oleh

Saat Ketua DPRD Nunukan Marah dan Mendebat PT TML Terkait Pemanfaatan Koperasi TNI : Bentuk Penindasan Masyarakat

NUNUKAN, infoSTI – Isu pemanfaatan koperasi TNI mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, membahas penyelesaian lahan Kelompok Tani Serumpun Taka dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Tunas Mandiri Lumbis (TML), Kamis (21/8/2025).

Rapat yang berfokus pada permohonan solusi menyoal sengketa lahan 42 hektar yang diklaim milik masyarakat dan dikuasasi perusahaan ini, menguak fakta mengejutkan karena PT TML menguraikan alasan kerja sama mereka dengan Koperasi milik TNI AD.

‘’Kok bisa koperasi angkatan (Tentara) masuk. Saya lihat ini seakan akan dijadikan keamanan, jadi tameng,’’ ujar Ketua DPRD Nunukan, Rahma Leppa Hafid terkejut mendengar pengakuan Humas PT TML, Candra dalam RDP tersebut.

Leppa meminta PT TML bijak menilai keadaan. Menjalin kerjasama dengan Koperasi TNI AD untuk pengelolaan perkebunan kelapa sawit dinilai langkah sembrono.

Langkah yang menggiring persepsi negatif, dan justru menunjukkan arogansi perusahaan karena memanfaatkan TNI sebagai beking dalam penyelesaian konflik yang terjadi.

‘’Kenapa harus koperasi angkatan sementara banyak koperasi lain. Koperasinya juga berkantor di luar Nunukan,’’ lanjut Leppa.

Humas PT TML, Candra menjawab, adanya intimidasi masyarakat kepada perusahaan, terjadinya penyerobotan lahan dan pemanenan sawit secara sembarangan, selama sekitar 10 tahun, menjadi dasar PT TML menjalin kerja sama dengan koperasi milik TNI.

Kerja sama ini juga tidak serta merta dilakukan. PT TML pernah bermitra dengan Koperasi Mawar milik masyarakat dengan perjanjian keuntungan 70 ; 30 secara lisan.

‘’Sayangnya selama tiga tahun bermitra, perjanjian 70;30 tidak dilakukan. Koperasi jalan sendiri, panen sendiri,’’ kata dia.

Selama itu pula, pihak perusahaan dikatakan Candra terus mengalami kerugian.

Bahkan hasil panen perusahaan, beberapa kali diambil warga, dan keamanan pekerja perusahaan terancam.

‘’Akhirnya kami berfikir bagaimana menguasai kembali lahan kami dan keamanan kami terjamin. Itulah mengapa kami meminta koperasi angkatan masuk dengan perjanjian 60 ; 40,’’ urai Candra.

‘’Kami juga sering melaporkan masalah ini tapi tidak ada tindak lanjut,’’ imbuhnya.

Rahma Leppa sempat memotong penjelasan Candra, bahwa mekanisme keamanan ada aturan sendiri.

Perusahaan bisa meminta polisi untuk menjamin keamanan mereka.

Ia juga mempertanyakan status koperasi tersebut apakah terdaftar di Dinas Koperasi Nunukan atau tidak.

Ternyata, koperasi tersebut tidak terdaftar, sehingga menguatkan adanya pemanfaatkan aparat keamanan untuk dibenturkan dengan masyarakat.

‘’Apapun alasannya, masyarakat kita tidak bisa dibenturkan dengan aparat. Itu bentuk penindasan,’’ tegas Leppa.

Namun argument Leppa langsung dibantah Candra, kerja sama dengan koperasi manapun, termasuk koperasi TNI AD adalah kewenangan perusahaan.

‘’Siapapun yang mau kami pakai (koperasi) urusan internal kami. Tergantung kami pihak perusahaan. Kami juga perlu menjaga bagaimana agar aman didalam. Selama ini kami bertahan saja, kami panen diambil buah kami,’’ bantahnya.

Sengketa lahan antara PT TML dengan Kelompok Tani Serumpun Taka, sudah menjadi permasahalan menahun yang tak pernah terselesaikan.

Persoalan meluas ketika perusahaan PT TML pada sekitar 2008 menjalin kerja sama dengan tokoh masyarakat Nunukan, Imam Basran untuk membuat perkebunan kelapa sawit dengan perjanjian keuntungan 70;30.

Masyarakat kemudian ikut menggarap lahan, menanami kelapa sawit di lahan yang saat ini menjadi obyek sengketa.

Tidak adanya perjanjian secara tertulis, membuat lahan garapan diperebutkan, dan masalah terus berkepanjangan hingga saat ini.

Adanya konflik internal PT TML dengan Perusahaaan Modal Asing (PMA) menambah runyam persoalan.

Meski sudah melalui beberapa kali persidangan, nasib lahan tersebut masih menjadi sengketa berkepanjangan, karena kedua belah pihak sama sama mengeklaim kepemilikan lahan.