oleh

Sekolah Hanya Berbekal Singkong Rebus dan Bercita Cita Jadi Dokter, Isi Surat Anak SD di Nunukan Ini Membuat Banjir Air Mata

NUNUKAN, infoSTI – Sepucuk surat yang ditulis Evfeazia Delama Maco, siswi kelas VI SDN 007 Nunukan, Kalimantan Utara, membuat terharu siapapun yang membacanya.

Alinea demi alinea yang tertulis, seakan membawa kita hanyut dalam pengalaman yang ia alami.

Emosi kita teraduk karena cerita yang disuguhkan adalah sebuah pengalaman nestapa, tentang bakti anak kepada orang tuanya, tentang betapa kerinduannya yang dalam terhadap almarhumah ibunya.

Hingga cita cita yang ingin dicapainya, berawal dari penderitaan sang Ibu yang sakit gondok dan kemudian meninggalkannya selamanya.

Hal itu, menguatkan tekad Dela untuk meraih mimpi menjadi seorang dokter.

Surat tersebut, merupakan salah satu surat diantara sekian banyak surat anak anak Nunukan yang ditujukan untuk Bupati Nunukan, Irwan Sabri, pada Hari Anak Nasional 2025 lalu.

Isi surat Dela, diunggah di Medsos Pemda, dan membawa pesan cukup dalam.

‘’Izinkan aku memperkenalkan diri sebelum bercerita tentang kehidupanku,’’ tulis Dela memulai ceritanya.

Namaku Evfeazia Delama Maco, sekarang aku duduk di kelas 6 D SDN 007 Nunukan. Mamaku biasa memanggilku Dela.

Aku lahir di Nunukan tanggal 03 Mei 2013. Dulu aku bersekolah di SDK Fransisco Yasinta, tapi setelah naik ke kelas 2, aku harus pindah ke Mansalong, karena bapakku bekerja di Mansalong.

Aku tidak mau jauh dari bapakku. Aku selalu bertanya sama Mamaku, kapan aku bisa ketemu Bapak.

Aku selalu iri melihat teman-temanku ke sekolah diantar bapaknya.

Waktu aku tinggal di Mansalong, rumahku jauh dari sekolah. Setiap hari harus bangun pagi, berjalan kaki ke sekolah.

Aku ingat, hampir setiap hari aku tidak mau ke sekolah, karena aku tidak sanggup jalan kaki.

Aku tahu bapakku tidak punya kendaraan untuk mengantarku ke sekolah.

Pernah bapakku pinjam sepeda, tapi bocor. Aku dan bapakku berjalan sambil mendorong sepeda itu.

Mungkin orang tuaku kasihan melihatku, akhirnya kami pindah ke kampung yang disebut ‘kampung Dayak’, tempatnya agak dekat dari sekolah.

Waktu itu aku sangat bahagia bisa berkumpul mama dan bapakku.

Tapi bahagia itu tidak lama aku rasakan, karena saat aku naik ke kelas 5, Mamaku meninggal dunia.

Aku sangat sedih, aku merasa tidak akan pernah melihat Mama lagi.

Aku ingat kalau Mama pernah bercerita, punya penyakit gondok dan sering sakit kepala. Kata-kata Mamaku itu sering aku ingat.

Mamaku juga pernah berpesan agar aku bisa menjaga adik-adikku.

Karena Mamaku dikuburkan di Nunukan dan aku pindah sekolah di SDN 007 Nunukan.

Aku bercita-cita menjadi dokter. Tapi apakah anak seperti aku bisa jadi dokter?

Bapakku hanyalah seorang petani yang penghasilannya pas-pasan, sementara aku masih punya adik-adik yang juga butuh biaya makan dan biaya sekolah.

Aku selalu sedih dengan diriku jika melihat temanku yang selalu bahagia.

Kalau jam istirahat, teman-temanku bisa belanja di kantin, dan aku hanya bisa menelan liur melihat teman-temanku makan.

Mamaku biasa membuatkan ubi rebus dan aku bagi sama teman-teman, tapi teman-temanku tidak ada yang suka, sehingga ubinya aku habiskan sendiri.

Setelah Mamaku meninggal, Bapakku pergi kerja di luar Nunukan. Hanya aku dan adik-adikku tinggal di rumah tante.

Bapak Bupati yang saya hormati, saya punya cita-cita pengen jadi dokter.

Tapi, kata teman-temanku, aku tidak bisa jadi dokter karena Bapakku buruh tani.

Betul betul Pak….. aku ingin jadi dokter karena ingin menolong orang yang sakit, yang tidak punya biaya berobat.

Dan pasti Mamaku bangga melihatku…

Surat tersebut, membuat Bunda Literasi Nunukan, yang juga istri Bupati Nunukan, Irwan Sabri, Ny. Annisa Mutia Sabri, terisak dan naik ke panggung memberikan pelukan hangat sebagai dukungan moral.

‘’Kami bangga atas ketulusan hati anak-anak yang luar biasa. Kami berharap Pemerintah Daerah Nunukan dapat terus hadir untuk mendukung anak-anak seperti Dela dalam meraih cita-citanya,’’ kata Annisa.

Untuk diketahui, menulis surat untuk Bupati Nunukan, diinisiasi Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.

Surat ditulis anak anak sekolah di Nunukan, mulai jenjang SD, SMP dan SMA, untuk dibacakan pada peringatan HAN 2025.