NUNUKAN, infoSTI – Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) Nunukan, Kalimantan Utara, merekrut relawan dengan mayoritas pelajar dan mahasiswa, untuk program 10.000 rumah anti money politic/politik uang.
Ketua Bawaslu Nunukan, Mochammad Yusran, mengatakan, harus ada yang memulai untuk memerangi ‘serangan fajar’ pada setiap momen Pilkada.
‘’Sampai kapan masyarakat hanya menerima dan tidak faham konsekuensi dari serangan fajar setiap menjelang pemilu. Untuk ke arah demokrasi bersih, perlu sebuah gerakan dan kami mencoba merekrut relawan untuk program 10.000 rumah anti politik uang,’’ ujar Yusran, dihubungi, Jumat (15/11/2024).
Relawan yang direkrut, menyasar para siswa siswi SMA/SMK sederajat, mahasiswa dan masyarakat umum yang ingin merubah keadaan demokrasi di Nunukan.
Mereka akan mulai bekerja pada 7 hari sebelum pencoblosan 27 November 2024.
Bawaslu akan membekali mereka dengan pemahaman akan politik uang yang mengancam demokrasi, dan imbas, atau efek buruk yang dihasilkan dari praktek lancung tersebut.
‘’Harus ada yang memulai memunculkan kesadaran baru tentang pemilu dan demokrasi ke depan. Karena ini (politik uang) kembali ke masyarakat juga nantinya. Akan bagaimana Nunukan lima tahun ke depan, masyarakat yang menentukan,’’ tegas Yusran.
Para relawan rekrutan Bawaslu, akan mengetuk pintu rumah rumah masyarakat, door to door, atau blusukan, untuk mengedukasi mereka bagaimana seharusnya Pemilu berjalan.
Proses pemilihan yang bersih, jujur dan adil, kian langka dipraktekkan. Sehingga masyarakat harus punya pendirian dalam memilih calon pemimpin mereka.
‘’Kita pasangkan stiker bertuliskan rumah anti money politik dengan persetujuan pemilik rumah tentunya,’’ imbuhnya.
Kalaupun nantinya ada masyarakat yang tak terima dan melakukan pengusiran terhadap relawan, kata Yusran, Bawaslu Nunukan juga tidak bisa memaksakan diri memasang stiker dan mengharuskan masyarakat faham akan pentingnya memerangi politik uang.
Ia mengakui, musim pemilu, memang selama ini menjadi momen dimana masyarakat banyak bergadang dengan harapan ada yang mengetuk pintu rumahnya dan memberikan ‘serangan fajar’.
Yusran tidak menampik bahwa masyarakat sulit untuk menolak tawaran uang.
Mayoritas mereka mengatakan, daripada tidak dapat apa-apa, mending saya mendapatkan sesuatu yang bisa saya terima setiap 5 tahun sekali.
Mindset ini pula yang menjadikan Bawaslu sulit mengungkap dan menangkap pelakunya, karena masyarakat menolak bersaksi.
‘’Gerakan politik uang itu masif, terstruktur, dan membudaya. Jadi perlu gerakan yang masif seperti program 10.000 rumah anti politik uang untuk memutusnya. Selebihnya, kita ikhtiar saja, karena semua kembali kepada pilihan masyarakatnya,’’ kata Yusran.