oleh

Cabuli Balita dan Bebas Demi Hukum, Polisi Segera Serahkan Berkas dengan Melampirkan Hasil Asessmen Pelaku ke Jaksa

NUNUKAN, infoSTI – Kabar bebasnya seorang oknum aparatur sipil negara berstatus PPPK berinisial MJ, tersangka kasus pencabulan terhadap seorang balita perempuan berusia 3 tahun di Nunukan, Kalimantan Utara, terus menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.

Tersangka MJ dibebaskan dari tahanan karena masa penahanannya telah berakhir, sementara berkas perkaranya belum dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan.

Kasat Reskrim Polres Nunukan, AKP Wisnu Bramantyo, menegaskan, kendati tersangka MJ bebas demi hukum, namun proses hukum terus berjalan.

‘’Proses hukum terus jalan. Dia bebas hanya karena alasan masa penahanannya habis setelah 120 hari. Kita segera serahkan berkas perkaranya ke Jaksa lagi Minggu depan,’’ ujar Wisnu ditemui Senin (29/9/2025).

Dalam proses pemberkasan perkara MJ, penyidik Polres Nunukan sudah mendapat pengembalian berkas dari Jaksa sebanyak tiga kali.

Berkas dikembalikan terakhir kali pada 10 September 2025, dengan advis agar penyidik polisi melakukan rekonstruksi kasus dan melakukan asessmen pedofilia terhadap MJ.

‘’Sudah kita lakukan anjuran/advis yang diminta Jaksa. Kita segera serahkan ulang berkasnya, semoga segera P19,’’ harap Wisnu.

Salah satu petunjuk yang dirasa cukup kuat, adalah ketika anak korban diperlihatkan foto pelaku.

Korban merasa ketakutan dan seakan trauma dengan orang dalam foto.

Meski metode tersebut dianggap tak termasuk alat bukti, namun bisa dikategorikan sebagai salah satu petunjuk untuk mengenal pelaku.

Pada prinsipnya, lanjut Wisnu, penyidik Polres Nunukan sudah memberikan 4 alat bukti kepada Jaksa.

Masing masing, petunjuk, saksi ahli (dokter dan psikolog), hasil visum et repertum, rekom psikolog.

‘’Untuk hasil visum dari dokter umum, jaksa meminta pembanding. Kita kembali visum di dokter kandungan, hasilnya sama, ada robekan di vagina sepanjang 3 cm,’’ jelas Wisnu.

Penyidik juga sudah melakukan rekonstruksi perkara, serta melakukan asessmen pelaku yang mengarah ke tindak pedofilia.

‘’Dan tersangka juga dalam pengawasan kami. Kita wajibkan lapor seminggu tiga kali,’’ kata Wisnu.

Awal mula kasus

Kasus ini terungkap setelah ibu korban melaporkan kejadian yang menimpa putrinya. Awalnya, sang anak mengeluhkan sakit pada area kemaluannya setiap kali buang air kecil.

Ibu sempat berpikir bahwa rasa sakit tersebut bukan hal yang patut dikhawatirkan.

Hingga akhirnya, kekhawatiran ibu korban memuncak ketika sang anak mengalami lemas disertai demam tinggi hingga harus dilarikan ke Puskesmas.

Di sanalah sang bocah menceritakan bahwa rasa sakitnya disebabkan oleh pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki dewasa yang ia sebut ‘Om Ayam’.

Hasil pemeriksaan medis menunjukkan korban mengalami infeksi saluran kencing dan harus dirawat intensif selama lima hari.

Sejak kasus dilaporkan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nunukan memberikan pendampingan psikologis.

Hasilnya, psikolog mendiagnosis korban mengalami Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dengan gejala trauma mendalam, rasa takut berlebihan, dan ketidakstabilan emosional yang konsisten dengan ciri korban kekerasan seksual pada anak.

Tersangka MJ, yang dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, telah ditahan sejak Mei 2025.

Namun, hingga akhir masa penahanannya pada 12 September 2025, berkas perkaranya tak kunjung lengkap. Karena berkas masih berstatus P19 (pengembalian berkas untuk dilengkapi), tersangka MJ harus dibebaskan demi hukum.

Meski demikian, polisi menegaskan bahwa proses hukum tidak berhenti.

Penjelasan Kejaksaan

Secara terpisah, Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan, Angga Bramantyo, menjelaskan alasan mengapa berkas perkara dikembalikan ke penyidik Polres Nunukan pada 10 September 2025.

Menurutnya, hasil penyidikan belum memenuhi petunjuk jaksa (P-19) karena ada dua poin krusial yang perlu diperjelas:

Terkait Visum et Repertum: Meski visum telah dilakukan, hasilnya dinilai tidak sesuai dengan alat bukti lain. Kejaksaan meminta perlu ditambahkan keterangan dari saksi ahli untuk memperjelas hasil visum tersebut.

Terkait Hasil Psikologis: Pemeriksaan oleh psikolog telah dilakukan, namun hasilnya dinilai belum teridentifikasi lebih lanjut sehingga perlu pendalaman.

Angga menegaskan bahwa kelengkapan dan kejelasan bukti sangat vital untuk proses pembuktian di pengadilan nanti.

“Oleh karena hal-hal tersebut sangat penting untuk proses pembuktian di persidangan nantinya, maka alat bukti yang diajukan harus terang dan jelas, saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya,” jelas Angga.

Ia juga menambahkan bahwa meski tersangka tidak ditahan, penyidikan tetap berjalan.

Angga menutup penjelasannya dengan mengutip sebuah asas penting dalam hukum pidana.

“Jadi ada asas dalam hukum pidana itu bunyinya ‘In Criminalibus Probantiones Bedent Esse Luce Clariore’ yang dalam bahasa Indonesia itu artinya ‘Pembuktian Harus Lebih Terang dari Sinar Matahari’,” pungkas Angga.