oleh

Kisruh Pokir di DPRD Nunukan Berakhir Damai : Jangan Artikan Pokir Itu Tabu atau Haram

NUNUKAN, infoSTI – Polemik terkait Pokir (Pokok Pikiran) yang sempat dituding menjadi alasan 11 Anggota DPRD Nunukan, Kaltara, menjegal program pemerintah di agenda paripurna KUA PPAS Perubahan 2025 dan KUA PPAS murni 2026, Kamis (14/8/2025), berakhir damai.

Wakil Ketua DPRD Nunukan, Arpiah menegaskan, kericuhan menjelang sidang paripurna kemarin, sudah terselesaikan dan sudah tidak lagi ada masalah.

‘’Agenda paripurna persetujuan KUA PPAS perubahan 2025 dan KUA PPAS murni 2026 sudah disetujui dan diketuk dalam rapat paripurna kemarin. Semua polemik yang terjadi, sudah selesai,’’ ujarnya, Jumat (15/8/2025).

Pasca keributan kemarin, para anggota DPRD melakukan rapat internal untuk menetralisir suasana, mendiskusikan masalah dengan kepala dingin.

Hasilnya, seluruh Fraksi di DPRD Nunukan memastikan mengawal pemerataan anggaran untuk masing masing Dapil, dan komitmen memperjuangkan aspirasi masyarakat dengan Pokir.

‘’Semua Fraksi sepakat untuk mendukung kelancaran pembahasan anggaran dan implementasi program pemerintah,’’ tegasnya.

Adapun terkait Pokir, masyarakat perlu memahami semua itu memiliki regulasi yang mengatur.

Pokir tidak bisa diartikan sebuah hal yang tabu atau bahkan haram. Karena dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat, anggota DPRD memiliki kewajiban untuk mengusulkan program-program yang disebut Pokok Pikiran (Pokir).

Untuk difahami, Pokir adalah gagasan, usulan, atau kebutuhan yang disampaikan oleh anggota DPRD berdasarkan aspirasi masyarakat yang mereka wakili.

‘’Jadi jangan mengartikan Pokir itu sesuatu yang tabu atau bahkan haram,’’ kata dia.

Dasar hukum Pokir DPRD, diatur sedemikian rupa dalam sistem pemerintahan Indonesia.

Diantaranya, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 178 menyebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Usulan Pokir termasuk dalam fungsi anggaran karena disampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang).

Permendagri Nomor 86 Tahun 2017. Pokir DPRD diatur sebagai bagian dari proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).

Permendagri Nomor 25 Tahun 2021. Aturan ini memperkuat posisi Pokir dalam mekanisme perencanaan pembangunan daerah.

Pokir diselaraskan dengan kebutuhan daerah dan dituangkan dalam dokumen perencanaan.

‘’Anggota DPRD harus menyerap aspirasi masyarakat dan memastikan kebutuhan itu diterjemahkan dalam bentuk Pokir yang disampaikan kepada eksekutif,’’ urai Arpiah.

Dalam sebuah diskusi politik, kata Arpiah, sangat wajar ada perbedaan pendapat dan saling adu argument, seperti halnya yang kemarin terjadi.

‘’Adanya gesekan dan perbedaan pendapat di DPRD adalah hal yang biasa dan wajar. Itulah dinamika politik, sekaligus menunjukkan demokrasi yang hidup di Nunukan,’’ kata Arpiah.