NUNUKAN, infoSTI – Penyidik Polres Nunukan, Kalimantan Utara, memeriksa 14 orang saksi, terkait dugaan korupsi Koperasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) ‘Sejahtera’ yang mengakibatkan kerugian Negara dengan asumsi Rp 12.5 miliar.
Kasat Reskrim Polres Nunukan, Iptu Agustian Sura Pratama, mengatakan, kasus ini berjalan sedikit lamban, karena penyidik harus menggali informasi sejak berdirinya Koperasi Sejahtera pada 2005, hingga Tahun 2022.
‘’Tapi saat ini sudah di tingkat penyidikan. Kita sudah periksa 14 saksi, dan segera gelar perkara untuk penetapan tersangka di Polda Kaltara,’’ ujarnya, ditemui, Selasa (18/2/2025).
Para saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan, memang terdiri dari ASN dan sipil, yang tentunya mengetahui dan terlibat langsung dalam kepengurusan koperasi dimaksud.
Bahkan eks Wakil Bupati Nunukan, Hanafiah, juga sempat dipanggil sebagai saksi, berkaitan dengan statusnya yang pernah mengepalai Koperasi saat awal pendirian.
‘’Kita tidak klasifikasikan apakah dia PNS atau bukan. Yang jelas, mereka yang kita panggil, semua adalah saksi, yang keterangannya dibutuhkan untuk membuka jalan pengungkapan kasus ini,’’ tegasnya.
Untuk penetapan tersangka, kata Agustian, penyidik masih menunggu hasil penghitungan jumlah pasti besaran kerugian Negara, oleh Pejabat Inspektorat Nunukan.
‘’Semua sudah siap untuk gelar perkara penetapan tersangka. Tinggal menunggu hasil penghitungan Inspektorat. Setelah itu kita terima, kita gelar, lalu umumkan siapa tersangkanya,’’ kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Kepolisian Resor Nunukan, Kalimantan Utara, sedang menyelidiki dugaan korupsi di Koperasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) Nunukan dengan asumsi kerugian negara mencapai Rp 12,5 miliar.
penyelidikan menghadapi kendala karena dugaan korupsi ini, terjadi sejak 2005.
Berdasarkan penelusuran, Koperasi PNS “Sejahtera” berdiri di Jalan RA Kartini, RT 07 Nunukan Tengah, dengan akta pendirian Nomor 180/BH/KDK.17.3/I/2001.
Koperasi ini didirikan untuk memudahkan PNS dalam layanan simpan pinjam.
Awalnya, koperasi meminjam modal dari perbankan dan memperluas usaha ke kredit kendaraan bermotor.
Kesuksesan awal ini kemudian mendorong koperasi untuk kembali meminjam dana (penyertaan modal), guna menyediakan fasilitas cicilan rumah.
Namun, dugaan penyelewengan muncul terkait penggunaan uang yang berasal dari kontribusi anggota koperasi.