oleh

Cerita Pembuat Kompor Oli Bekas di Nunukan, Berawal dari Survive Hingga Keprihatian Sulitnya Masyarakat Mendapat LPG Melon

NUNUKAN, infoSTI – Sebuah rumah kostan di Jalan Keramat, Gang Rejeki, Nunukan, Kalimantan Utara, dipenuhi tumpukan besi bekas.

Terlihat peralatan bor, gergaji besi, dan mesin las di halaman rumah sangat sederhana yang dihuni Eko Gunawan, si pembuat kompor oli bekas.

‘’Silahkan bang, maaf tempatnya berantakan,’’ sapa Eko, saat wartawan berkunjung di rumah sekaligus bengkel kompor oli bekas buatannya, Jumat (14/3/2025).

Warna mencolok kompor besi oli bekas, menjadi salah satu daya Tarik bagi orang yang lewat.

Warna loreng, orange dan hitam, memang menjadi ciri khas dari kompor besi dengan bahan bakar oli bekas, buatan Eko.

‘’Jadi warna yang eye catching itu menjadi salah satu strategi menjual barang. Semakin mencolok, mata orang akan tergoda, dan mau tidak mau pasti ingin melihat,’’ ujar Eko memulai ceritanya.

Keberadaan kompor oli, memang tengah menarik perhatian masyarakat perbatasan RI – Malaysia, di tengah masalah distribusi LPG melon yang kerap mandek, dan harga yang melambung.

Di Kabupaten Nunukan, pengiriman barang, baik Sembako, sayur mayor, bahan pokok penting, hingga LPG subsidi, didistribusikan melalui laut, dan harus menyesuaikan kondisi cuaca.

Saat kapal dokking, harga barang akan melambung tinggi, sampai stok barang baru, kembali datang ke Nunukan.

‘’Saat cuaca buruk, atau kapal dalam masa dokking, kita lihat sendiri bagaimana sulitnya masyarakat mendapat LPG. Biar dijual Rp 90.000 pertabung, tetap mereka beli karena terpaksa,’’ tuturnya.

Keadaan ini, membuat pemikiran Eko terbuka, dan mencoba menawarkan solusi ekonomis, dengan kompor oli bekas.

Berawal dari survive

Eko yang merupakan seorang perantauan, memiliki kendala dalam masalah ekonomi.

Ia harus mengirit, dan menekan biaya pengeluaran konsumsi. Iapun terfikir membuat kompor oli untuk mengakali sulit dan mahalnya harga tabung gas LPG.

‘’Jadi awalnya untuk bagaimana supaya pengeluaran irit. Saat itu api kompor masih merah, saya terus berinovasi, sampai akhirnya, keluhan terhadap kompor oli, sudah tidak lagi ada,’’ tuturnya.

Eko, memulai produksi kompor oli bekas sekitar tahun 2022. Berbekal kemauan dan rasa penasarannya untuk mengahasilkan alat masak yang irit dan mudah, iapun berburu besi bekas, sampai berhasil membuat kompor oli bekas berapi biru, sehingga alat masak tidak menghitam.

‘’Garansi seumur hidup ini kompor oli buatan saya Insyaalloh. Dan dijamin aman, tidak akan meledak,’’ kata alumni Universitas Hasanuddin Makassar, fakultas ilmu komunikasi ini.

Terjual ratusan unit

Kompor oli bekas buatan eko, didesain dengan dua lubang untuk masuknya oli bekas, dan angin blower.

Terdapat keran penyetel aliran oli, maupun tekanan blower, sehingga pengguna kompor oli, bisa menyetel besar kecil nyala api.

Tetangga sekitar tempat tinggal Eko, bahkan hampir semua menggunakan kompor oli, khususnya mereka yang bergerak di bidang UMKM.

Ada penjual jamu gendong yang merebus 3 panci besar jamunya dengan kompor oli, ada pengusaha pentol rebus, dan ada juga penjual tahu tek tek (sejenis ketoprak) yang juga memilih kompor oli buatan Eko.

‘’Saya sudah membuat sekitar 150 kompor, dan semua terjual. Ada juga yang dikirim ke Sulawesi,’’ tuturnya lagi.

Hasil masakan juga tidak beda dengan hasil dari kompor gas atau kompor listrik.

Tidak ada bau oli, atau keluhan dari para pengguna kompor.

Selain itu, kompor oli bekas, jauh lebih irit ketimbang kompor gas. Jika dibandingkan, kata Eko, 1 liter oli bekas, bisa memasak selama 3 jam.

‘’Harga oli bekas itu satu liternya Rp 1000. Kalau kita bandingkan, harga LPG melon itu Rp 20.000, maka bisa 60 jam tanpa mati,’’ jelasnya.

Belum lagi, memasak di kompor oli lebih cepat dua kali lipat dibandingkan dengan kompor gas.

‘’Silahkan buktikan sendiri, silahkan bertanya kepada para konsumen kompor oli bekas saya. Saya juga masih mencoba membuat kompor oli yang cetekan macam kompor gas, semoga segera terealisasi,’’ tegasnya.

Keunggulan kompor oli

Kompor oli bekas, memiliki banyak keunggulan. Yang pertama, lebih irit, dan mencegah bengkel bengkel kendaraan yang selama ini kesulitan membuang oli bekas.

‘’Kita membantu mencegah pencemaran lingkungan,’’ kata dia.

Oli bekas, akan membahayakan habitat saat dibuang ke laut, atau sungai.

Akan merusak tanah atau mencemari lingkungan, ketika dibuang didalam lubang galian.

Sehingga menjadikannya bahan bakar untuk memasak, adalah salah satu cara paling efektif.

Yang kedua, kompor oli bekas mudah digunakan dengan bahan bakar yang jauh lebih murah dibanding gas LPG yang seringkali terlambat datang ke Nunukan.

Selain sulit, LPG melon harus didapat dengan harga mahal ketika stok habis.

‘’Cukup 1 liter oli bekas seharga Rp 1000 rupiah, masyarakat bisa masak selama 3 jam tanpa berhenti. Tidak perlu takut kehabisan bahan bakar, karena oli bekas banyak di bengkel bengkel. Kebutuhan oli bekas juga tidak banyak, karena awet sekali, beda dengan minyak tanah juga,’’ lanjutnya.

Nihil perhatian pemerintah

Keberadaan kompor oli, sebenarnya menjadi salah satu wujud keprihatinan atas kondisi Nunukan yang mengalami inflasi.

Harga rumput laut yang selama ini menjadi komodity ekonomi andalan masyarakat, anjlok dan tak kunjung normal hampir setahun lamanya.

Saat harga masih tinggi, sawah sawah bahkan ditinggalkan masyarakat karena euphoria rumput laut.

Produksi rumput laut Nunukan yang menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia, bahkan membuat warga luar pulau Nunukan, datang untuk mengadu nasib dengan menjadi pekerja rumput laut.

‘’Seharusnya pemerintah daerah berfikir, ketika tidak mampu mengintervensi harga rumput laut, maka yang dilakukan adalah menjaga perut dan memastikan dapur warga tetap berasap,’’ sesalnya.

‘’Dengan hadirnya kompor oli bekas, maka pengeluaran dapur bisa ditekan, dan hal ini seharusnya menjadi bahan evaluasi pemerintah. Sayangnya produk UMKM khususnya kompor oli bekas, belum dilirik,’’ kata Eko.