuah kalimat cinta untuk Indonesia yang demikian indah tertulis rapi dan murni berasal dari hati anak anak di tapal batas negeri.

Betapa keterbatasan, keterisoliran mereka, jarak yang jauh dari hiruk pikuk kota, dan di tengah arus modernisasi hedon, jiwa nasionalisme terpatri di hati mereka.

Upacara bendera di SMKN 1 Krayan. Sekolah di perbatasan RI – Malaysia yang menuliskan cinta negara di hari Valentine,

Sebuah surat cinta bagi Indonesia, juga ditulis oleh pelajar SMKN 1 Krayan.

Sebuah daerah pelosok terisolir yang hanya bisa dijangkau dengan transportasi udara dari Ibu Kota Kabupaten Nunukan.

Saat ini, dataran tinggi Krayan sedang menghadapi ancaman kekurangan Sembako karena adanya pengetatan di perbatasan Bakelalan, Malaysia.

Cuaca buruk, menghancurkan jembatan yang menjadi akses penghubung antar kecamatan satu satunya.

Jalanan menjelma lumpur, dan kondisi ini terus terjadi sejak Indonesia merdeka.

Namun, keadaan tersebut justru menguatkan kecintaan terhadap Indonesia.

Sebuah surat dengan kata kata nasionalisme tertulis indah dari tangan salah satu siswa SMKN I Krayan, Zacky Andharsha.

‘Di pelosok negeri yang jauh dari kemewahan kota, di desa desa yang sulit dijangkau, kehidupan berjalan dengan penuh perjuangan.

Jalan berbatu, jembatan kayu yang tidak begitu kokoh, dan sinyal komunikasi yang lemah, menjadi bagian dari keseharian.

Namun di tengah keterbatasan itu, ada yang tak pernah pudar, yaitu cinta terhadap tanah air.

Anak anak pergi ke sekolah ada yang berjalan kaki dan menaiki kendaraan, menempuh jarak yang jauh, melewati jalan yang tidak begitu memadai.

Guru guru tetap mengajar dengan penuh pengabdian, meskipun fasilitas seadanya.

Para petani bekerja keras mengolah tanah, dengan alat sederhana.

Meski jauh dari pusat kemajuan, mereka tetap setia pada Indonesia.

Mereka bangga menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya setiap Hari Senin pagi, di halaman sekolah yang beralaskan tanah.

Di tanah terpencil ini, cinta terhadap tanah air tidak diukur dari seberapa maju suatu daerah, tapi dari keteguhan hati, untuk terus berjuang.

Dari pelosok negeri, mereka membuktikan bahwa cinta terhadap tanah air adalah kesetiaan yang tak tergoyahkan.’

Guru SMKN I Krayan, Hendra Darmawan menegaskan, keterisoliran dan ketertinggalan Krayan, menjadi ujian yang menempa mental anak anak perbatasan yang juga berhak memegang kendali negeri ini.

‘’Mungkin hanya sekedar sebuah surat cinta, tapi mereka menempatkan Negara mereka Indonesia diatas kecintaannya kepada lawan jenisnya di usianya yang masih remaja. Ini membuktikan, patriotisme di ujung negeri,’’ kata dia.