NUNUKAN, infoSTI – Pemilik kapal penyeberangan ke Tawau, Malaysia, Andi Darwin, memprotes surat Imigrasi Nunukan, Kalimantan Utara, yang mengenakan denda Rp 150 juta, terhadap dua kapal penyeberangan Nunukan – Tawau miliknya, MV Labuan Ekspress, dan MV Bahagia Ekspress.
‘’Kami ini penyedia jasa, kami tidak punya kewenangan memeriksa dokumen penumpang kami. Setahu kami, mereka semua legal. Saya tidak berbuat salah, kenapa harus didenda,’’ protes Andi Darwin, Selasa (19/11/2024).
Ia menuturkan, ada dua kesalahan yang dialamatkan kepadanya selaku pemilik serta penanggung jawab dua unit kapal penyeberangan ke Malaysia.
Yang pertama, karena memuat penumpang yang tidak menjalani pemeriksaan dokumen di pos Imigrasi Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.
Dan kedua, adanya penumpang WNA dengan kepemilikan paspor yang masa berlakunya tinggal 6 bulan, menjadi penumpang dan masuk wilayah Indonesia.
Untuk diketahui, Imigrasi tidak menerima kunjungan atau masuknya WNA ke wilayah Indonesia, jika paspor mereka hanya tersisa 6 bulan masa berlakunya.
‘’Yang kami tahu, mereka beli tiket pakai paspor. Mereka masuk kapal setelah lewat pemeriksaan petugas Imigrasi. Kalau Imigrasi tidak mengizinkan mereka berangkat, kami juga tidak akan angkut mereka. Terus kenapa lagi lagi penyedia jasa yang dikorbankan,’’ kata dia.
Darwin juga menyesalkan adanya perbedaan kebijakan masa berlaku paspor untuk Indonesia dan Malaysia.
Jika di Malaysia, ketentuannya adalah paspor yang 6 bulan menjelang habis masa berlaku, sudah dilarang melakukan perjalanan keluar negeri. Di Indonesia, ketentuannya hanya 3 bulan saja.
‘’Seharusnya bisa disinkronkan aturan ini. Dan bukannya bisa dikomunikasikan dulu. Jangan tiba tiba denda Rp 50 juta. Kami minta penjelasan atas masalah ini. Dan mau tidak mau, saya akan ambil pengacara. Saya lawan Imigrasi kalau modelnya begini. Selalu mengorbankan pemilik kapal,’’ tegasnya.
Respon Imigrasi Nunukan
Kepala Seksi Teknologi Informasi dan Komunikasi Kantor Imigrasi Nunukan, Jodhi Erlangga menegaskan, pihaknya tidak serta merta melayangkan surat tagihan/denda biaya beban terhadap Andi Darwin, selaku salah satu penanggung jawab, dan pemilik kapal penyeberangan ke Malaysia.
Imigrasi, sudah pernah beberapa kali melayangkan surat teguran, dan peringatan sebelumnya.
‘’Kejadian kapal yang memuat penumpang tak sesuai aturan keimigrasian, dilakukan bukan sekali. Sosialisasi sudah kami lakukan sejak 2023 juga. Kita sudah pernah melayangkan surat saat menemukan pelanggaran. Kita beri peringatan lisan juga pernah. Untuk pelanggaran berikutnya, tentu harus ada tindakan tegas. Maka, kita layangkan surat untuk denda pembayaran biaya beban,’’ jelas Jodhi.
Jodhi menguraikan, MV Labuan Ekspress, terdata melakukan dua kali pelanggaran keimigrasian, karena mengangkut WNA dengan masa berlaku paspor tersisa 6 bulan, masuk wilayah Indonesia.
Sementara MV Bahagia, terdata mengangkut penumpang illegal, karena tidak melakukan pemeriksaan di Pos Imigrasi sebelum naik kapal tujuan Malaysia.
Jodhi menegaskan, sesuai UU Nomor 6 Tahun 2011 pasal 18, yang dimaksud penanggung jawab alat angkut, adalah, pemilik, pengurus, agen, nakhoda, kapten kapal, co pilot, atau pengemudi alat angkut yang bersangkutan.
‘’Jadi tanggung jawab memastikan dokumen penumpang juga menjadi kewajiban penanggung jawab alat angkut. Kita sudah sosialisasikan berkali kali, tidak mungkin mereka tidak tahu akan masalah ini,’’ kata dia.
Pada UU Nomor 6 Tahun 2011 pasal 18 tentang keimigrasian, disebutkan ‘penanggung jawab alat angkut yang datang dari luar wilayah Indonesia atau akan berangkat keluar wilayah Indonesia, diwajibkan untuk melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin pejabat Imigrasi sebelum dan selama dilakukan pemeriksaan keimigrasian.
Selanjutnya, penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) diberikan tindakan administratif keimigrasian, dengan pengenaan biaya beban, merujuk pasal 79 pasal dimaksud.
Penanggung Jawab Alat Angkut yang Tidak Memenuhi Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dikenai biaya beban Rp 50 juta per alat angkut.
‘’Jadi dua kapal tersebut,(MV.Labuan Ekspress dan MV.Bahagia Ekspress), jumlah dendanya Rp 150 juta. Dan agar keputusan ini, bisa dilaksanakan dalam waktu 14 hari sejak surat pemberitahuan diterbitkan,’’ lanjut Jodhi.
Jodhi juga menjelaskan, pengenaan biaya beban harus diberlakukan agar tidak menjadi piutang, dan BPK tidak mengintervensi Imigrasi Nunukan, terkait biaya beban dengan masalah yang dilakukan kapal milik Andi Darwin tersebut.
Dan untuk diketahui, jika ada paspor orang asing (OA) yang kurang 6 bulan habis masa berlakunya, otomatis terblok di sistem Imigrasi.
‘’Tidak mungkin OA kita berikan izin masuk ke wilayah Indonesia jika masa berlaku paspornya tersisa enam bulan,’’ kata dia.
Adapun mengapa sistem Imigrasi tidak bisa disinkronkan dengan Malaysia, lebih pada sistem kedaulatan Negara.
‘’Karena setiap Negara memiliki aturan perundangan berbeda, dengan kedaulatan yang juga berbeda,’’ tutup Jodhi.