NUNUKAN, infoSTI – Isu kecelakaan maut speed boat di Nunukan, Kalimantan Utara, kembali memanas saat DPRD Nunukan menguak fakta nihilnya Surat Perizinan Berlayar (SPB) bagi semua speed boat/kapal dengan mesin dibawah 7 GT.
Regulasi yang menjadi tanggung jawab Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) ini, ternyata menjadi kendala, karena BPTD Nunukan, yang menegaskan Tugas dan Fungsi mereka, hanya mengurusi transportasi sungai saja.
‘’Dan ternyata karena tumpang tindihnya atau peralihan kewenangan untuk penerbitan dokumen kapal yang tadinya dilakukan KSOP dan Dishub menjadi BPTD, sekarang malah tidak terbit SPB,’’ ujar Anggota DPRD Nunukan, Andre Pratama, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), membahas kecelakaan maut speed boat Cinta Putri, Senin (3/2/2025).
Andre menilai, terjadi pembiaran keberangkatan speed boat secara illegal.
Dan mirisnya, kondisi ini sudah terjadi selama 5 tahun belakangan, pasca peralihan kewenangan ke BPTD.
Perlu diketahui, kondisi perairan Nunukan, bersambung dengan alur sungai.
Jika BPTD mengatakan hanya mengurus transportasi sungai, bagaimana jadinya dengan speed boat rute Nunukan – Sei Ular – Sebuku dan lainnya.
‘’Masa speed boat harus menyelam lalu muncul di sungai, atau terbang terus turun di sungai. Ini yang mesti diperhatikan,’’ kata Andre.
Selain itu, dengan keberangkatan illegal, Pemda Nunukan tentu tidak mendapat PAD, para penumpang tidak bisa mengklaim asuransi, yang jika terjadi kecelakaan laut seperti insiden SB Cinta Putri, tentunya para korban mati konyol.
‘’Mari kita sepakati, Dishub bersama KSOP dan Anggota DPRD Nunukan melawat ke Jakarta. Kita jelaskan secara detail kondisi ini, dan ini sudah memakan korban, seharusnya ada kebijakan yang baik untuk semua,’’ kata Andre.
Kementrian Perhubungan harus tahu, bahwa menempatkan petugas BPTD di Nunukan, harus dikaji ulang.
Kalaupun BPTD akan melanjutkan regulasi ataupun tugas dan fungsi mereka, sebaiknya personelnya ditambah.
Kabupaten Nunukan, memiliki geografis perairan cukup luas dan transportasi air tidak sedikit.
‘’Kita beri mereka batas waktu dan ultimatum. Kalau tidak bisa, sebaiknya kembalikan kewenangan penerbitan SIB dan SKK ke Dinas Perhubungan,’’ imbuhnya.
Berbicara kecelakaan maut SB Cinta Putri, dermaga keberangkatan yang masih berstatus illegal juga sebaiknya menjadi pemikiran.
DPRD mengusulkan agar Dishub menjadikan dermaga tradisional Haji Putri sebagai dermaga resmi.
Pemda sebaiknya menjalin komunikasi dengan swasta yang selama ini menjadi pengelola.
Hal ini berkaitan dengan hajat hidup masyarakat yang menggantungkan nafkah mereka di Dermaga Haji Putri.
‘’Dan catatan lain, tolong siapapun yang berwenang, entah itu Dishub, KSOP atau BPTD, perhatikan kondisi pelampung. Jangan izinkan kapal berangkat tanpa pelampung,’’ kata Andre.
Selama ini, Andre mengakui setiap speed boat menyediakan pelampung. Hanya saja, kondisinya tidak layak, dan banyak dikeluhkan penumpang.
Keengganan tersebut, membuat penumpang beralasan jarak dan kenyamanan.
Ia meminta semua instansi kelautan menegaskan kembali aturan pelampung dan mewanti wanti masyarakat agar taat aturan keselamatan berlayar, khususnya pemakaian life jacket.
‘’Terus terang saja, kadang ibu ibu dari rumah sudah harum pakai parfum. Begitu mau pakai pelampung bau busuk, mereka malas pakainya. Jadi tolong ini diperhatikan,’’ tegasnya.
Anggota DPRD Nunukan, Ahmad Triadi juga menyarankan agar BPTD mencoba mawas diri.
BPTD seharusnya bisa belajar banyak dari Dishub, KSOP, TNI AL, untuk memperbaiki kinerja dan lebih memahami perairan Nunukan.
‘’Namanya diberi beban kewenangan Negaram ya harus tanggung jawab penuh. Dari semua pemaparan di RDP, pihak yang paling bertanggung jawab terkait laka speed boat adalah BPTD. Karena panik saja ketika kejadian begini, makanya lepas tangan,’’ sesal politisi Hanura ini.
Dan memang sedikit tidak masuk akal, ketika mendengar penjelasan BPTD Nunukan.
Mereka hanya mengurusi transportasi sungai, sementara di sisi lain juga memiliki kewenangan dalam urusan kapal ferri KM Manta.
‘’Rancu juga aturan ini. Transportasi sungai diserahkan ke Dirjen Perhubungan Darat, tapi ada juga kewenangan mereka mengurus kapal penyeberangan roro/ferri. Ini memang harus ada penjelasan dari Kementrian saat kita berkunjung nanti,’’ kata Ahmad Triadi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan Nunukan, Muhammad Amin, mengatakan, pihaknya sudah 3 kali bersurat meminta penjelasan Kemenhub untuk masalah keselamatan dan penerbitan izin berlayar.
Yang pertama 21 Juli 2023, dan terakhir kali pada 9 Desember 2024.
‘’Kami sudah berulangkali mencari solusi. Salah satunya minta kejelasan siapa sebenarnya yang bisa mengurus surat kapal, kasihan masyarakat kita, sudah lima tahun berlayar illegal. Tapi bagaimana kami mengurus kalau bukan kewenangan kami,’’ kata Amin.
Sebelumnya, Staf BPTD Nunukan, Rizki menegaskan, tugas fungsi BPTD di Nunukan, hanya untuk angkutan sungai, tidak mengurusi angkutan laut.
‘’Kita sudah sampaikan masalah geografis Nunukan kepada Kementrian. Karena Nunukan ada laut dan sungai. Kita sering FGD juga untuk masalah keselamatan pelayaran,’’ katanya.
Kendati demikian, Rizki kembali menegaskan bahwa kewenangan BPTD di Nunukan, hanya mengurus angkutan sungai, yaitu rute Sei Ular, bukan untuk angkutan laut.
‘’Kami hanya mengurus angkutan menuju Sei Ular dan Kapal Ferri. Tidak untuk angkutan laut,’’ tegasnya.
Rizki yang ditanya berapa data armada yang dilayani BPTD di Nunukan juga tidak bisa menghadirkan data.
Kegamangannya dalam menjawab pertanyaan para legislator, membuat Anggota DPRD dari Partai Nasdem, Mansur Rincing berang, dan meminta BPTD keluar dari ruang rapat.
Diberitakan, speed Boat Cinta Putri mesin 200 PK mengalami kecelakaan dalam rute pelayaran Nunukan – Tinabasan, Rabu (29/1/2025).
Posko laporan dan komando Polres Nunukan mencatat, kecelakaan tersebut melibatkan 18 korban.
Sebanyak 10 korban selamat, 7 korban tewas, dan 1 korban masih dalam pencarian.
Dalam kasus ini, Polres Nunukan sudah menetapkan Motoris SB Cinta Putri, Irwansyah alias Wawan Bin Amir (22) sebagai tersangka.
Wawan dijerat Pasal 359 KUHP dengan ancaman pidana penjara 5 tahun.
Sebagai motoris speed boat, Wawan yang paling bertanggung jawab atas keselamatan penumpang, dianggap lalai.
Sehingga berakibat insiden maut, yang menewaskan 7 korban termasuk diantaranya seorang Polisi Aipda Nurdin. Dan 1 korban lain, masih dalam pencarian.
Kasi Humas Polres Nunukan, Ipda Zainal Yusuf menuturkan, dari keterangan yang diperoleh polisi, SB Cinta Putri, tidak layak berlayar.
Body speed boat merupakan dempulan, dan tidak ada satupun dokumen pelayaran yang dikantongi motoris.
Entah itu Pas Kecil dari Kantor Syahbandar dan Otorita Pelabuhan (KSOP), Pas Sungai dan Danau dari BPTD, SKK dari Dinas Perhubungan Daerah.
Maupun Pas Keselamatan dari BPTD, serta Ijin Trayek Pemerintah Daerah.
Akibatnya, keberangkatan speed boat juga dilakukan secara illegal, tidak melalui dermaga resmi.