NUNUKAN, infoSTI – Dua kapal perang, masing masing KRI OWA (Oswald Siahaan) 354 dan KRI AJAK -653, menggelar patrol rutin di Perairan Blok Ambalat, perbatasan RI – Malaysia, Kamis (20/2/2025).
Komandan KRI OWA – 354 Letkol Laut (P) M Fuad Hasan, mengatakan, patroli rutin Blok Ambalat, dilakukan oleh unsur-unsur satuan tugas yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan RI-Malaysia 25 BKO Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada II.
‘’Tujuan patroli ini adalah untuk memastikan keamanan dan kedaulatan wilayah perairan NKRI dari segala macam tindakan pelanggaran di laut,’’ ujarnya dikonfirmasi, Jumat (21/2/2025).
Selain melaksanakan patroli, seluruh Satgas Pengamanan Perbatasan RI-Malaysia, yang berada di bawah kendali operasi Komandan Guspurla Koarmada II Laksamana Pertama TNI Amrin Rosihan Hendrotomo ini, sekaligus melaksanakan perawatan dan pemeliharaan Suar Karang Unarang.
Para awak KRI, melakukan pengecatan ulang tembok Suar Karang Unarang.
Juga melakukan pergantian bendera Merah Putih, dari bendera yang lama terpasang, menjadi bendera baru.
‘’Kegiatan ini menunjukkan komitmen TNI AL untuk menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah perairan Indonesia, sebagaimana yang dinstruksikan oleh Kepala Staf TNI AL Laksamana TNI Dr. Muhammad Ali,’’ katanya lagi.
‘’Dengan demikian, diharapkan keamanan dan kedaulatan wilayah perairan Indonesia dapat terjaga dengan baik, serta menjamin stabilitas kawasan regional,’’ tegasnya.
Untuk diketahui, Blok Ambalat, sempat diperebutkan Malaysia, sampai kemudian Pemerintah RI membangun menara/suar Karang Unarang, untuk meneguhkan bahwa Karang Unarang sebagai tapal batas Negara Indonesia-Malaysia.
Blok Ambalat adalah wilayah laut seluas 15.235 kilometer persegi yang berada di Laut Sulawesi atau Selat Makassar.
Blok Ambalat diperkirakan memiliki kandungan minyak dan gas yang dapat dimanfaatkan hingga puluhan tahun ke depan.
Oleh sebab itu, sengketa Blok Ambalat tidak hanya tentang soal kepemilikan wilayah, melainkan juga karena potensi sumber daya alam besar di perairan tersebut.
Sejarah
Sejarah terjadinya sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia bermula ketika Indonesia dan Malaysia masing-masing sedang melakukan penelitian untuk mengetahui landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Di tengah penelitian tersebut, baik Indonesia maupun Malaysia mengalami perbedaan persepsi terhadap posisi Ambalat.
Lebih lanjut, pada 27 Oktober 1969, ditandatangani Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen Indonesia-Malaysia yang disebutkan bahwa Blok Ambalat adalah milik Indonesia.
Sejak saat itu, konflik antara Indonesia dan Malaysia mulai memanas, khususnya pada 1979, ketika Malaysia mengingkari Perjanjian Tapal Batas Landas Kontinen.
Malaysia justru memasukkan blok maritim Ambalat ke dalam peta wilayah mereka.
Hal ini tentu saja menuai penolakan dari pemerintah Indonesia.
Bukan hanya Indonesia, pelanggaran yang dilakukan Malaysia ini juga diprotes oleh negara-negara lain, seperti Inggris, Thailand, China, Filipina, Singapura, dan Vietnam.
Pada 1980, Indonesia pun dengan tegas menyatakan protes terhadap pelanggaran yang telah dilakukan Malaysia.
Penyelesaian
Kemudian pada 2009, Presiden SBY dan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi mengambil solusi politik untuk meredakan masalah sengketa Blok Ambalat.
Melalui pertemuan tersebut, baik pihak Indonesia atau Malaysia saling menjelaskan landasan hukum klaimnya atas Blok Ambalat.
Penjelasan landasan hukum Malaysia terhadap Blok Ambalat pun ditolak oleh Indonesia.
Sebab, Malaysia mengklaim Ambalat dengan menerapkan prosedur penarikan garis pangkal kepulauan dari Pulau Sipadan dan Ligitan yang telah mereka rebut pada 2002 silam.
Akan tetapi, klaim tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982.
Dalam salah satu pasalnya disebutkan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang di mana garis pangkal penentuan wilayahnya ditarik dari wilayah kepulauan terluar.
Sementara itu, Malaysia merupakan negara pantai biasa, sehingga hanya boleh memakai garis pangkal biasa untuk menentukan batas wilayahnya.
Dengan demikian, berdasarkan dari UNCLOS 1982, Ambalat diakui sebagai wilayah Indonesia.