NUNUKAN, infoSTI – Sebuah pemandangan iringan warga dataran tinggi Krayan, perbatasan RI – Malaysia, berbaris beriringan dan bergantian menandu seorang warga yang sakit, kembali tersaji sebagai bagian ironi di batas negeri.
Warga yang bosan meneriakkan pembangunan dan perhatian untuk Krayan, hanya mampu mengandalkan diri mereka sendiri.
Mereka meletakkan alat pertanian, meninggalkan semua aktifitasnya, lalu bergabung dalam kelompok untuk sekedar bergantian memikul warga mereka yang sakit, menuju rumah sakit.
Medan pegunungan terjal menanjak atau menurun, menembus hutan belantara sejauh belasan kilometer, harus ditempuh.
Sesekali mereka berhenti untuk beristirahat sembari membuka bekal nasi bungkus untuk dinikmati ramai ramai saat nafas mereka berpacu.
“Kita bosan berteriak menuntut pembangunan. Kita di perbatasan negeri ini hanya bisa mendengar janji janji muluk, tapi realitanya, sejak merdeka, kami belum merasakan yang namanya pemerataan pembangunan,” ujar Anggota DPRD Nunukan, Rian Antoni, Rabu (24/9/2025).
Rian meminta Pemerintah melihat kondisi ini sebagai sebuah masalah serius.
Krayan yang berada di tapal batas negeri, tetaplah bagian dari Indonesia.
“Warga sudah capek teriak, kami ini bagian dari Indonesia. Kalau memang Pemerintah tidak melihat kami bagian negeri ini, buat pengakuan tertulis supaya kita tidak terus berharap,” tegasnya.
Rian meminta Pemerintah juga tidak berfokus pada feedback ekonomi, layaknya bisnis.
Kondisi Krayan, khususnya Wa’Yagung adalah tanggung jawab dan kewajiban pemerintah untuk mengentaskannya dari keterisoliran, dari sebuah ketertinggalan dan bagian dari daerah yang masuk target pembangunan.
“Sekali lagi saya minta maaf kepada masyarakat saya. Sungguh saya malu belum bisa membawa perubahan di Krayan,” katanya lagi.
Rian Antoni, yang lahir dan besar di Wa’ Yagung, Krayan hanya bisa berusaha agar anggaran pembangunan daerah bisa teralokasi.
Meski tidak bisa berbuat banyak, setidaknya ada sentuhan Pemerintah untuk mengatasi akses jalan di pelosok pedalaman Krayan.
Tahun 2025, ia mengawal kucuran anggaran Rp 6 miliar APBD Nunukan untuk perbaikan akses di Wa’Yagung.
“Saya sudah meminta Kepala Dinas PUPR Nunukan melihat kondisi kami sebagai skala prioritas. Di sisi lain, saya meminta maaf kepada warga Krayan, sebagai ketua komisi 3 DPRD Nunukan, dan sebagai mitra Pemkab Nunukan, saya malu kondisi Krayan belum berubah sejak Indonesia merdeka,” kata Rian.