NUNUKAN, infoSTI – Lahan perkebunan yang diklaim milik eks Bupati Nunukan, Kalimantan Utara, Abdul Hafid Ahmad, diduga diserobot perusahaan kelapa sawit, PT Nunukan Bara Sukses (NBS).
Pendamping kuasa Abdul Hafid, Paris Balang mengatakan, lahan yang diserobot, ada di Desa Makmur, Kecamatan Tulin Onsoi.
‘’Dari total luas lahan milik Pak Haji Hafid sekitar 38 Hektar, yang diserobot seluas 2,4 hektar,’’ ujar Paris, dalam wawancara, Jumat (13/6/2025).
Lahan tersebut, dikeruk untuk tanah timbunan membangun Tersus (Terminal Khusus) untuk bongkar muat kelapa sawit.
Juga untuk timbunan akses jalan sekitar 1 Km dengan luas 12 meter, menuju dermaga Tersus milik PT NBS.
‘’Lahan diserobot PT NBS, yang punya tidak dimintai izin. Jadi kita minta pertanggung jawaban perusahaan atas masalah itu,’’ ujar Paris lagi.
Kepemilikan tanah Abdul Hafid tersebut, kata Paris, berdasar alas hak Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang terbit tahun 2016.
SPPT dikeluarkan Kades pertama Desa Makmur, Usro Yusuf dan ditandatangani Camat, Jumianto.
Terdapat perjanjian jual beli, kwitansi pembelian, saksi batas, dan pengakuan para warga sekitar serta Kepala Desa yang daerahnya berbatasan langsung, yaitu Kepala Desa Makmur Kecamatan Tulin Onsoi dan Kepala Desa Pembeliangan Kecamatan Sebuku.
Paris menuturkan, aksi penyerobotan oleh PT NBS, dimulai tahun 2018/2019 saat PT NBS membangun Tersus di areal tersebut.
‘’Mereka butuh tanah timbunan, dikeruklah lahan milik Bapak Abdul Hafid, yang saat itu dikuasakan kepada almarhum Parman,’’ tuturnya.
Aksi penyerobotan berlanjut tahun 2024. PT NBS membangun akses jalan menuju Tersus, diatas lahan Abdul Hafid.
‘’Mereka menumbangkan banyak pohon kelapa sawit, lebih 300 pokok sawit mereka robohkan. Jalan itu juga melewati 19 kapling tanah warga yang bersertifikat,’’ imbuhnya.
Kasus ini, sudah melalui beberapa kali mediasi, mulai di Kantor Desa, Kantor Kecamatan, sampai di ruang Kabag Ekonomi dan Pembangunan Setda Nunukan.
Dalam setiap mediasi, pihak perusahaan diwakili kuasa direktur PT NBS, Panji Setiyawan menyatakan bertanggung jawab penuh dan bersedia membayar ganti rugi.
‘’Surat pernyataan itu ditandatangani diatas materai, disaksikan Kades, Camat sampai pejabat Pemda Nunukan. Faktanya, sampai hari ini pernyataan perusahaan hanya pepesan kosong,’’ kata Paris.
Paris menyayangkan aksi PT NBS yang seharusnya datang untuk mensejahterakan masyarakat, justru menciptakan konflik berkepanjangan.
Ia juga menilai PT NBS tidak memiliki etika, mengingat dulu perusahaan tersebut masuk Nunukan atas izin Bapak Haji Hafid sebagai Bupati pertama yang menjabat dua periode, mulai 2001 – 2006, dan 2006 – 2011.
‘’Kebaikan Haji Hafid berlanjut juga di tangan putrinya, yang juga menjabat 10 tahun, serta istrinya sebagai Ketua DPRD Nunukan 10 tahun juga. PT NBS ini tidak bermoral. Dia membalas air susu dengan air tuba,’’ kata Paris.
Paris juga menunjukkan sebuah video pengakuan warga bernama Ibrahim yang menerima uang Rp 60 juta dari PT NBS untuk melancarkan pembuatan jalan menuju Tersus.
Ibrahim, kata Paris, adalah warga yang diduga mafia tanah. Dia mengkapling tanah tanah masyarakat, membuatkan sertifikat, dan menjualnya untuk keuntungan pribadi.
‘’Nah karena ulah Ibrahim ini, perusahaan berdalih sudah membayar ke masyarakat untuk membuat akses jalan. Padahal, tanah tersebut adalah tanah milik Haji Hafid,’’ tegasnya.
Dibawa ke DPRD Nunukan
Tidak ada penyelesaian dan kepastian dari PT NBS, Paris kemudian membawa persoalan ini ke Gedung DPRD Nunukan.
‘’Kita bawa ke ranah pemerintah sudah, dan belum ada hasil. Kita sekarang bawa ke DPRD. Tapi dua kali undangan mediasi untuk Rapat Dengar Pendapat, PT NBS tidak pernah hadir,’’ sesalnya.
Yang lebih parah, lanjut Paris, PT NBS tak pernah menyelesaikan masalah penyerobotan lahan.
Ketika masyarakat memasang gate/menutup jalan menuju Tersus, perusahaan memilih membangun jalan baru di lokasi lain.
Bahkan saat ini, mobil mobil pengangkut kelapa sawit PT NBS, nekat melewati jalan provinsi dengan muatan penuh.
‘’DPRD tak punya arti di mata PT NBS. Buktinya dua kali dundang tidak hadir. Apakah ini perusahaan yang harus dipertahankan pemerintah? Ketika masyarakat mencuri buah sawit, hukum berlaku. Tapi perusahaan menyerobot lahan warga, kemana hukum,’’ tanyanya.
DPRD Nunukan minta bantuan polisi
DPRD Nunukan, mengaku geram akibat upaya mediasi yang diagendakan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), sudah dua kali batal akibat absennya PT NBS.
Biasanya, ketidakhadiran akan dibarengi dengan surat penjelasan dari penyebab ketidak hadiran.
Namun PT NBS, sudah dua kali absen, tanpa ada penjelasan apapun.
Undangan pertama, dilayangkan Senin (26/5/2025), dan undangan kedua, untuk agenda hering pada Kamis (12/6/2025). Dan dua duanya tidak dihadiri PT NBS, tanpa keterangan.
‘’Kami mengundang sebagai lembaga DPRD, bukan perorangan. Seharusnya wajib datang kalau diundang, apalagi kami sebagai wakil masyarakat, harus tahu bagaimana sebenarnya akar masalah tudingan penyerobotan lahan di Desa Makmur ini,’’ ujar Ketua Komisi 2 DPRD Nunukan, Andi Fajrul Syam, saat dikonfirmasi.
DPRD sebagai lembaga terhormat dan wakil rakyat, sudah barang pasti tak ingin masalah sengketa masyarakat dan perusahaan berkepanjangan, tanpa adanya kepastian.
‘’Kita telfon kuasa hukum PT NBS, jawabannya silahkan menggugat. Bukan begini yang kita mau. Kita mediasi, selesaikan baik baik dulu, untuk ke ranah hukum, itu langkah terakhir kalau pertemuan memang buntu,’’ sesal Andi Fajrul.
Menyikapi persoalan ini, DPRD selaku unsur penyelenggara pemerintahan daerah dan juga fungsi pengawasan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, segera mengambil tindakan tegas kepada perusahaan.
‘’DPRD segera melayangkan surat permohonan bantuan ke polisi untuk memanggil paksa managemen PT NBS,’’ tegasnya.
Anggota DPRD Nunukan Mansur Rincing juga mengingatkan agar PT NBS sadar terhadap peran DPRD sebagai penyambung lidah rakyat.
Tudingan penyerobotan lahan masyarakat, bukan masalah sepele, sehingga penjelasan managemen PT NBS akan menjadi kunci dari solusi masalah.
‘’Tapi kenapa kok dua kali diundang tidak hadir, tanpa keterangan apapun. Kalau DPRD tidak dihargai, kita minta polisi nanti yang hadirkan perusahaan ke DPRD,’’ tegasnya.
DPRD juga akan turun ke lokasi untuk investigasi, melihat langsung batas tanah HGU perusahaan, sekaligus memastikan dugaan pelanggaran yang dilakukan terhadap tanah masyarakat, akan mendapat konsekuensi yang seharusnya.
‘’Ini ada surat surat pernyataan siap ganti rugi karena menyerobot tanah masyarakat. Ada semua berkas dengan tanda tangan diatas materai. Kenapa diingkari itu semua,’’ sesalnya.