NUNUKAN, infoSTI – Pemerintah Daerah Nunukan, Kalimantan Utara, melakukan pengerukan Embung dan DAM, sebagai solusi untuk kekurangan air bersih yang rutin terjadi setiap tahunnya.
Direktur Perusda Tirta Taka Nunukan, Masdi, mengatakan, krisis air bersih, memang biasa terjadi di Nunukan, saban tahun.
Embung di Nunukan, jelas Masdi, bisa dikatakan hanya berfungsi sebagai tadah hujan.
Sehingga, ketersediaan air baku, sangat bergantung dengan turunnya hujan. Fenomena ini pula, yang belum dipahami oleh banyak pelanggan air bersih.
Alhasil, di sejumlah media sosial, banyak berisi hujatan, cacian, bahkan ancaman yang ditujukan kepada PDAM Nunukan, ketika kemarau tiba.
‘’Kita sering mendapat hujatan dan makian pelanggan ketika kemarau. Terakhir di Tahun 2023, saat itu terjadi kemarau akibat el Nino, selama sekitar 4 bulan. Akibatnya, dua embung utama penampung air baku, Embung Sei Bolong dan Embung Sei Bilal, mengalami pengurangan produksi, dari 100 liter per detik di waktu normal, menjadi 20 liter per detik,’’ ujarnya, ditemui di Kantornya, Kamis (21/11/2024).
Akibat kondisi tersebut, PDAM Nunukan, terpaksa mengeluarkan kebijakan distribusi air bergilir.
Dampak El Nino, sangat terasa di Nunukan. Terlebih, Kabupaten Nunukan tidak memiliki sungai dengan debit besar, untuk diolah sebagai air bersih.
Lalu bagaimana langkah Pemda Nunukan, mengatasi kekurangan air bersih yang terjadi rutin setiap tahun ini?
Masdi menjelaskan, saat ini, pengerukan Embung Sei Bilal dan DAM Binusan, sedang dilakukan.
‘’Kita semua tahu, Nunukan ini pulau yang tidak memiliki sungai besar untuk persediaan air baku. Dan hanya memperbanyak embung saja, solusi terbaik yang kita bisa lakukan,’’ tegasnya.
Akhir tahun 2024 ini, pengerukan sedimen, baru menyasar Embung Sei Bilal dan DAM Binusan.
Hal ini, jelas Masdi, karena waktu yang mepet, dan status Embung Sei Bilal yang sebelumnya terkendala aturan yang belum selesai pasca pelepasan Hutan Lindung oleh kementerian LHK (SK 561 Tahun 2025), yakni pengukuhan Tata Batas Embung Bolong. Kini baru terselesaikan.
‘’Rencana pengerukan Embung inti Sei Bolong, dilakukan Tahun 2025. Dengan menambah kedalaman sekitar 5 meter,’’ kata dia.
Solusi lain yang sedang dalam proses, adalah proses kepengurusan dokumen untuk Embung Lapio di Nunukan Selatan.
Embung di lahan sekitar 1 ha tersebut, masih memiliki sumber mata air dengan debit lumayan besar.
‘’Kalau hitungan kasar kami, untuk mengatasi kekeringan yang terjadi setiap tahun, kita butuh lahan sekitar 2 sampai 4 hektar, dan anggaran sekitar Rp 84 miliar. Itu akan menampung air baku untuk 5 sampai 6 bulan, dan Nunukan bebas kekeringan,’’ kata Masdi.