NUNUKAN, infoSTI – Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat perbatasan RI – Malaysia terhadap bahaya tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Nunukan, Ir Arpiah, S.T., melaksanakan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanganan Korban Perdagangan Orang, Rabu (8/10/2025) di Hotel Fortune Nunukan.
Arpiah mengatakan, mobilitas tinggi masyarakat Nunukan menuju Tawau, Malaysia, berpotensi besar menjadikan daerah ini rentan terhadap praktik perdagangan orang, terutama yang melibatkan Calon Pekerja Migran Indonesia.
Kerawanan ini, perlu sebuah barometer dan edukasi akan bahaya dari modus perdagangan orang.
“Nunukan menjadi pintu keluar masuk tenaga kerja, sehingga sangat rawan praktik perdagangan orang. Perda Nomor 16 Tahun 2015 kami sosialisasikan sebagai dasar hukum untuk melindungi masyarakat, terutama perempuan dan anak,” ujar Arpiah.
Belum lagi fenomena deportasi yang dilakukan Malaysia secara intens. Permasalahan tersebut mengindikasikan sejumlah hal.
Yang pertama, masih besarnya potensi keberangkatan CPMI unprosedural dengan konsekuensi kerawanan eksploitasi.
Kedua, perlunya memperkuat system pengawasan dan perlindungan bagi CPMI di tingkat daerah.
“Ada deportan yang menjadi korban eksploitasi, digaji tidak layak, bahkan mengalami kekerasan. Kita harus memastikan mereka mendapatkan pendampingan dan perlindungan yang layak,” tegasnya.
Bahkan di tingkat lokal, potensi eksploitasi perlu menjadi perhatian serius.
Arpiah menyorot keberadaan para pekerja perempuan di Pulau Sebatik yang dikhawatirkan menjadi korban perdagangan orang berkedok pekerjaan di sektor hiburan.
‘’Kita tidak boleh menutup mata terhadap indikasi praktik tersebut. Kalau perlu segera laporkan ke PPA Dinas Sosial dan Unit Satreskrim Polres Nunukan,’’ tegasnya.
Isi dan tujuan Perda Nomor 16 Tahun 2015, dijelaskan secara rinci oleh nara sumber, Hasmawati, S.Si., yang juga Kabid Kaderisasi DPD PKS Kabupaten Nunukan.
Modus TPPO, pola rekruItmen yang sering digunakan pelaku, serta langkah pencegahan di tingkat keluarga dan lingkungan masyarakat, dibedah dalam forum tersebut.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO sebagai landasan hukum nasional. Perda ini mengatur penanganan korban, koordinasi dengan instansi terkait, dan langkah pencegahan TPPO di tingkat daerah.
“Perempuan memiliki peran besar dalam membangun kesadaran sosial. Dengan saling mengingatkan dan menyebarkan informasi yang benar, kita dapat bersama-sama mencegah terjadinya perdagangan orang,” jelas Hasmawati.
Sosialisasi ini diwarnai dengan dialog interaktif dan partisipatif dari perwakilan organisasi wanita, tokoh masyarakat, serta warga yang peduli terhadap isu perlindungan perempuan dan anak.