NUNUKAN, infoSTI – DPRD Nunukan, Kalimatan Utara, mengusulkan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) merespon dugaan semena menanya perusahaan perkebunan Kelapa Sawit, PT SIL/SIP terhadap pembayaran upah buruh.
‘’Banyak hal perlu dibedah di PT SIL SIP. Dugaan masalah gaji karyawan tak sesuai aturan, nihilnya plasma, sampai tidak adanya CSR yang pernah dilaporkan ke Pemda Nunukan. Ini menjadi catatan penting DPRD, dan saya usulkan pembentukan Pansus. Kita tuntaskan masalah ini,’’ ujar Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, saat memberi tanggapan di RDP bersama puluhan Anggota FK Hukatan KSBSI PT SIL SIP, di ruang Ambalat, DPRD Nunukan, Senin (9/12/2024).
Andre mengatakan, persoalah buruh PT SIL/SIP datang ke DPRD Nunukan sudah beberapa kali terjadi.
Akan tetapi, selama itu pula, managemen perusahaan PT SIL/SIP, seakan menganggap permasalahan tersebut angin lalu, dan tidak mau menghadiri undangan DPRD.
‘’PT SIL/SIP ini tidak menghargai Lembaga DPRD. Bagaimana kasus ini bisa selesai kalau mereka selalu mangkir. Selalu tidak datang. Dia diundang, dia pula menentukan waktunya, dia siapa,’’ ujar Andre geram.
Mengenai PT SIL/SIP, Andre Pratama menarik garis besar, potensi mengubur tuntutan buruh, sangat dimungkinkan.
Terlebih, perusahaan telah berusaha mengkriminalisasi Ketua FK Hukatan KSBSI perusahaan, Maximus Bana.
Sebagai ketua KSBSI yang merupakan King Maker bagi anggota serikat, tidak mengherankan perusahaan merancang skenario, untuk membungkam Max.
‘’Dengan memaksanya mengundurkan diri, dengan mengeluarkannya dari sekolah. Max yang merupakan guru, tentu memiliki pola fikir yang dianggap menjadi ancaman bagi perusahaan. Tidak heran, mengapa Kepala Desa bahkan ikut campur, malah mengancam membubarkan serikat, yang saya fikir, tidak ada korelasinya urusan tuntutan ke perusahaan dengan Kades,’’ kata dia.
Perusahaan sedang berusaha bagaimana agar Max menjadi tersangka, sehingga merancang sandiwara dengan memunculkan drama setahun lalu.
Padahal, masalah kamp kamp penampung karyawan, jauh lebih layak menjadi perhatian.
‘’Para karyawan, tinggal di kamp yang mirip kamp NAZI, mereka mandi dengan air kotor, dan tinggal berdesakan dalam bangunan ukuran 3×3 meter. Perusahaan tidak manusiawi, begitu dituntut agar manusiawi, mereka mengambil jalan mengkriminalisasi King Maker buruh. Ini harus kita seriusi,’’ tegasnya.
Saat ini, Andre akan melihat dan mengecek status HGU dan IUP perusahaan. Jika nanti ditemukan tidak ada izin, DPRD akan bertindak tegas dengan merekomendasikan penutupan perusahaan.
‘’Membayangkan kamp karyawan yang seperti kamp NAZI saja, membuat kita prihatin. Belum lagi hak plasma nihil. Ini gaya kapitalis dan kolonila yang masih dipraktekkan. Buat apa mempertahankan perusahaan yang tidak memperlakukan karyawannya dengan baik. Tutup saja kalau bermasalah izinnya,’’ lanjutnya.
Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN), seyogyanya jauh lebih manusiawi dalam memperlakukan warga Negara.
Di Nunukan, terdapat sebuah Perusahaan Modal Asing (PMA), yang memiliki standar sangat baik dalam memperlakukan karyawan.
Mereka memberikan subsidi 50 liter BBM perbulan untuk manager, mandor, dan managemen.
Mengisi stok air bersih di tangki tangki yang disediakan perusahaan di kamp karyawan, bahkan memberlakukan reward and punishmen kepada karyawannya.
‘’Terus kenapa PT SIL/SIP yang PMDN justru kejam, tidak manusiawi terhadap karyawannya. Ini memang harus kita evaluasi kembali,’’ tutup Andre.