oleh

Ironi Pasar Pujasera Nunukan, Diserahkan ke Pedagang Tapi Malah Ditinggalkan dan Disewakan

NUNUKAN, infoSTI – Bangunan puluhan ruko permanen di kawasan Tanah Merah Nunukan, Kalimantan Utara, mangkrak tak terurus sejak diserahkan ke para pedagang sekitar 2013 lalu.

Barisan ruko, kini terlihat kumuh, dan sering digunakan tak sesuai peruntukan.

Padahal, dengan pemandangan/view pinggir laut, seharusnya 78 unit ruko Puja Sera (Pusat Jajanan Selera Rakyat) tersebut, bisa bermanfaat bagi pedagang di Nunukan.

‘’Kita mulai memetakan lagi, siapa siapa yang kemarin mendapat jatah pembagian Ruko di Pujasera. Kita akan tertibkan dulu sebelum memutuskan akan diapakan nantinya,’’ ujar Kabid Perdagangan, pada Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (DKUKMPP) Nunukan, Dior Frames, dikonfirmasi Jumat (23/5/2025).

Dior mengakui, di lapangan penerima ruko banyak yang tak bertanggung jawab. Mereka justru mengambil uang sewa ke masyarakat yang berminat menempati ruko.

Ia menegaskan, Pemkab Nunukan masih melakukan pendataan ulang. Dan sudah pasti, para pedagang yang menerima sewa ruko namun tidak aktif, akan dievaluasi kembali.

‘’Memang sekarang tidak terurus kondisinya. Kita juga menyayangkan. Dulu sempat ditunjuk ada kepala pasar dan sebagainya, tapi nyatanya pasar Pujasera kebanyakan tidak difungsikan,’’ sesalnya.

Pasar Pujasera di pinggir laut Tanah Merah yang bersebelahan dengan Pelabuhan Speed Boad Liem Hie Djung ini, mulai difungsikan pada 2013.

Pasar Pujasera, diperuntukkan bagi pedagang Pasar Malam yang tidak tertib dan menggunakan badan jalan di depan Pasar Sentral Inhutani.

Sayangnya usaha pemerintah tersebut tak membuahkan hasil. Para pedagang tetap menyebar di lokasi lokasi strategis yang tentunya meyalahi aturan.

‘’Makanya kita lakukan pendataan ulang. Kita akan rapatkan lagi nanti bagaimana baiknya. Untuk apakah akan menjadi lokasi relokasi bagi pedagang yang berjualan di tempat tidak semestinya, semua masih dalam pembahasan,’’ jelas Dior.

Di sisi lain, pelaku UMKM kian menjamur dan berjualan di lokasi yang tak semestinya.

Bahkan di alun alun kota Nunukan, yang notabene kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH), dipenuhi gerobak dan kios pedagang kaki lima mulai sore hingga larut malam.

Yang lebih memprihatinkan, pedagang asongan seakan dikoordinir memenuhi alun alun, sampai di depan Tugu Dwikora. Salah satu ikon dan symbol sejarah di Nunukan.

Di depan Tugu Dwikora sekalipun, kini dipenuhi kendaraan yang terparkir, sehingga pendatang yang ingin mengabadikan momen kunjungan di situs sejarah, kesulitan mengambil foto yang ikonik.

Deretan Ruko Pujasera yang kini tak ditempati oleh penjual karena sepi pembeli,

Kabid UMKM DKUKMPP Nunukan, Mardiana mengatakan, ada sekitar 65 pedagang di alun alun Nunukan.

Dengan rincian di depan Bank BNI ada 30 kios, di depan Kantor Perpustakaan dan Arsip ada 29 kios, dan di depan Tugu Dwikora ada 6 kios.

‘’Memang kalau secara aturan, kita katakan itu salah. Pertama itu RTH, dan kedua keberadaan kios kaki lima di depan Tugu Dwikora, tentu menyalahi estetika kota,’’ kata dia.

Kendati demikian, kebijakan untuk menggeser atau merelokasi pelaku UMKM di alun alun, tidak bisa dilakukan serta merta.

Butuh pertimbangan matang, dari sisi dampak dan lokasi relokasi bagi mereka.

‘’Lokasi relokasi juga harus memperhatikan sisi menariknya apa, jangan sampai terjadi lagi Pujasera kedua. Disediakan gedung untuk jualan tapi sepi dan ditinggal penjual,’’ katanya lagi.

Selama belum ada kebijakan untuk relokasi, Mardiana mengimbau para pelaku UMKM di alun alun tak perlu grasa grusu, tak perlu risau.

‘’Silahkan saja berjualan karena itu mata pencaharian kalian. Yang harus dicatat jangan membuat isu/ulah yang merugikan usaha sendiri.

Sebagai contoh, sampah yang tidak dibersihkan, atau memadati areal Tugu Dwikora.

‘’Ketika itu dilanggar, Pemerintah akan melakukan tindakan tegas dengan menimbang tata ruang kota, khususnya di depan Tugu Dwikora,’’ kata dia.

Secara kewenangan, DKUKMPP tentu tidak akan masuk ranah perizinan, karena itu domain Dinas Lingkungan Hidup (DLH), atau penindakan yang menjadi Tusi Satpol PP.

DKUKMPP juga tidak mau flash back, siapa yang mengizinkan berjualan di alun alun, tapi lebih ke pendataan dan pembinaan UMKM.

‘’Dulu ada SK koordinator. Untuk apakah sekarang ada oknum yang menyewakan dan meminta pembayaran lapak bagi penjual, kita memang mendengar itu. Hanya saja, kembali lagi bukan ranah kita mengurusi hal tersebut,’’ kata Mardiana.