oleh

Konflik Pemukat Jangkar dan Pembudidaya Rumput Laut di Nunukan Memanas, DKP Diminta Sediakan Anggaran Keamanan

NUNUKAN, infoSTI – Pelarangan aktifitas pemukat jangkar rumput laut pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Bulan September 2024, di DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, memicu protes para pemukat.

Saat itu, Dinas Kelautan Provinsi (DKP) Kaltara, merespon protes para pembudidaya dengan menginisiasi terbitnya Pergub Kaltara Nomor : 100.3.4/1299.1/DKP, tertanggal 30 September 2024, yang berisi larangan bagi pukat jangkar.

banner 336x280

Kebijakan ini, merespon laporan para pembudidaya rumput laut, yang menunjukkan ada lebih 200 pondasi rumput laut terbongkar, diduga akibat pukat jangkar.

Dasar hukum yang dipakai, adalah merujuk pada Permen KP Nomor 10 Tahun 2021 tentang standar kegiatan usaha dan produk pada penyelenggaraan perizinan berbasis resiko sektor kelautan dan perikanan.

Dimana dijelaskan jenis usaha penangkapan/pengambilan tumbuhan air di laut dengan KBLI 03114, belum diatur dalam Permen KP 10 Tahun 2021.

Selain itu, berdasarkan Permen KP 36 Tahun 2023, penggunaan jaring insang tetap (berjangkar), tidak diperbolehkan, dengan alasan yang sama, karena belum diatur dalam Permen.

‘’Larangan itu membuat para pemukat rumput laut jangkar yang terdiri dari sekitar 1200 pemukat, tidak bisa makan. Kami meminta hering di DPRD, meminta masalah ini dibahas tuntas,’’ ujar Ketua Asosiasi Pemukat Rumput Laut (AMUK), Albar Masba, dalam RDP, Senin (28/10/2024).

Albar menegaskan, terbongkarnya pondasi rumput laut, tidak semata akibat pukat jangkar.

Melainkan faktor alam, hanyutnya balok besar di laut, spek pondasi yang tidak layak, dan gangguan lainnya.

AMUK meminta Pemerintah mencabut larangan bagi pukat jangkar.

Karena kebutuhan harian mereka, hanya bergantung pada hasil menjaring rumput laut.

‘’Banyak gesekan terjadi di tengah laut. Kami para pemukat menerima intimidasi bahkan ramai di medsos kalau melihat pemukat agar diselesaikan dengan tindak anarki. Ini masalah perut, kalau tidak selesai ini barang, konflik di tengah laut akan terus terjadi,’’ tegas Albar.

Respon DKP Kaltara

Kepala DKP Kaltara, Rukhi Syayahdin mengatakan, Pemprov Kaltara, sudah merumuskan regulasi aturan budi daya, zonasi, sampai pada mekanisme penjaringan rumput laut.

Rumusan tersebut, sudah digodok dan diatur dalam sejumlah Peraturan Daerah. Masing masing, Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Pergub Kaltara Nomor 7 Tahun 2023 tentang pengawasan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, dan terakhir, Pergub Kaltara Nomor 26 Tahun 2024 tentang pengelolaan rumput laut.

‘’Dan pada dasarnya, kewenangan pengawasan kelautan tidak hanya kewenangan Pemerintah Provinsi. Pemda Nunukan juga memiliki kewenangan. Pemda bisa melakukan pengawasan sumberdaya perikanan di wilayah sungai, danau, waduk, rawa dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan dalam kabupaten/Kota,’’ kata Rukhi.

Penjelasan tersebut, didasari pada Kepmendagri Nomor : 900.1.15.5.1317 Tahun 2023 tentang perubahan atas Kepmendagri Nomor : 050-5889 Tahun 2021, tentang hak verifikasi, validasi dan inventarisasi, pemutakhiran klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur perencanaan pembangunan dan keuangan daerah, yang ditetapkan 23 Juni 2023.

Adapun terkait larangan pukat jangkar, DKP Kaltara mencabut kebijakan sebelumnya, yang melarang aktifitas pukat jangkar.

Rukhi menegaskan, terjadi perubahan nomenklatur, dimana sebelumnya, pembuatan Pergub Kaltara Nomor : 100.3.4/1299.1/DKP, masih mengacu pada PP Nomor 5 dan Permen KP 10 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia atau KBLI.

‘’Dan saat ini, terbit Pergub Kaltara Nomor 26 Tahun 2024, membolehkan pukat jangkar, dengan aturan jarak, dan spesifikasi jaring, sampai jam pemasangan pukat, diatur didalamnya,’’ kata Rukhi.

Potensi merevisi Pergub 26 Tahun 2024

Kendati pukat jangkar sudah diberikan lampu hijau, namun isi dari Pergub dimaksud, menjadi perdebatan panjang.

Dalam pasal 6 poin a dijelaskan, pemasangan pukat harus di radius 10 hingga 30 meter dari pondasi.

Sementara di poin c, waktu pemasangan pukat, dibatasi, mulai pukul 06.00 wita, hingga pukul 16.00 wita.

‘’Kami pemukat ini, sudah tersisihkan dengan banyaknya pondasi yang terpasang. Belum lagi, kami harus dua hari bermalam di laut kalau mau ada hasil. Jadi isi Pergub itu kami tidak setujui,’’ protes Ketua AMUK, Albar.

Albar menuturkan, butuh anggaran sekitar Rp 900.000 untuk sekali turun memukat.

Tantangan memukat, adalah kondisi ombak dan pasang surut air.

‘’Kalau dibatasi jamnya, jaraknya harus di radius seperti dalam Pergub, bisa labe’ (rugi), lari kosong kami pulang. Tolong, Pergub ini yang masuk akal, yang mengakomodir para pemukat. Kalau jam segitu, sama artinya kami dibuang secara halus,’’ lanjutnya.

Kadis DKP Kaltara, Rukhi Syayahdin, mengatakan, masih butuh sosialisasi dan uji petik dalam penerapan Pergub dimaksud.

Dengan demikian, masih memungkinkan Pemprov Kaltara kembali menggelar audiens dengan Kementrian, dan melaporkan hasil dari pertemuan hari ini.

‘’Jadi masukan tersebut akan jadi bahan kami melapor ke pusat, dan bisa jadi potensi revisi Pergub. Sementara ini, mari kita sepakati agar pembudidaya dan pemukat jalan sama sama. Jaga kondusifitas, dan semua punya kepentingan yang sama karena terkait urusan perut ini,’’ kata dia.

DKP diminta sediakan anggaran patroli laut

Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Andi Fajrul yang memimpin jalannya rapat, menghimpun semua masukan dari para legislator juga aparat keamanan yang hadir.

Kesimpulannya, DKP Kaltara sebaiknya merumuskan anggaran pengawasan dan patroli laut, untuk mengantisipasi potensi chaos di lautan.

‘’Saat ini, kondisi memanas memang. Dan masalah ini berlarut, sementara patroli pengawasan tidak ada. Kita minta DKP Kaltara dan Kabupaten, sharing untuk menyiapkan anggaran pengawasan. Mungkin dari dana hibah atau dari mana sumbernya. Ini paling penting karena potensi konflik cukup besar,’’ kata dia.

DKP perlu melibatkan TNI AL dan Polairud untuk bersama sama patroli secara intens.

Saat ini, ada UPT DKP Kaltara di Nunukan, hanya saja, nihilnya anggaran membuat operasi kantor tidak jalan.

‘’PR bagi DKP adalah persoalan tugas pengawasan dan patroli laut. DPRD juga menunggu pendataan jumlah pemukat yang valid. Bisa juga libatkan DPRD saat turun ke laut. Kami akan menjalankan fungsi pengawasan kami,’’ imbuhnya.