oleh

Sidak Proyek Tak Selesai, DPRD Nunukan Temukan Dugaan Monopoli, Satu Pengusaha Mengerjakan Puluhan Proyek

NUNUKAN, infoSTI – DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, menemukan dugaan monopoli terhadap proyek proyek APBD Nunukan 2024, yang tak selesai dikerjakan/addendum.

Pada Inspeksi Mendadak/Sidak proyek yang dilakukan Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama dan Saddam Husein, Rabu (8/1/2024), terkuak fakta mengejutkan, dimana seorang pengusaha, mendominasi proyek.

Bahkan jumlahnya puluhan proyek. Mulai pengaspalan jalan dengan nilai miliaran, hingga proyek senilai ratusan juta.

‘’Waktu rapat dengan Kepala Dinas PU Nunukan kemarin di DPRD Nunukan, saya sampaikan, ada pengusaha yang sampai muntah proyek. Akibatnya, banyak proyek tidak selesai dikerjakan dan harus lanjut dikerjakan 2025,’’ ujar Andre Pratama.

Temuan ini, menjadi jawaban sangat masuk akal, melihat puluhan proyek APBD 2024, yang tidak selesai.

‘’Kalau gelas sudah penuh, tapi diisi terus dengan air, tumpah tumpah itu barang. Over dosis, ini gambaran atas keadaan proyek saat ini,’’ ujarnya lagi.

Melihat kondisi ini, DPRD Nunukan sudah mewanti wanti Inspektorat agar jangan menyetujui apabila kontraktor kontraktor dengan proyek yang demikian banyaknya, meminta perpanjangan waktu lagi ketika pekerjaan mereka tidak tuntas dalam batas waktu 50 hari.

Inspektorat dan semua dinas tekhnis juga harus melakukan pengawasan ketat sampai batas waktu addendum.

‘’Jika tidak bisa selesaikan proyek mereka, putus saja kontraknya, dan blacklist perusahaannya,’’ tegasnya.

Hal tersebut, berkaitan dengan keadilan Pemerintah Daerah dalam memberikan pekerjaan kepada para kontraktor.

Di Nunukan, banyak kontraktor yang mampu dan sangat kredibel dalam pekerjaannya, sehingga ‘monopoli’ proyek proyek APBD yang diberikan pada satu pengusaha, tentu bukan perkara bijak.

‘’Pantas saja kalau banyak sekali proyek yang tidak selesai. Bagaimana mungkin satu kontraktor menyapu bersih semua proyek. Bahkan yang nilainya kecil sekalipun, tidak dia lepas. Apa namanya kalau bukan monopoli,’’ tegasnya.

DPRD Nunukan juga melihat indikasi proyek yang berpotensi tidak selesai di masa addendum.

Salah satu contoh, adalah pekerjaan pembangunan tambahan prasarana Paras Perbatasan, dengan nilai pekerjaan Rp 9,7 miliar.

Progresnya masih 51 persen. Dan terlihat pengerjaan cor terburu buru, sehingga hasilnya terlihat berbeda beda.

‘’Heran juga kami, pekerjaan proyek APBD 2024 yang belum selesai, didominasi seorang pengusaha saja. Bahkan proyek pengerukan sedimen Embung Sei Bilal yang nilainya Rp 341 juta, dia juga kerjakan, macam tidak ada kontraktor yang bisa bekerja di Nunukan,’’ sesal Andre.

‘’Jika dikalkulasikan, proyek yang belum selesai dikerjakan oleh pengusaha tersebut, totalnya sekitar Rp 39 miliar,’’ urainya.

Selain itu, ada juga pengusaha lain yang juga mengerjakan 3 proyek yang belum selesai, dengan total anggaran Rp 9,9 miliar.

Diantaranya, proyek pembangunan depot arsip, dengan nilai kontrak Rp 2,7 miliar.

Pembangunan Laboratorium Lingkungan DLH, senilai Rp 2 miliar. Dan pembangunan Poliklinik RSUD dengan nilai Rp 5,1 miliar.

‘‘’Itu semua proyek yang belum selesai dan termonitor kita. Yang sudah selesai, belum terhitung lagi,’’ imbuhnya.

Dari sekian banyak proyek, Andre menyesalkan belum ada yang berfikir untuk membangun sebuah ikon kota, seperti di kota kota lainnya.

‘’Saat kita masuk Kota, biasanya disambut dengan tulisan selamat datang, dan lambang kota, dengan maskotnya masing masing, di lokasi strategis, seperti pelabuhan, bandara dan pusat pusat belanja,’’ katanya.

Anggota DPRD lain Sadam Husein, menegaskan, keterlambatan proyek APBD 2024, terjadi secara sistemik.

Mulai dari perencanaan awal, pengusulan anggaran, sampai dengan pengerjaan.

‘’Dari beberapa proyek yang kita monitoring, ada yang sudah finishing tapi kondisinya belum layak. Jadi ada resiko tentunya, tegakkan aturan saja. Yang bisa dibayar silahkan dibayar, yang tidak bisa, ya jangan dibayar. Apalagi yang progresnya masih jauh, hentikan saja,’’ kata dia.

Selain itu, adanya dugaan monopoli dan satu kontraktor menguasai puluhan proyek, tentu bukan sebuah kebijakan normal.

Perlu adanya pengawasan mendasar mulai pelelangan, pelaksanaan, sampai kualitas pekerjaan.

‘’Sekarang ini yang terjadi kejar target, tapi melupakan kualitas atau mutu,’’ lanjutnya.

Untuk itu, Dinas Tekhnis, khususnya Dinas PU, harus selektif dalam memilih kontraktor.

Bagi mereka yang memiliki semua klasifikasi yang dibutuhkan silahkan diberi proyek besar, dan sebaliknya.

‘’Jangan ada monopoli. Bayangkan ada satu pengusaha mengerjakan puluhan proyek, tentu potensi keterlambatan terjadi. Yang rugi bukan hanya Pemerintah, masyarakat juga dirugikan,’’ kata Sadam.