oleh

Buruh Bangunan RSUD Nunukan Dianiaya Mandor dan Dipecat Tanpa Dibayarkan Gajinya

NUNUKAN, infoSTI – Seorang buruh bangunan yang dipekerjakan di Proyek Pembangunan Gedung Poliklinik Nunukan, Kalimantan Utara, mengaku mendapat penganiayaan mandor proyek bernama AM.

Ia menerima sejumlah tonjokan di bagian wajah dan leher, sehingga memar dan sempat mengalami gangguan tidur.

‘’Saya tidak tahu kenapa dipukul. Tiba tiba saja mandor AM datang marah marah. Saya dipukuli, dan sempat rebah. Setelah itu, saya dan teman teman diusir dari proyek. Gaji kami dua bulan belum dibayar,’’ ujar pekerja proyek konstruksi RSUD Nunukan, Masri (50), saat ditemui.

Masri menuturkan, ia bersama tiga temannya yang lain, direkrut dari Kota Sinjai, Sulawesi Selatan oleh AM untuk dipekerjakan di proyek bangunan RSUD.

Mereka diupah harian, dengan rata rata gaji perbulan Rp 3 juta. Para buruh bangunan tersebut, dipekerjakan sejak awal Agustus 2024.

‘’Sebenarnya saya mau melapor polisi setelah dipukul mandor. Tapi kontraktor proyeknya melarang. Kami yang sebagai pendatang juga memilih menunggu saja sisa gaji kami dibayarkan,’’ kata Masri.

Keputusan tidak melapor ke polisi saat kejadian, akan menjadi penyesalan Masri.

Apalagi, sudah sekitar dua pekan kejadian tersebut berlalu, dua bulan gaji mereka juga tidak ada kejelasan.

‘’Kami sekarang tinggal di rumah kontrakan di Gang Limau, Sedadap, Nunukan Selatan. Sudah pindah kerja proyek lain. Tapi kami masih berharap gaji kami terbayarkan. Karena uang itu untuk kami kirim ke keluarga di kampung,’’ kata dia.

Masri yang merasa cukup berumur, mengaku tidak bisa melawan aksi arogan AM.

Sebenarnya, kata dia, penganiayaan juga sempat dialami rekan kerjanya Phaisal Tasa.

Phaisal, bahkan telah melaporkan dugaan penganiayaan AM ke Polres Nunukan.

Laporan tersebut, tercatat dengan Nomor : STTLP/03/I/POLRES NUNUKAN/POLDA KALTARA.

Dalam laporan, dijelaskan peristiwa terjadi pada 18 Desember 2024, di parkiran RSUD Nunukan sekitar pukul 10.00 wita.

Kejadian ini, memicu reaksi Anggota DRPD Nunukan, Andre Pratama. Ia mengatakan, seharusnya kontraktor memiliki tanggung jawab dalam kesejahteraan dan kenyamanan para buruh yang dipekerjakannya.

‘’Pengakuan buruh yang tidak dibayarkan gajinya selama dua bulan menjadi preseden buruk kontraktor. Namanya proyek yang nilainya besar, sudah pasti modalnya besar. Kenapa sampai tidak membayar hak pekerja,’’ kata Andre.

Andre menambahkan, karena kasus ini sudah dilaporkan ke polisi dan masuk ranah hukum, maka percayakan prosesnya kepada penegak hukum.

Kendati demikian, DPRD Nunukan sangat welcome, jika para buruh bangunan tersebut, ingin kasus ini diselesaikan melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP).

‘’Pesan saya, kontraktor proyek RSUD Nunukan jangan mempermalukan Asosiasi Kontraktor. Kita tidak mau tentunya karena kejadian ini, tidak ada tukang mau bekerja di proyeknya Nunukan,’’ katanya lagi.

‘’Dan bagi OPD yang memiliki kewenangan atas pengawasan proyek, jangan hanya diam. Cobalah tengahi masalah ini. Kasihan mereka, uang itu untuk menghidupi keluarganya di kampung sana,’’ tegas Andre.

Untuk diketahui, proyek bangunan Gedung Poliklinik RSUD Nunukan, dianggarkan dengan pagu Rp 5.150.000.000, dari APBD Nunukan 2024.

Proyek dikerjakan pemenang tender, CV Prakarsa Adi Perkasa, beralamat di Jalan Liem Hie Djung, RT 01, Nunukan Utara.