NUNUKAN, infoSTI – Warga Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Utara, mengeluhkan Sistem Pendaftaran Murid Baru (SPMB) di SMAN 1 Sebatik Induk, yang justru lebih mengutamakan calon murid dari kecamatan lain, ketimbang pendaftar dari wilayah domisili sekolah.
‘’Banyak warga datang ke saya mengeluh, kenapa anak mereka yang satu kecamatan dengan SMAN 1 Sebatik diharuskan masuk melalui jalur prestasi, sementara anak anak dari kecamatan Sebatik Timur, dari Sebatik Barat, bisa masuk jalur domisili,’’ ujar tokoh masyarakat dan Anggota DPRD Nunukan, Haji Firman, ditemui, Senin (30/6/2025).
Firman mengaku heran karena SMAN 1 Sebatik yang seharusnya memprioritaskan anak anak di wilayah Kecamatan Sebatik Induk, dimana sekolah berada, justru lebih memprioritaskan anak anak dari kecamatan lain.
Keluhan dari masyarakat, kata Firman, merupakan bentuk kekecewaan dan kemarahan warga, karena meski jarak rumah mereka ke SMAN 1 Sebatik mencapai 7 sampai 10 Km, namun tetap saja satu kecamatan.
‘’Dan kalau tidak bisa masuk SMAN 1 Sebatik, mereka harus ke SMK yang jaraknya dua kali lipat lebih jauh,’’ kata Firman lagi.
Firman meminta kasus ini menjadi perhatian Dinas Pendidikan Provinsi Kaltara, karena selama system domisili menjadi salah satu mekanisme penerimaan murid baru, selama itu pula, wilayah tersebut, akan mengalami peristiwa yang sama.
‘’DPRD Nunukan berencana memanggil pihak sekolah, orang tua murid dan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kaltara untuk duduk bersama, membahas persoalan ini,’’ kata dia.
Terpisah, Ketua Cabang Dinas Pendidikan Kaltara, Mahfuz, tidak membantah kejadian tersebut.
Adanya calon murid di kecamatan yang sama dengan lokasi berdirinya bangunan sekolah tak terakomodir, diakibatkan beberapa persoalan.
Yang pertama, banyak yang belum faham bahwa system domisili pada SPMB (Sistem Penerimaan Murid Baru) 2025, berbeda dengan system zonasi pada PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru).
‘’SPMB menitik beratkan pada nilai rapor lima semester. Kalaupun jaraknya dekat dengan sekolah tapi nilainya kurang bagus, tetap akan gugur dengan murid lain yang nilainya lebih baik,’’ jawabnya.
Faktor kedua, persoalan status KK. Bisa jadi KK calon murid belum setahun, atau dia dititipkan ke orang yang tinggal dekat dengan lokasi sekolah.
‘’Sistem domisili ini diukur berdasar jarak rumah ke sekolah yang sistemnya, akurasinya, terukur secara digital di google maps. Kalau pada pendaftaran awal muncul SMAN 1 Sebatik, peluang dia masuk/diterima besar. Sebaliknya, kalau jaraknya jauh, SMAN 1 Sebatik tidak muncul, otomatis datanya dianggap tidak valid,’’ urainya.
Dari data Cabang Dinas Pendidikan Kaltara, jumlah murid lulusan SMP tahun 2025 di Pulau Sebatik sebanyak 612 orang.
‘’Dan saya pastikan SMA dan SMK Negeri di Sebatik sudah lebih dari cukup mengakomodir jumlah lulusan tersebut. Itu belum ditambahkan sekolah swasta,’’ tegasnya.
Ia menambahkan, persoalan apakah sekolah mengakomodir calon murid dari kecamatan lain, Mahfuz kembali menegaskan bahwa jarak/domisili tidak terbatas pada kecamatan.
‘’Boleh saja dari manapun asal jaraknya masuk dalam domisili. Ini semua nanti akan saya uraikan kalau seumpama DPRD meminta penjelasan atas dinamika SPMB di SMAN 1 Sebatik,’’ kata Mahfuz.