NUNUKAN, infoSTI – Kenaikan LPG melon/subsidi dari harga Rp 20.000 menjadi Rp 30.000 per tong, di awal 2025 untuk Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menuai reaksi penolakan dari masyarakat.
Media social di perbatasan RI – Malaysia ini, dipenuhi kekecewaan netizen yang semua bermuara pada kritik kinerja, hingga mekanisme pengawasan yang dilakukan Pemkab Nunukan.
Jika pada 2024, HET LPG melon masih Rp 20.000 per tong saja banyak dijual Rp 60.000 – Rp 70.000/tong, bagaimana saat HET ditetapkan Rp 30.000/tong.
Tentu, di lapangan, masyarakat harus merogoh kocek lebih dalam, dan tidak menutup kemungkinan dijual hingga Rp 100.000/tong, sebagaimana kesaksian sejumlah warganet di beberapa grup facebook di Nunukan.
Merespon keluhan masyarakat, Kepala Bagian (Kabag) Ekonomi Sekretariat Daerah (Setda) Nunukan, Rohadiansyah, meminta warga melapor ketika membeli LPG melon diatas HET yang ditetapkan Rp 30.000.
‘’Ada yang bilang dijual Rp 50.000, Rp 70.000, tapi saya tanya lokasinya, tidak mau kasih tahu, gimana kita mau cek. Saya kuatir mereka melempar bola saja. Maksud saya, kalau ada seperti itu, infokan ke kami, laporkan, biar kita cek langsung,’’ ujarnya, saat dihubungi, Senin (13/1/2025).
Rohadi mengakui, harga LPG melon yang bervariasi, dijual oleh pedagang eceran, bukan terjadi di pangkalan.
Saat ini, Pemda Nunukan masih fokus melakukan pengawasan di Pangkalan LPG, mengingat kenaikan harga, baru disepakati Gubernur Kaltara, dua hari belakangan.
‘’Jadi kita minta tunjukkan dimana pengecernya. Kita akan datangi, bersama Aparat Penegak Hukum (APH). Apakah sanksinya, kita pastikan dulu lokasinya,’’ tegasnya.
Jawaban Rohadiansyah, justru memicu protes berkepanjangan. Dan Medsos kembali ramai.
Salah satu tokoh masyarakat dan Ketua Formaline (Forum Masyarakat Adat Lintas Etnies), Nunukan, Sumari, bahkan memprotes respon Pemerintah.
‘’Mohon maaf Pak Rohadiansyah, Kabag Ekonomi Pemkab Nunukan, tanpa laporan dari masyarakatpun, saya yakin bahwa bagian pengawasan sudah tahu dimana tabung 3 Kg dijual tidak sesuai aturan,’’ kata Sumari.
Setiap hari, lanjutnya, bagian pengawasan melewati tempat dimana tabung 3 kg dijual tidak sesuai aturan tersebut.
Penikmat tabung LPG melon, kata Sumari, bukan hanya masyarakat tidak mampu, para pejabat dengan mobil pelat merah sekalipun, ikut menikmati barang subsidi dengan tulisan untuk warga miskin itu.
Jika fakta tersebut dibantah, Sumari menantang Pemda Nunukan untuk memeriksa rumah rumah pemakai tabung LPG melon, bahkan ke café café/rumah makan besar yang ada.
Pemda bisa menanyakan langsung, dari mana mereka membeli LPG subsidi dengan harga jauh diatas HET.
‘’Ayo pak, lakukan operasi di lapangan. Saya mendukung ikut turun ke lapangan,’’ kata Sumari lagi.
Rohadiansyah, tidak membantah apa yang dijelaskan Sumari.
Untuk carut marut masalah LPG melon, ia juga sudah dipanggil DPRD Nunukan, untuk menjelaskan secara gamblang, mengapa kuota 60.000 hingga 70.000 tong LPG untuk Nunukan dalam sebulan, selalu kurang di lapangan.
‘’Dulu, kuota LPG subsidi untuk warga Nunukan itu hanya 20.000 tong perbulan. Semua tahu LPG subsidi merupakan barang terbatas dan sudah ditentukan kuotanya. Kalau diusulkan penambahan kuota, dasarnya tentu jumlah warga miskin,’’ jelas Rohadiansyah, Rabu (15/1/2025).
Untuk meminta tambahan kuota ke Pertamina, Pemda Nunukan menjabarkan eksitensi LPG Malaysia, dimana nyaris semua produk negeri tetangga, menguasai pasar di wilayah perbatasan.
Selain itu, pengiriman LPG ke Nunukan yang hanya bisa melalui jalur laut, berpotensi keterlambatan ketika cuaca tidak mendukung.
Alhasil, keterlambatan distrisbusi LPG melon, membuat banyak masyarakat miskin menjual tong gas kosong mereka, dan tetap mengandalkan LPG Malaysia ukuran 14 Kg, yang biasanya dibanderol Rp 250.000 – Rp 300.000/tong.
Atas dasar tersebut, ditambah misi untuk sosialiasi cinta produk Indonesia, Pertamina akhirnya menyetujui penambahan kuota 40.000 tabung lebih, untuk Nunukan.
Sehingga, Kabupaten Nunukan mendapat distribusi 60.000 sampai 70.000an tabung.
‘’Tapi kendalanya, karena semua butuh, akhirnya distribusi tersebut tidak hanya dinikmati warga miskin. Harganya yang murah, membuat yang tidak berhakpun ikut menikmati, sehingga arah subsidi, menjadi semrawut,’’ keluhnya.
Dengan banyaknya tong LPG kosong yang dijual sebelumnya, banyak warga memiliki tong LPG lebih dari satu, dan membuka usaha jual beli gas.
Pada akhirnya, tong LPG melon tersebar tanpa control, dan menjadikan harganya bervariasi, bahkan jauh diatas HET.
Keadaan tak terkendali tersebut, belakangan menjadi celah bagi pengecer illegal menjual lpg Melon hampir Rp 100.000.
Belakangan, muncul unggahan bernada sarkas di medsos.
Kalimat ‘ini Nunukanku, dan ‘menyala Nunukanku’, sedang trending pasca kenaikan harga LPG melon.
‘’Memang kita memiliki kendala dalam penertiban. Merujuk komentar Bapak Ketua Formaline Nunukan, ya tidak bisa seekstreme itu kita masuk rumah rumah penduduk, mengecek ada apa tidak LPG melon. Tidak sampai seperti itu penindakannya saya rasa,’’ kata Rohadiansyah.
Saat ini, Pemda Nunukan kembali memetakan para penerima LPG subsidi dengan harapan arah subsidi bisa tepat sasaran.
Agen dan pangkalan, juga diminta mendata ulang, demi suksesnya penertiban yang sedang diprogramkan.
‘’Jadi bukan kuotanya yang kurang. Tapi siapa yang menggunakan, ini yang perlu disaring, diseleksi lagi. Kita sudah jabarkan rencana ini ke DPRD Nunukan, mohon dukungannya agar carut marut LPG subsidi segera teratasi,’’ kata Rohadiansyah.