oleh

Mengenal Ponpes As’Adiyah, Alternatif Pendidikan Bagi Anak Perbatasan dan Anak TKI Malaysia, Menanamkan Jiwa Nasionalisme dan Patriot

NUNUKAN, infoSTI – Pondok Pesantren As’Adiyah di Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi salah satu lembaga pendidikan yang kerap banjir pendaftar setiap tahun ajaran baru.

Tak terkecuali tahun 2025, salah satu lembaga religi yang menjadi palang pintu terakhir untuk pendidikan karakter dan akhlak di perbatasan RI – Malaysia ini, menolak cukup banyak calon santri yang mendaftar.

Diantara calon santri, anak anak TKI Malaysia, masih menjadi prioritas di Ponpes yang beralamat di Jalan Bhakti Husada, RT 002 Desa Sungai Nyamuk, Sebatik Timur

‘’Kita masih memiliki keterbatasan sarana dan prasarana. Tahun ini kita sudah menambah satu kelas untuk Aliyah menjadi tiga kelas. Untuk yang Tsanawiyah kita penuhi kuota lima kelas, dan menutup pendaftaran. Bukan kita menolak pendaftar, tapi memang kita masih kekurangan kelas,’’ ujar Penanggung Jawab Asrama Ponpes As’adiyah Pulau Sebatik, Kamal Soreyanto, dihubungi, Rabu (16/7/2025).

Pesantren, kata Kamal, kini menjadi salah satu lembaga pilihan banyak masyarakat di tengah kerasnya arus modernisasi dan pergaulan yang menjurus ke arah negatif.

Mayoritas orang tua calon santri, menitipkan pendidikan putra putri mereka di pesantren karena khawatir pergaulan anak anaknya.

Pengaruh gadget sudah sangat kuat. Ketika anak anak sulit lepas dari Hp, hubungan dalam keluarga menjadi renggang dan anak anak menjadi sulit dinasehati.

Untuk orang tua yang bekerja di Malaysia, khususnya di daerah perkebunan, menitipkan anaknya di Ponpes, menjadi pilihan bijak.

Selain ditempa ilmu agama dan ilmu umum, anak anak menempati asrama dengan aturan dan pengawasan ketat dari para pembimbing.

‘’Pesantren ini kan tujuannya memang menanamkan akhlaqul karimah. Bagaimana menghormati orang tua, memperbaiki hubungan dengan Tuhan dan mengatur hubungan dengan manusia,’’ kata Kamal.

Ponpes yang berdiri diatas lahan seluas 89×200 meter ini, memiliki lebih 1200 santri/santriwati. Sekitar 300an santri di antaranya merupakan santri mukim atau tinggal di asrama.

Mulai jenjang Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS), hingga Madrasah Aliyah (MA).

Karena berada di perbatasan Negara, Kamal memandang penting pendidikan wawasan kebangsaan dengan melibatkan TNI.

“Dengan bermanhaj Ahlussunnah Wal Jamaah, Ponpes As’adiyah berupaya menanamkan fondasi agama yang kuat kepada generasi bangsa di perbatasan Negara. Mendidik anak anak bangsa menjadi pribadi yang religius, nasionalis dan patriot,” ujar Kamal.

Untuk diketahui, Ponpes As’adiyah Pulau Sebatik, merupakan cabang dari Ponpes yang berpusat di Kota Sengkang, Sulawesi Selatan.

Pada 2014 lalu, salah satu pengusaha Pulau Sebatik, Haji Ali Karim, membeli lahan dan membangun ponpes yang saat itu hanya terdiri dari satu gedung.

Murid generasi pertama juga hanya ada 12 santri. Untuk menutup kekurangan santri, pihak ponpes akhirnya menerima sejumlah murid-murid sekolah umum yang dikeluarkan sekolah karena masalah kedisiplinan atau masalah kenakalan.

Ponpes yang dipimpin oleh Prof Dr KH Nasrudin Umar, yang merupakan imam besar Masjid Istiqlal Jakarta dan saat ini menjabat sebagai Menteri Agama RI ini juga menjadi lokasi pendidikan alternatif bagi para anak-anak TKI Malaysia.

‘’Jadi Ponpes As’Adiyah bisa dikatakan gerbang terakhir untuk pendidikan moral dan membina generasi Robbany di perbatasan. Semoga sarpras semakin lengkap, sehingga kita menerima santri lebih banyak, dan menghasilkan insan insan terdidik dan religius, yang siap terjun ke masyarakat dengan ilmunya,’’ kata Kamal.